Menguak Aliran Dana Korupsi BTS Kominfo di Senayan, Sinyal Kejagung Periksa Komisi I DPR?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 6 Juli 2023 14:16 WIB
Jakarta, MI - Dana korupsi proyek pembangunan serta penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kominfo diduga mengalir ke sejumlah pihak. Bahkan diduga mengalir ke komisi I DPR RI dan BPK RI. Meski pihak komisi I DPR RI telah membantah akan hal ini, namun publik masih ragu kebenaran tidak terlibatnya pihak yang bermitra kerja dengan Menkominfo Johnny G Plate yang saat ini menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan menara BTS 4G itu. Pasalnya, dugaan aliran dana itu muncul setelah dua tersangka korupsi BTS, Irwan Hermawan dan Windi Purnama, mengaku mengirimkan uang sebesar Rp 70 miliar kepada Nistra Yohan (staf ahli Sugiono-Anggota Komisi I DPR dari Partai Gerindra). Dalam BAP Irwan Hermawan sebagai saksi yang menyebutkan menerima uang sekitar Rp 243 miliar. Sumber uang itu terdiri atas 7 sumber yang berbeda dalam rentang waktu 2021-2022. Dalam keterangan itu, Irwan mengaku sama sekali tidak menikmati uang yang diduga terkait dengan proyek BTS 4G. Justru uang itu dipergunakan untuk mengalirkannya ke sejumlah pihak sesuai dengan perintah Anang Latif (mantan Dirut Bakti Kominfo). Tujuan untuk mencegah pengusutan proyek tersebut di lembaga penegak hukum. Dugaan ini terus menguak ke muka publik hingga muncul spekulasi-spekukasi atau penggiringan opini liar. Maka untuk membuat hal ini jelas dan terang benerang, Kejaksaan Agung (Kejagung) didorong memeriksa pihak komisi I DPR RI dan BPK RI yang diduga terseret dalam kasus ini. Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar hal ini tentunya menjadi kewenangan daripada penyidik Jampidsus Kejagung untuk menelusuri semua aliran uang haram itu. "Kewajiban penyidik kejaksaan untuk menelusuri semua arah larinya uang termasuk kepada komisi I DPR RI dan BPK RI," ujar Abdul Fickar kepada Monitorindonesia.com, Kamis (6/7). [caption id="attachment_541768" align="alignnone" width="701"] Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Istimewa)[/caption] Diketahui berdasarkan permohonan praperadilan, tertera bahwa oknum di dua lembaga (DPR dan BPK) tersebut menerima saweran melalui Windi Purnama, tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada perkara korupsi BTS Kominfo. Uang itu diduga diberikan Windi Purnama kepada pimpinan Komisi I DPR melalui perantara berinisial NY. Saweran yang diberikan mencapai Rp 70 miliar ke oknum pimpinan Komisi I DPR tersebut. Sementara kepada oknum pimpinan BPK, Windi Purnama diduga mengantarkan saweran melalui perantara berinisial SS. Nominal yang diberikan kepada oknum pimpinan BPK tersebut mencapai Rp 50 miliar. “Berdasar pengakuan WP telah menyerahkan uang sebesar Rp 50 milar kepada orang bernama SS yang berdasar pengakuan keduanya diduga diperuntukkan kepada oknum pimpinan BPK," kata Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), pada Senin (26/6). Kurniawan ini adalah perwakilan LP3HI dan MAKI dalam sidang perdana praperadilan terhadap Jampidsus-Kejagung serta Komisi III DPR RI terkait desakan agar penyidikan tersangka korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo juga turut dijerat dengan pasal-pasal dalam UU 8/2010 tentang TPPU.Akan tetapi sidang perdana, Senin (26/6) itu digelar singkat tanpa kehadiran pihak Kejakgung maupun Komisi III. Abdul Fickar melanjutkan bahwa jika memang terbukti ada aliran dana korupsi yang merugikan negara Rp 8,32 triliun itu, maka para penerima dana pun bisa diproses hukum. "Ya seharusnya siapapun yang terindikasi tersangkut, maka penegak hukum harus memproses semuanya," tegas Abdul Fickar. Kejagung Dalami Aliran Dana ke Komisi I DPR Kejagung bakal mendalami dugaan adanya aliran dana sebesar Rp70 miliar dari hasil korupsi proyek pembangunan serta penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika ke Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Kuntadi menyatakan bahwa pihaknya akan terus mencari barang bukti terkait kesaksian tersebut. “Kami tidak memanggil orang yang didasarkan oleh asumsi yang menurut kami tidak didukung alat bukti yang cukup,” ujar Kuntadi, Selasa (4/7). Jika sepanjang penyelidikan tidak ditemukan alat bukti yang cukup, Nistra dan Sugiono tidak akan diperiksa oleh penyidik Kejagung. Komisi I Kukuh Membantah Komisi I DPR tetap membantah adanya dugaan aliran dana sebesar Rp70 miliar dari hasil korupsi proyek pembangunan serta penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Sementara, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bakal mendalami informasi aliran duit itu. "Tanya Kejaksaan Agung jangan tanya ke saya kalau kemarin sudah disampaikan bahwa tidak ada aliran dana, jadi mau ditanya apa lagi," ujar nggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/7). Namun demikian, Dave tak menjawab saat dikonfirmasi apabila Kejaksaan Agung akan mendalami ke Komisi I soal dugaan aliran uang tersebut. Politikus Partai Golkar itu menegaskan tak ada hal yang berusaha ditutupi. "Memang tidak ada, enggak ada yang ditutupi, jadi tidak ada aliran, jadi tidak ada yang dikhawatirkan," tutur Dave. 4 Klaster Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) telah mengungkapkan temuan empat klaster dalam skandal korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) proyek pembangunan serta penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kominfo. Keempat klaster tersebut terdiri dari kelompok di pihak Kemenkominfo dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), klaster kedua dari pihak lembaga pengawas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketiga adalah klaster pemborong, dan terakhir adalah klaster keempat yang melibatkan para makelar kasus yang "bergentayangan" di lingkungan kejaksaan untuk pengamanan penerapan pasal-pasal tertentu dalam proses penyidikan. Dua lembaga tersebut pun mendesak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menjerat semua pihak yang terlibat dalam empat klaster korupsi yang menjerat bekas Menkominfo Johnny G. Plate. "Keempat klaster ini, semuanya turut menikmati aliran-aliran uang yang diduga bersumber dari tindak pidana korupsi dalam pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Kemenkominfo ini," kata Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), pada Senin (26/6). Dalam kasus korupsi dan TPPU BTS 4G BAKTI Kemenkominfo, tim penyidikan di Jampidsus menetapkan sementara delapan orang sebagai tersangka. Johnny Gerard Plate (JGP) ditetapkan tersangka atas perannya selaku menteri komunikasi dan informatika, serta kuasa pengguna anggaran (KPA). Anang Achmad Latif (AAL) ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) BAKTI. Dan tersangka lainnya, adalah pihak swasta. Yakni Galumbang Menak Simanjuntak (GMS), Yohan Suryanto (YS), Mukti Ali (MA), Irwan (IH), dan Windy (WP), dan terakhir Muhammad Yusrizki (MY alias YUS) yang merupakan Direktur Utama perusahaan milik suami Puan Maharani selaku Ketua DPR RI. (AL)