Rempang Bergejolak Efek Domino Kepentingan Investor!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 23 September 2023 01:44 WIB
Jakarta, MI - Pengosongan lahan di Pulau Rempang yang dilakukan pasukan gabunngan TNI, Polisi, Satpol PP Pemkot Batam serta Ditpam (BP) Batam berkekuatan 1.010 personel dengan jumlah kendaraan yang digunakan 60 mobil petugas aparat gabungan demi berjalannya Proyek Rempang Eco City. "Ini kasus sudah lama tapi karena eksekusi dilakukan hari Kamis 7 September 2023 saat tahun politik jadi ada kepentingan ekonomi demi kepentingan dana Pemilu. Pasca kejadian Polri/TNI/Satpol PP/Ditpam mendirikan lima Posko di Jembatan Barelang IV, Simpang cafe, Sungai Buluh Simpang Sembulang, Simpang Rezeki, dan Kantor kecamatan Galang. Dengan tiap posko dijaga 20-30 personil aparat," begitu kata praktisi hukum, Kurnia Zakaria saat disapa Monitorindonesia.com, Sabtu (23/9). "Peristiwa Rempang belum selesai sudah terjadi kericuhan di Seruyan, Kalimantan Tengah pada tanggal 22 Sepetmeber 2023 dan Pohuwato Gorontalo tanggal 21 September 2023," timpal kriminolog Universitas Indonesia (UI) ini. Lanjut Kurnia, bahwa pada tahun 1971 dengan Keppres No.74 Tahun 1971 dibentuk Badan Otoritas Batam yang dipimpin langsung BJ Habibie sebagai Menteri Ristek dan Teknologi era Orde Baru. Keppres No.41 tahun 1973 diberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada Otorita Batam. "Sehingga para investor hanya boleh menyewa atau kontrak kepada Badan Otorita Batam, jadi semuanya alasnya adalah tanah milik negara. Tahun 2004 digagas BP Batam dan Pemkot Batam bekerjasama mengerjakan Rempang Eco City bekerja sama dengan PT. Makmur Elok Graha," kata Kurnia menjelaskan. Pada tahun 2023 ini, tutur Kurnia, dimasukkan dalam Program Strategis Nasional (PSN) dengan Permenko Bidang Perekonomian RI No. 7 Tahun 2023 ditandatangani Erlangga Hartanto tanggal 28 Agustus 2023 dengan harapan agar ada pemasukan dana investasi tahun 2.080 sebesar Rp 381 triliun. "Pulau Rempang menjadi bagian dari BP Batam. Tetapi ternyata di pulau Rempang ada areal tanah bekas HGU Perkebunan, kawasan Hutan Lindung, dan Kawasam Kampung Tua yang dihuni oleh 3 suku penduduk asli Rempang," jelasnya. Dengan PP No.46 Tahun 2007, ungkap Kurnia, berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dengan membangun jalan By Pass Trans Batam-Rempang-Galang sejauh 70 km lebih (Barelang) dengan dibangun 6 jembatan Barelang menghubungkan Pulau Batam dengan Rempang dan Galang. "Pasal 1 Permendagri No.52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat mengakui masyarakat hukum adat Kampung Tua di Batam Rempang. Sesuai Keputusan Wali Kota Batam No. KPTS.105/HR/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 memberi Hak Pengelolaan Lahan bagi masyarakat Kampung Tua," beber Kurnia. "Dalam Traktat London 1824 terdapat 45 titik kampung tua di Rempang yang sudah ada sejak 188 tahun lalu sejak dari Kerajaan Lingga, lalu Kerajaan Riau sebagai daerah jajahan Belanda hingga Kerajaan Johor dan Kerajaan Pahang sebaggai daerah jajahan Inggris". PT Makmur Elok Graha (MEG) adalah anak Perusahaan Artha Graha Network (AG Network) milik Tommy Winata yang telah berhasil membangun Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBDB) Batam yang melibatkan PT. MEG. Di Pulau rempang nantinya akan berdiri pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik Xinyi Glass Holding Ltd Group dengan nilai invetasi proyek US$ 11,6 miliar setara Rp 174 triliun, dengan menggunakan lahan