Bantahan Sang Mantan Menkominfo Usai Didakwa Terima Uang Haram Rp 17,8 Miliar

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 27 Juni 2023 17:01 WIB
Jakarta, MI - Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo Johnny G Plate dalam persidangan kasus korupsi proyek pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukungnya paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo 2020-2022, membantah dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 1A, Selasa (27/6). Setelah dakwaan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan, Ketua Majelis Hakim Fazhal Hendri dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menanyakan apakah Johnny G Plate mengerti dengan dakwaan yang dibacakan. Namun mantan Sekjen partai NasDem itu menegaskan bahwa dirinya tidak melakukan apa yang didakwakan kepadanya dalam kasus korupsi tersebut. "Saudara mengerti dengan yang dibacakan tadi dengan dakwaan saudara, mengerti?" tanya Fazhal dalam ruang sidang. Dijawab Johnny G Plate "Saya mengerti Yang Mulia. Namun, saya tidak melakukan apa yang didakwakan". Setelah mendengar jawaban Johnny, Fazhal menegaskan bahwa apakah dakwaan tersebut terbukti atau tidak, itu urusan lain. Johnny pun menyela Fazhal dan menegaskan bahwa ia akan membuktikan bahwa ia tidak terlibat dalam kasus tersebut. "Nanti lah, soal melakukan, tidak melakukan nanti lah yang penting," kata Fazhal. "Nanti saya akan buktikan," kata Johnny. JPU sebelumnya, menyebut Johnny G Plate terbukti menerima uang korupsi sebesar Rp17,8 miliar. Dakwaan tersebut membuktikan bahwa Johnny G Plate memperkaya diri sendiri dalam kasus yang menyeret namanya. "Terdakwa Johnny Gerard Plate menerima sebesar Rp17.848.308.000,00 (tujuh belas miliar delapan ratus empat puluh delapan juta tiga ratus delapan ribu rupiah)," jelas Jaksa. Dalam perkara ini, Johnny menjadi terdakwa bersama Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto. Kemudian, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali, Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan. Adapun jumlah total kerugian itu didapat dari laporan hasil audit penghitungan kerugian negara dari BPKP yakni Rp 8.032.084.133.795,51. Ada sembilan pihak dan korporasi yang turut menikmati uang proyek yang berasal dari anggaran negara tersebut. Johnny G Plate disebut Jaksa telah menerima Rp 17.848.308.000. Kemudian, Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif mendapatkan Rp 5.000.000.000. Selanjutnya, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan mendapatkan Rp 119.000.000.000. Lalu, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto menerima Rp 453.608.400. Lebih lanjut, Windi Purnama yang merupakan orang kepercayaan Irwan Hermawan mendapatkan Rp 500.000.000, lalu, Direktur Utama PT Basis Utama Prima (BUP), Muhammad Yusrizki menerima Rp 50.000.000.000 dan 2.500.000 dollar Amerika Serikat. Selanjutnya, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp 2.940.870.824.490. Kemudian, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp 1.584.914.620.955. "Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp 3.504.518.715.600," papar Jaksa. Atas perbuatannya, Johnny dkk disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, Windi Purnama disangka melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, Dirut PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki yang menjadi tersangka kedelapan dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 jucto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hingga kini, keduanya masih dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung. (AL)