Sikat Habis Penerima Uang Korupsi BTS Kominfo! Ratusan Miliar Rupiah!!!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 28 September 2023 18:08 WIB
Jakarta, MI - Aliran dana korupsi proyek pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung 2,3,4 dan 5 BAKTI Kominfo semakin menyeruak di meja hijau Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Seperti diungkapkan saksi mahkota Irwan Hermawan dan Windi Purnama, bahwa setidaknya ada ratusan miliar rupiah yang mengalir keberbagai pihak. Irwan merupakan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, sedangkan Windi merupakan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang juga kerabat Irwan. Jumlahnya cukup fantastis, yakni Menpora Dito Aritedjo sebesar Rp 27 miliar, oknum anggota BPK RI Sadikin Rp 40 miliar hingga ke pada Komisi I DPR RI Rp 70 miliar melalui "penjembatan" Nistra Yohan selaku staf ahli anggota DPR RI Sugiono dari fraksi partai Gerindra. Seperti dirangkum Monitorindonesia.com, Kamis (28/9) berikut fakta persidangannya: Rp 27 Miliar Irwan dalam sidang lanjutan kasus ini pada Selasa 9 September 2023 kemarin, mengakui bahwa dirinya memberikan uang Rp27 miliar ke Dito Ariotedjo. Namun, ia tak menjelaskan latar belakang orang yang disebutnya. "Ada lagi pak?" tanya Ketua majelis hakim yang menangani perkara ini Fahzal Hendri. "Ada lagi," jawab Irwan. "Untuk menutup [kasus BTS 4G] juga?" tanya hakim Fazhal. "Iya," jawab Irwan. "Berapa?" tanya hakim Fazhal lagi. "Rp27 miliar," jawab Irwan. Lewat Resi dan Windi Ia menjelaskan uang tersebut dititipkan melalui seseorang bernama Resi dan Windi untuk diberikan kepada Dito. Hakim mencecar Irwan perihal sosok Dito yang dimaksud. "Dito apa?" tanya hakim Fazhal menegaskan. "Pada saat itu namanya Dito saja," kata Irwan. "Dito apa pak? Dito itu macam-macam," kata hakim Fazhal. "Belakangan saya ketahui Dito Ariotedjo," jelas Irwan. Untuk mempertegas sosok Dito yang dimaksud, hakim anggota Rianto Adam Pontoh pun turut bertanya kepada Irwan. "Apakah Dito Menpora sekarang?" tanya Rianto. "Iya benar," ujar Irwan. "Kepentingan apa dia dengan BTS 27 miliar," kata Rianto. "Untuk penyelesaian kasus," kata Irwan. Rp 40 Miliar Dalam kesempatan yang sama, Windi Purnama mengaku menyerahkan uang Rp 40 miliar untuk BPK RI itu melalui seseorang bernama Sadikin. "Saya tambahkan Yang Mulia. Jadi, beberapa yang saya kirim uang itu, Yang Mulia, saya mendapatkan nomor dari Pak Anang (mantan Direktur Utama BAKTI), seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat Signal. Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK, Yang Mulia," kata Windi memberi kesaksian. Hakim Fahzal lantas menanyakan kepada Windi sosok yang meminta dirinya menyerahkan uang kepada Sadikin. Windi menyebut nama mantan Direktur Utama BAKTI Anang Achmad Latif. "Siapa yang minta sama saudara itu?" tanya hakim Fahzal. "Permintaan dari Pak Anang," jawab Windi. Windi pun mengaku menyerahkan uang senilai Rp 40 miliar kepada Sadikin di parkiran sebuah hotel mewah di kawasan Bundaran HI Jakarta. Menurut Windi, uang puluhan miliaran itu disimpan di dalam koper. "Berapa, Pak?" tanya hakim Fahzal. "Rp 40 miliar," jawab Windi. Mendengar hal itu, hakim Fahzal pun terkejut mendengar nominal uang tersebut. "Ya Allah! Rp 40 miliar? Diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau uang dolar AS, dolar Singapura, atau Euro?" tanya hakim Fazhal. "Uang asing, Yang Mulia. Saya lupa detailnya, mungkin gabungan antara dolar AS dan dolar Singapura," jawab Windi. Lalu, ketika ditanyakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung RI terkait tujuan penyerahan uang tersebut, Windi mengaku tidak tahu. "Untuk penyerahan uang ke BPK RI dalam hal ini apakah Pak Anang Latif itu menyampaikan apa tujuan atau kepentingan uang Rp 40 miliar untuk diserahkan ke BPK?" tanya jaksa. "Saya tidak tahu, Pak," jawab Windi. Rp 70 Miliar Irwan dan Windi mulanya menjelaskan pemberian uang Rp70 miliar kepada seseorang bernama Nistra Yohan yang diduga merupakan staf ahli di Komisi I DPR. "Pada saat itu sekitar akhir 2021 saya dapat cerita dari Pak Anang [mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif] bahwa beliau mendapat tekanan-tekanan tertentu terkait proyek BTS terlambat dan sebagainya. Jadi, selain dari Jemy [Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan] juga (ada) dana lain yang masuk namun penyerahan kepada pihak tersebut dilakukan oleh Pak Windi," ujar Irwan. Hakim lantas bertanya