Enembe Buat Pergub untuk Samarkan Penyalahgunaan Dana Operasional, Kemendagri Dimana?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 1 Juli 2023 01:49 WIB
Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria menyoroti Kementerian Dalam Negeri yang berhasil dikelabui oleh Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe melalui peraturan gubernur (Pergub) yang dibuatnya untuk menyamarkan tindakan penyalahgunaan dana operasional sekitar Rp 1 triliun dalam setahun (2019-2022). Nilai dana operasional diatur berdasarkan persentase tertentu dari APBD. Berdasarkan temuan KPK, sebagian dana operasional Lukas Enembe itu digunakan untuk belanja makan dan minum. KPK mengungkapkan simulasi jika sepertiga saja dana operasional itu digunakan untuk belanja makan dan minum maka dalam satu hari Lukas menghabiskan rata-rata Rp 1 miliar uang negara. Menurut Kurnia, sangat tidak mungkin jika Kemendagri tidak mengetahui pergub yang dibuat Lukas Enembe itu jika dilihat waktunya dalam satu tahun. "Ini perlu dicek lagi, apakah benar Kemendagri tidak mengetahuinya? Semua pergub dan perda itu kan dilaporkan ke Kementerian terkait dan Kemendagri. Apalagi dalam penggunaan APBD dan APBN pasti ada pengawasan dari Inspektorat dan aparat penegak hukum. Audit dilakukan oleh BPKP dan Inspektorat Keuangan Daerah," jelas Kurnia saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Minggu (1/7). KPK juga, kata Kurnia, memeriksa pihak Kemendagri untuk memastikan apakah benar tidak mengetahui Pergub yang dibuat Lukas Enembe itu. “LE dengan mudahnya menggunakan anggaran yang fantastis itu. Apakah benar pihak Kemendagri tidak menyadari aturan yang dia buat itu, dalam hal ini peraturan gubernur (Pergub). Kok bisa ya tak tercium Kemendagri gitu ya,” ujarnya. Jika merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 39 tahun 2020 tentang pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu, perubahan alokasi, dan penggunaan APBD. Maka tegas Kurnia, tidak ada alasan KPK untuk tidak memeriksa pihak Kemendagri. “Untuk lebih jelasnya, soal Kemendagri dikelabui LE ini, KPK mesti memanggil pihak Kemendagri untuk dimintai keterangannya dalam kasus ini,” tegas Kurnia. Di sisi lain, penindakan oleh KPK, lanjut Kurnia, karena menunggu PON Papua selesai. "RAB kepala daerah Papua masa sampai Rp 1 miliar per hari dan lebih satu triliun setahun, Terus belanja pembangunan Papua 75% untuk belanja operasional pegawai, dimana belanja operasional Gubernur Lukas 1 triliun rupiah per tahun," jelas Kurnia. Belum lagi, tambah Kurnia, Papua ada dana otonomi khusus dan hibah di luar Pendapatan Asli Daerah dan bagi hasil tambang Freeport dan hasil laut dan minerba Papua berlimpah. "Kelemahan Papua stigma kultur pemalas dan bodoh membuat mereka mudah di eksploitasi dan dibohongi," pungkasnya. Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan tanggapan atas dugaan penyalahgunaan dana operasional gubernur oleh Lukas Enembe yang berkaitan dengan adanya peraturan gubernur (pergub) di Papua. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menduga pergub dipakai Lukas Enembe untuk menyamarkan tindakan penyalahgunaan dana operasional tersebut. Direktur Produk Hukum Daerah Kemendagri Makmur Marbun mengatakan, sebuah pergub tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya. Dalam konteks pergub di kasus Lukas Enembe, Kemendagri akan melihat terlebih dulu muatan aturannya. "Pada prinsipnya peraturan gubernur tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kami harus melihat terlebih dahulu materi muatan dalam pergub tersebut," ujar Makmur kepada wartawan, Rabu (28/6). Makmur menjelaskan, penyusunan pergub terkait dengan biaya operasional mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Adapun besaran biaya operasional ditentukan dari klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diberitakan sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana operasional gubernur oleh Lukas Enembe. Anggaran operasional Lukas Enembe tersebut fantastis untuk ukuran kepala daerah, yakni Rp 1 triliun setahun sepanjang 2019-2022. Dugaan penyalahgunaan dana operasional Lukas Enembe pertama kali diungkap oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. “Itu yang bersangkutan setiap tahun dana operasional yang bersangkutan itu Rp 1 triliun lebih,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Senin (26/6). Dana sebesar itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Menurut Alex, jumlah tersebut lebih besar dari aturan mengenai besaran dana operasional gubernur yang ditetapkan Kemendagri. Nilai dana operasional diatur berdasarkan persentase tertentu dari APBD. Berdasarkan temuan KPK, sebagian dana operasional Lukas Enembe itu digunakan untuk belanja makan dan minum. Alex pun mengungkapkan simulasi jika sepertiga saja dana operasional itu digunakan untuk belanja makan dan minum maka dalam satu hari Lukas menghabiskan rata-rata Rp 1 miliar uang negara. Adapun dugaan penyelewengan dana operasional Gubernur Papua oleh Lukas Enembe disamarkan melalui pergub. Melalui produk hukum itu, Lukas Enembe diduga bersiasat membuat penyalahgunaan dana operasional menjadi sah. Dugaan kecurangan itu tetap tidak ditemukan meskipun KPK telah memeriksanya di Kemendagri. “Dibuat peraturannya dulu, sehingga itu menjadi legal padahal nanti masuknya ke bagian makan minum,” kata Asep Guntur. Oleh karenanya, menurut Asep, Lukas Enembe melakukan dugaan korupsi dengan modus grand corruption. Dengan cara membentuk aturan yang melegalkan kegiatan-kegiatan menyimpang. “Melakukan korupsi tapi dengan dibuat peraturannya seolah-olah menjadi benar, seperti itu,” ujar Asep. Sebagaimana diketahui, Lukas Enembe mulanya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD pada September 2022. Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka. Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp 35.429.555.850 atau Rp 35,4 miliar. Belakangan, KPK menyebut Lukas Enembe diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 46,8 miliar dari berbagai pihak swasta. Kemudian, KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). (AL) #Enembe Buat Pergub