Buru Dukumen Penting Korupsi LNG Pertamina, KPK dan BPK ke Amerika Serikat

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 23 September 2023 05:40 WIB
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke Amerika Serikat untuk mencari dokumen penting dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Liqufied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina periode 2011-2021. KPK melibatkan BPK karena sebagai institusi yang melakukan penghitungan terhadap kerugian keuangan negara. "Tim penyidik beserta dengan tim dari KPK berangkat ke AS terkait dengan pemenuhan pencarian bukti perkara dimaksud. Dengan BPK karena terkait pasal yang disangkakan yaitu Pasal 2, Pasal 3 di mana salah satu unsur pasalnya adalah kerugian keuangan negara," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Sabtu (23/9). Menurut jenderal polisi bintang satu ini, bahwa dokumen yang sedang diburu itu untuk melengkapi bukit-bukti lainnya yang telah dimiliki KPK. Kasus ini telah menyeret mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan. Ketua KPK Firli Bahuri membeberkan duduk perkara yang akhirnya membelit Karen dalam pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) pada PT Pertamina Persero tahun 2011 sampai dengan tahun 2021 ini. "Menjadi komitmen KPK untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan adanya tindak pidana yang menjadi wewenang KPK, atas informasi dan data yang terverifikasi selanjutnya dilakukan penyelidikan sebagai upaya menemukan dugaan terjadinya peristiwa pidana korupsi," kata Firli kemarin. Karen ditetapkan sebagai tersangka diperkuat lagi dengan bukti permulaan yang cukup sehingga naik pada tahap penyidikan. Sebagai informasi bahwa Galaila Karen Kardinah  (GKK) alias Karen Agustiawan adalah Direktur Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2009 sampai dengan tahun 2014. Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan penahanan tersangka Karen selama 20 hari pertama, terhitung 19 September 2023 sampai dengan 8 Oktober 2023 di Rutan KPK. Adapun Konstruksi perkara, diduga telah terjadi sekitar tahun 2012, PT Pertamina (Persero) memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia. "Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia dikurun waktu 2009 s/d 2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia," katanya. GKK alias KA yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menialin keriasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri. Diantaranya: CL (Corpus Christi Liquefaction) LC Amerika Serikat. Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina. Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan dilingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal in Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah saat itu. Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CL LC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah mask ke wilayah Indonesia. Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi mergi di pasar internasional ole PT Pertamina Persero. Perbuatan GK alias KA bertentangan dengan ketentuan, diantaranya, sebagai berikut: Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tanggal 3September2008. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MB/2011 tanggal 1Agustus 2011. Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN. Dari perbuatan KK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar US$ 140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 Triliun. Karen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (An) #Korupsi LNG