kepada Windi mengenai pihak yang turut menerima uang dalam kasus BTS. Berdasarkan informasi yang diterima dari Anang, Windi menyebut pihak dimaksud ialah Nistra Yohan. "Saudara enggak bisa sebut nama orangnya?" tanya hakim Fahzal kepada Windi. "Belakangan di penyidikan Yang Mulia, jadi saya mendapatkan nomor telepon dari Pak Anang, seseorang bernama Nistra," jawab Windi. "Nistra tuh siapa?" tanya hakim Fazhal lagi, "Saya juga pada saat itu [diinformasikan] Pak Anang lewat Signal Pak, itu adalah untuk K1," jelas Windi. "K1 itu apa?" tanya hakim Fazhal. "Ya itu makanya saya enggak tahu Pak, akhirnya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa, 'Oh, katanya Komisi 1'," ungkap Windi. Sementara itu, Irwan menambahkan nama Nistra Yohan pernah ia dengar dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, ia juga mendengar nama tersebut dari pemberitaan di media massa. "Tahu kamu pekerjaannya apa, Wan?" tanya hakim Fazhal. "Saya tidak tahu, kemudian muncul di BAP [Berita Acara Pemeriksaan] apa media. Belakangan saya tahu dari pengacara saya beliau [Nistra Yohan] orang politik, staf salah satu anggota DPR," jawabnya. "Berapa diserahkan ke dia?" tanya hakim Fazhal lagi. "Saya menyerahkan dua kali Yang Mulia, totalnya Rp70 miliar," jelas Irwan. 'Sikat Habis' Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menegaskan bahwa, tidak ada alasan lagi Kejaksaan Agung untuk tidak menindaklanjuti fakta persidangan ini. Bahkan ia menekankan agar semua pihak yang diduga menerima atau mencicipi aliran dana korupsi BTS Kominfo "disikat habis" tanpa pandang bulu. "Semua pihak yang disebut menerima aliran dana jika juga termasuk para anggota DPR harus "disikat", diproses hukum agar semua institusi dan instansi termasuk DPR akan bersih daripada korupsi," tegas Abdul Fickar saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Kamis (28/9). [caption id="attachment_379317" align="alignnone" width="800"] Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar. (Foto: MI/Wawan)[/caption] "Demikian juga Menpora Dito sudah beberapa kali disebut, cukup keteranga dua orang saksi atau alat bukti lain bisa ditingkatkan statusnya menjadi tersangka, agar kabinet Pak Jokowi dibersihkan dari para koruptor," timpal Abdul Fickar. Sementara itu, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang geram dengan kasus ini, menegaskan sudah saatnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menerbitkan surat pembawa saksi pengadilan untuk memberikan kesaksiaanya soal dugaan aliran dana korupsi yang merugikan negara Rp 8,32 triliun ini. “Jaksa harus menerbitkan surat perintah membawa. Jadi dicari dan kemudian diminta keterangan. Kalau sampai nggak datang ya bisa aja diterapkan menghalangi penyidikan gitu bagi yang bersangkutan,” ujar Boy begitu disapa Monitorindonesia.com, Kamis (28/9). Jika tidak memenuhi panggilan nanti, tegas Boy lagi, maka mereka dapat dikatakan sebagai pihak yang menghalangi penyidikan (Obstruction of Justice) kasus korupsi yang menyeret bekas Menkominfo Johnny G Plate dan 11 orang lainnya. “Karena dipanggil dalam urusan korupsi itu harus datang, kalau nggak datang bisa dianggap menghalangi penyidikan (Obstruction of Justice),” kata Boy. [caption id="attachment_556807" align="alignnone" width="717"] Koordinator MAKI, Boyamin Saiman (Foto: Istimewa)[/caption] “Jadi ya diminta keterangan dan nanti, juga Dito harus dihadirkan di pengadilan untuk menjadi saksi terutama untuk terdakwa Irwan Hermawan itu Menpora Dito harus dihadirkan sebagai saksi. Langkah ke depannya yang paling jauh ya ke situ,” tambahnya. 12 Orang Telah Diseret 1. Anang Achmad Latif (AAL) – Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo Anang Achmad Latif ditetapkan sebagai tersangka, pada 4 Januari 2023 lalu. Anang diduga sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain dalam lelang proyek itu. Dalam proses lelang proyek tersebut tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran. Hal itu dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di mark up sedemikian rupa. Direktur Utama BAKTI, Anang Achmad Latif (AAL) (Foto: Doc MI) Anang telah didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. 2. Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) – Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia ditetapkan sebagai tersangka, pada 4 Januari 2023 lalu. Galumbang diduga memberikan saran dan masukan terhadap Anang untuk membuat Peraturan Direktur Utama yang akan menguntungkan vendor dan konsorsium serta perusahaan miliknya. Galumbang Menak Simanjuntak mengenakan rompi tahanan Kejagung (Foto: Doc MI) Galumbang didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. 