Apakah Penyidik Kejagung Berani Tahan Menteri Johnny di Hari Penuh Cinta?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 10 Februari 2023 03:02 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan Menkominfo Johnny G Plate bersedia hadir untuk diperiksa pada hari Selasa 14 Februari 2023 mendatang yang bertepatan dengan hari penuh cinta yang tak lain adalah Hari Valentine. Seharusnya, politikus NasDem itu diperiksa pada hari Kamis (9/2) kemarin sebagai saksi dalam kasus korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo 2020-2022. Namun dikabarkan, ia berhalangan hadir dengan alasan sedang mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) di acara puncak Pers Nasional di Medan. Selain itu, Johnny diharuskan mewakili pemerintah dalam rapat kerja bersama DPR RI pada 13 Februari 2023. Ia juga mewakili pemerintah dalam rapat kerja dengan komisi I DPR RI yang diagendakan penjelasan pemerintah terhadap rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Undang-Undang 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bakal diperiksanya Johnny ini disinyalir Tim penyidik yang telah menemukan alat bukti permulaan yang cukup untuk dijadikan sebagai alasan pemanggilan Menkominfo Johnny G Plate. Oleh sebab itu, konfirmasi terkait alat bukti tersebut akan ditagih oleh tim penyidik. "Kita mau mengonfirmasi sesuai alat bukti yang kita punya," kata Kuntadi dikutip pada Jum'at (10/2). Dengan menemukan alat bukti itu, apakah Penyidik Kejagung berani, jika nanti Johnny tersangka lalu dilakukan penahanan? Jika merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Penetapan tersangka harus bedasarkan minimal 2 alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya. Dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP, tersangka salah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Berdasarkan yang tertuang di dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah terdiri dari: 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa Berdasarkan bukti permulaan, seseorang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana yang bergantung kepada kualitas dan siapa yang memberikan pengertian tersebut, antara penyidik dengan terangka itu Terkait dengan rencana pemeriksaan Johnny ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan semua pihak harus menghormati proses hukum. "Ya, kita semua harus menghormati proses hukum. Semuanya harus menghormati proses hukum. Itu saja," kata Jokowi melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (9/2). Sekalipun Dicopot, Johnny Tetap Diperiksa Meski Johnny sedang menjabat atau sekalipun sudah lengser, Kejagung menegaskan tetap memeriksa anak buah Surya Paloh itu. "Kalau saat itu dia (Johnny Plate, red) sedang menjabat atau sudah lengser, ya, kita panggil selama ini untuk kepentingan penyidikan," kata Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, Kamis (26/1). Penyidik hingga kini masih menggali indikasi suap maupun gratifikasi dalam pemenangan vendor tertentu dalam kasus tersebut. Maka, pemeriksaan terhadap swasta, BAKTI, dan Kominfo masih akan berlanjut. Anak buah Johnny pun telah diperiksa Kejagung. Bahkan adik kandungnya Gregorius Aleks Plate (GAP) juga telah diperiksa yang diduga kedapatan lebih dari dua kali mendapatkan fasilitas berpergian ke luar negeri meski statusnya bukan pejabat Kominfo. Sebagaimana diketahui, bahwa proyek ini dilaksanakan Badan Layanan Usaha Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) yang berada di bawah Kominfo. Proyek ini mencakup rencana pembangunan 9.000 tower BTS di sekitar 7.900 desa dan kelurahan dengan kategori 3T. Anggaran yang disiapkan mencapai Rp 10 triliun. Pembangunan BTS digarap oleh 3 konsorsium, yaitu konsorsium Fiberhome, Telkom Infra dan Multi Trans Data; konsorsium Aplikanusa Lintasarta, Huawei dan Surya Energi Indotama; serta Infrastruktur Bisnis Sejahtera dan ZTE. Sejauh ini, Kejagung baru menetapkan 5 tersangka yaitu; AAL selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika, GMS selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, YS selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia Tahun 2020, MA selaku Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment dan IH selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy. Peran Tersangka Peran Tersangka AAL, dengan sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain sehingga tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran. Hal itu dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di-mark-up sedemikian rupa. AAL Peran Tersangka GMS, secara bersama-sama memberikan masukan dan saran kepada AAL ke dalam Peraturan Direktur Utama terkait beberapa hal yang diketahui dimaksudkan untuk menguntungkan vendor dan konsorsium. Selain itu, perusahaan GMS dalam kasus ini berperan sebagai salah satu supplier salah satu perangkat. GMS Peran Tersangka YS, secara melawan hukum telah memanfaatkan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis yang sebenarnya kajian tersebut dibuat oleh yang bersangkutan sendiri. Di mana kajian teknis tersebut pada dasarnya adalah dalam rangka mengakomodir kepentingan tersangka AAL sehingga terjadi kemahalan harga pada OE. YS Peran Tersangka MA, bekerja sama dengan Dirut BAKTI Kominfo inisial AAL yang telah berstatus tersangka. Ia menyebut tersangka MA bersama Dirut BAKTI Kominfo inisial AAL berperan melakukan permufakatan jahat dalam pengadaan agar PT HWI ditetapkan sebagai pemenang lelang. MA Dalam hal ini dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga, ketika mengajukan penawaran harga, PT HWI ditetapkan sebagai pemenang. Sementara peran Tersangka IH, telah melakukan pemufakatan jahat dengan Tersangka AAL untuk mengkondisikan pelaksanaan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika sedemikian rupa, sehingga mengarahkan ke penyedia tertentu yang menjadi pemenang dalam paket 1, 2, 3, 4 dan 5. Tersangka Korupsi BAKTI Kominfo, inisial IH, Komisaris PT Solitech Media Sinergy (Foto: Doc MI) Para tersangka itu diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Wan) #Kejagung Berani Tahan Menteri Johnny!#