Menerka Hukuman Johnny G Plate dari Kasus Korupsi BTS Kominfo Rp 8 T

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 31 Mei 2023 18:08 WIB
Jakarta, MI - Dugaan keterlibatan mantan Menteri Komunikasi dan Informartika (Menkominfo) Johnny G Plate dalam kasus dugaan korupsi pembangunan tower BTS BAKTI Kominfo telah menggegerkan publik. Sejauh ini, ada dugaan yang mengatakan bahwa kerugian yang dialami hingga Rp8 triliun disebabkan ada kegiatan fiktif, perencanaan, dan pelaksanaan evaluasi. Sungguh ironis, seorang menteri harusnya menjadi perpanjangan tangan membantu tugas Presiden justru melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor). Johnny G Plate tak sendirian terlibat dalam kasus ini. Seperti dilansir Monitor Indonesia dari laman resmi Kemenkominfo, Rabu (31/5), pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) merupakan bagian dari proyek penyediaan layanan 4G di 7.904 desa yang masuk kategori 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal). Dalam proyek tersebut, Kominfo dalam hal ini BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) menerapkan sistem kerja sama operasi (KSO) bersama perusahaan operator seluler yang memiliki lisensi di Indonesia. Dalam skema KSO ini, BAKTI Kominfo bertanggung jawab melakukan pembangunan serta pemeliharaan infrastruktur BTS 4G, termasuk di dalamnya menyediakan lahan. Sementara, mitra operator seluler bertanggung jawab menyediakan layanan 4G kepada pelanggan, termasuk di dalamnya melakukan operasi dan pemeliharaan jaringan 4G secara keseluruhan. Pembangunan menara BTS ini dilangsungkan dalam dua tahap. Tahap pertama, menara BTS dibangun di 4.200 desa kelurahan pada tahun 2021. Kemudian pada tahap kedua sebanyak 3.704 menara dibangun di 2022. Peletakan batu pertama pembangunan ini dilakukan di Desa Kelanga, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau 23 April 2021. Johnny G Plate hadir langsung dalam acara tersebut. Pembangunan BTS ini dilakukan dengan sumber pembiayaan APBN yang bersumber dari rupiah murni dan PNBP Kominfo Non-BLU. Pada pertama pembangunan menara BTS inilah, para tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek. Sedikit kembali kebelakang, bahwa proyek dikerjakan di masa pandemi covid-19 yang mana sangat berpengaruh pada kondisi ekonomi Indonesia. Selama pandemi covid-19, sudah ada mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara juga tersangkut korupsi yakni soal bansos di Kementerian Sosial RI dalam penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020. Namun, dia hanya divonis 12 tahun penjara. Kini terulang pada Menteri Kominfo Johnny G Plate. Proyek pembangunan BTS dimulai sejak tahun 2006, dan berjalan baik sampai 2019. Masalah baru muncul di tahun 2020 ketika proyek senilai Rp28 triliunan itu dicairkan dulu anggarannya sebesar Rp10 triliunan untuk tahun 2020-2021. Di ujung 2021, ketika dimintai pertanggungjawaban anggaran, ternyata tidak ada tower yang terbangun. Targetnya ada 4.200 tower BTS yang sudah dibangun di tahun 2020-2021. Saat itu, alasan COVID-19 membuat pembangunan BTS diperpanjang hingga bulan Maret 2022. Di Maret 2022, ternyata hanya ada 1.100 tower BTS yang terbangun. Itu pun ketika diperiksa menggunakan satelit, yang bisa diidentifikasi hanya 958 tower saja. Keanehan lainnya muncul, setelah dicek dari 8 sampel tower BTS yang terbangun nyatanya tak ada satupun yang berfungsi sesuai spesifikasi. Lalu ketika dicek lagi, pembangunan tower yang diklaim mencapai 1.100 unit itu ternyata hanya memakan anggaran Rp2,1 triliun padahal dana yang dicairkan Rp10 triliun. Berkaca dari kasus ini, hukuman apa yang layak diberikan kepada Johnny G Plate? Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai proyek stratregis pemerintah yang menggunakan anggaran APBN dinilai menjadi lahan basah korupsi untuk pejabat pemerintah dan pengusaha terkait. "Ya hanya proyek pemerintah dengan APBN yang bisa di korup, proyek strategis pemerintah mudah diselewengkan karena mental pengambil kebijakan kita korup, dan APH (Aparat Penegah Hukum) juga lemah dalam mengawasinya," kata Agus kepada wartawan, Rabu (31/5). Menurut Agus, korupsi pengadaan BTS berkaitan dengan proyek pelayanan akses internet untuk masyarakat di daerah terluar dan terpencil. Keberadaan BTS sangat vital bagi masyarakat, lantaran tidak semua daerah terpencil mendapatkan akses internet yang memadai. Atas dasar itu, korupsi BTS dinilai sangat merugikan masyarakat luas. "Banyak warga yang masih tak leluasa mengakses internet secara lancar, jelas masyarakat sangat dirugikan soal itu," ujarnya. Ia pun mendukung langkah yang diambilpemerintah agar korupsi proyek strategis tidak dikorupsi. Termasuk memberikan hukuman makasimal kepada koruptor. Hal itu diharapkan akan memberikan efek jera, sehingga pratik korupsi yang sangat merugikan publik tidak terulang kembali. "Langkah paling jitu, hukum mati koruptor," tegasnya. Hukuman Koruptor dalam Keadaan Bencana Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul menyatakan bahwa korupsi itu tidak terklepas dari suatu kebiasaan atau budaya. Sementara hukum itu sebagai suatu sistem yang dalam operasinya mempunyai tiga elemen yang saling berkaitan yakni substansi, struktur dan kultur. Kaltur itu, kata Chudry, bagaimana aparat hukum menerapkan hukuman terhadap pelaku tindak pidana. “MA sudah mengeluarkan SEMA mengenai putusan-putusan, jadi ya semestinya semacam ada batasan kalau kerugiannya satu miliar berapa tahun. Nah yang lebih dari 10 miliar atau 50 miliar ancaman hukumannya itu minimal 15 tahun dan itu adalah akan terjadi diferensiasi (perbedaan),” kata Chudry dalam tanyangan acara TvOne dikutip Monitor Indonesia, Senin (22/5) lalu. Sekarang ini bagaimana, lanjut dia, apakah proyek ini menyangkut soal bencana? Karena didalam Undang-Undang (UU) Tipikor itu yang bisa dihukum mati itu hanya dalam keadaan bencana. “Jadi kalau bencana kalau korupsi ya nggak dilihat nominalnya (Kalau Juliari juga tidak dia 12 tahun),” lanjut Chudry. “Sekarang kan mau mengharapkan supaya ini dihukuman mati ya kan gitu, DPR suruh rubah, misalnya pasal 2 jangan 4 tahun, misalnya dirubah jangan 4 tahun, naikin 10 tahun,” tambahnya. Diketahui, pasal 2 UU Tipikor ini merupakan pasal yang disangkakan terhadap Johnny G Plate. “Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur pemberian sanksi pidana kepada setiap orang yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara”. Namun demikian, lanjut Chudry, bahwa didalam administrasi negara ada hal-hal yang sebenarnya over loading sehingga itu menimbulkan penafsiran soal hukuman ini. “Jadi aparatur negara yang menafsirkan itu adalah pihak penyidik, penunutut dan hakim, saya kira ini mesti dibenahi, tapi masalahnya adalah ini adalah budaya korupsi,” bebernya. Saat ini, tambah dia, evaluasi yang belum terbenahi adalah soal korupsi ini. “Jadi waktu orde baru korupsi ada, yang sekarang reformasi ada artinya kan ini belum ada perubahan, bahkan korupsi dibandingkan orde baru lebih gila,” tukasnya. Pasal yang menjerat Johnny G Plate Kejagung menjerat Johnny dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Pasal 2 dan pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (17/5). Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur pemberian sanksi pidana kepada setiap orang yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Ancaman pidana pasal ini ialah penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun. Ada pula ancaman hukuman denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Sementara Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor menyebutkan, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.” Lalu, Pasal 3 UU Tipikor mengatur pemberian sanksi pidana kepada setiap orang yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Ancaman hukuman berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Sementara Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengatur mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana. (LA)