3. Yohan Suryanto – Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, ditetapkan sebagai tersangka, pada 4 Januari 2023 lalu. Yohan Suryanto (Foto: Ist) Yohan dengan sengaja menggunakan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis terkait proyek pembangunan BTS 4G yang mengakibatkan kemahalan harga pada proyek itu. Yohan didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor, dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor 4. Mukti Ali – Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment ditetapkan sebagai tersangka pada 25 Januari 2023 lalu. Mukti melakukan permufakatan bersama Anang dalam proses pengadaan BTS 4G sedemikian rupa sehingga ketika mengajukan penawaran harga, PT Huawei Tech Investment langsung ditetapkan sebagai pemenang. Mukti Ali (Foto: Ist) Mukti Ali didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. 5. Irwan Hermawan – Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan ditetapka sebagai tersangka pada 7 Februari 2023 lalu. Irwan kedapatan melakukan permufakatan bersama Anang dengan merekayasa pelaksanaan pengadaan proyek BTS 4G. Irwan Hermawan (Foto: Doc MI) Irwan didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 6. Johnny G Plate – Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 17 Mei 2023 lalu. Johnny G Plate dalam kapasitasnya sebagai kuasa pengguna anggaran beberapa kali menerima aliran dana dari proyek pembangunan BTS 4G. Dalam surat dakwaan jaksa, Plate disebut memperkaya diri dengan menerima uang Rp17,8 miliar. Johnny G Plate (Foto: Doc MI) Johnny G Plate didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 7. Windi Purnama – Pihak swasta yakni Windi Purnama ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Mei 2023 lalu. Windi merupakan orang kepercayaan dari Irwan yang bertugas menjadi penghubung dengan pihak lainnya dalam kasus tersebut. Windi Purnama (Foto: Ist) Windi Purnama disangkakan dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. 8. Muhammad Yusrizki – Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kadin Muhammad Yusrizki ditetapka sebagai tersangka pada 15 Juni 2023 lalu. Yusrizki juga sebagai Direktur Utama PT Basis Utama Prima dinilai telah melakukan tindak pidana dalam proses penunjukkan sebagai penyedia panel surya hingga akhirnya menimbulkan kerugian keuangan negara. Muhammad Yusrizki (Foto: Doc MI) Yusrizki disangkakan dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 9. Jemmy Sutjiawan – Dirut PT Sansaine ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 11 Sepetember 2023. Jemmy diduga telah menyerahkan sejumlah uang pada AAL, IH, GMS, dan MYM dalam rangka untuk mendapatkan pekerjaan proyek pembangunann infraskturktur BTS paket 1 sampai dengan 5. Jemmy Sutjiawan (Foto: Ist) Dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 10. Elvano Hatorangan – Pejabat PPK Bakti Kominfo ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 11 Sepetember 2023. Elvano diduga telah memanipulasi kajian untuk seolah-olah dapat diselesaikan 100 persen apabila diberikan waktu perpanjangan dan belakangan terbukti perpanjangan diberikan, nyatanya pekerjaan tersebut tidak selesai. Karena diduga isi dari kajian tersebut diduga tidak menggambarkan kondisi riil dari penangan proyek dimaksud. Elvano Hatorangan (Foto: Ist) Elvano dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 11. Muhammad Feriandi Mirza – Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul Bakti Kominfo ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 11 Sepetember 2023. Bersama-sama dengan Anang Achmad Latif (AAL) Dirut Bakti, mengondisikan perencanaan sehingga akibat perbuatan tersebut memenangkan penyedia tertentu yang telah dilakukan sebelumnya. Muhammad Feriandi Mirza (Foto: Ist) Mirza dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 12. Walbertus Natalius – Tenaga Ahli Kemenkominfo ditetapkan sebagai tersangka pada 20 September 2023. Walbertus diduga melakukan dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, atau menghalangi/merintangi secara langsung atau tidak langsung terkait penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Tenaga Ahli Kominfo Walbertus Natalius (Foto: Ist) Walbertus disangkakan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Wan)