seluas 7.524 hektar (45,89% luas pulau) di Pulau Rempang Kepulauan Riau yang ditandatangani bulan Juli 2023 lalu. Sedangkan Pulau Rempang seluruhnya seluas 16.500 hektar dimana 10.028 hektar adalah hutan lindung nasional dimana PT Makmur Elok Graha punya hak konsesi selama 80 tahun. Tanah yang akjan dikuasai Xinyi (PMA RRC) tanahnya sudah jelas mengandung pasir silica atau pasir kuarsa bahan baku untuk membuat Kaca. Dan Solar Panel. Selain Pulau Rempang daerah pertambangan pasir kuarsa/silica ada di Natuna dan Lingga. Penduduk yang terkena dampak proyek akan direlokasi dari pinggir pantai ke daerah lebih tinggi di bukit gunung Rempang dengan luas tanah 500m2 dan akan diberikan rumah tipe 45 senilai Rp 120.000.000,-/KK ke kawasan Dapur 3 Sijantung. Saat Presiden Jokowi menunjuk Menteri BKPM/Investasi Bahlil Lahadiala sebagai Mediator Pemerintah hari Senin 18 September 2023 lalu memang berbicara dengan 3 orang dari Kekerabatan Masyarakat Adat tempatan (Keramat) di kampung Pantai Melayu tetapi tidak dengan perwakilan 4 dusun yang akan direlokasi yang tetap menolak direlokasi. Dihadapan media, Menteri Bahlil didampingi Gerisman dan Suardi dari Keramat sepakat relokasi diubah menjadi digeser ke wilayah yang dekat dari tempat asal masih di pantai yang sama sejauh 4-10 km dan langsung mengejar jadwal pesawat sore hari ke Jakarta tanpa dialog dengan masyarakat lainnya yang tidak merasa sebagai anggota Keramat dari 16 kampung yang akan digusur, diulang lagi penyataannya di Nusa Dua Bali 20 September 2023. Tetapi Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan mayoritas penduduk Pulau Rempang mau di relokasi di Jakarta Selasa 19 September 2023. Saat penggusuran tanggal 7 September 2023 terjadi bentrokan antara rakyat yang demo tidak mau direlokasi bentrok fisik dengan aparat gabungan hingga Polisi dengan menggunakan Mobil Canon Air. Semprotan air yang membuat sakit Mata dan senapan gas air mata diarahkan ke para pendemo dan arah rumah penduduk dan Sekolah SDN 24 Galang dan SMPN 22 Batam. Sehingga anak-anak yang sedang belajar disekolah SDN 24 dan SMPN 22 Panik dan Trauma meninggalkan Sekolah lewat pintu belakang sambil berteriak-teriak panik dan sesak napas. Gerisman Ahmad Ketua Kerampat 16 Kampung/desa/dusun Pulau Rempang dan Pulau Galang memang menolak direlokasi karena sudah menjadi penduduk asli Pulau Rempang dan pulau Galang yang terdiri dari Suku Melayu, suku Laut dan Suku Orang darat Rempang sejak tahun 1894 saat Kerajaan Riau Lingga. Dan saat rakyat mau legalisasi tanah sejak tahun 2000-an selalu ditolak BPN Batam Kepulauan Riau. Dalam penjelasan Ketua BP Batam Muhammad Rudi mengatakan hanya yang digunakan 2.000 hektar yang dipakai Rempang Eco City berdampak kepada 91 KK yang sudah bersedia direlokasi sedang 168 KK sedang berunding sisanya 441 KK masih menolak di tiga kampung Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung dan Pasir Panjang dari 4 kampung yang akan digusur dalam tahap pertama dari 16 kampung yang akan dipindahkan. "Apabila karena kepentingan Rempang Eco City kepemilikan tanah masyarakat Kampung Tua harus diakui jangan hanya diganti dengn tanah HGB diatas HPL Batam," tegas Kurnia. Artinya hak ulayat adat kampung Tua tidak diakui hanya diakui sebagai Hak Sewa, BP Batam menghiraukan Surat Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan kemasyarakatan Kementerian Sekretariat Negara No. B.2593/KemensetnegD-3/DM.05/05/2015 tanggal 12 Mei 2015 harus berpegang kepada Keppres No.41 Tahun 1973. (An)