'Demam Nikel Bikin Pemerintah Kehilangan Akal Sehat'! 2045 Indonesia Emas atau Cemas?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Januari 2024 13:45 WIB
Pemandangan tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Foto: Getty Images)
Pemandangan tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Foto: Getty Images)

Jakarta, MI - Koordiantor Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar menilai pemerintahan Presiden Jokowi memberi "karpet merah" bagi investasi China tanpa memedulikan setumpuk masalah yang terjadi di lapangan, termasuk sengketa lahan, isu kesehatan, dan kerusakan lingkungan.

"Demam nikel membuat pemerintah kehilangan akal sehat. Kemudahan-kemudahan yang diberikan untuk masuknya investasi China ke Indonesia, terutama di rezim kedua Jokowi, menimbulkan kerusakan yang sangat masif akibat pembongkaran nikel dan pengolahannya di kawasan industri," kata Melky dikutip pada Senin (29/1).

Sementara itu, Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) mencatat sejumlah kasus sengketa lahan yang terjadi di wilayah produksi dan pengolahan nikel, termasuk Morowali dan Halmahera Tengah yang telah menjadi kawasan industri. Misalnya, di Desa Bahomakmur di Morowali, warga setempat berkonflik dengan CV Sentosa Abadi, kontraktor tambang PT Bintangdelapan Mineral yang merupakan bagian dari Bintangdelapan Group.

Warga menganggap perusahaan mengintimidasi dan menyerobot lahan bersertifikat mereka untuk pembangunan bengkel alat berat, kantor, dan tempat tinggal karyawan.

Sebaliknya, perusahaan melaporkan warga ke polisi dengan tuduhan pengancaman, pemerasan, dan pencemaran nama baik serta menggugat warga ke pengadilan dengan tuntutan ganti rugi Rp50 miliar.

Di Halmahera Tengah, laporan AEER menunjukkan pembebasan lahan berskala besar sejak dimulainya pembangunan Kawasan Industri Weda Bay pada 2018 memicu sengketa lahan dan hilangnya ruang hidup warga, terutama di tiga desa: Lelilef Woebulen, Lelilef Sawai, dan Gemaf.

Hingga 2023, banyak warga masih menolak tawaran ganti rugi lahan senilai Rp9.000 per meter dari PT IWIP. Mereka menilai harganya mestinya berkisar di Rp30.000–Rp220.000 per meter. Apalagi, sejumlah lahan merupakan kebun produktif yang sehari-hari digarap warga untuk mencari nafkah.

"Warga desa-desa terdampak menghadapi 'kebuntuan' dalam mencari sumber penghidupan karena selain hilangnya kebun, warga juga semakin kesulitan mencari ikan," tulis AEER di laporan "Dilema Halmahera di Tengah Industri Nikel" yang dirilis Juli 2023.

"Hilangnya terumbu karang dan hutan bakau di sekitar pantai akibat adanya reklamasi di sekitar wilayah PT IWIP untuk pembangunan bandara, area perkantoran, serta PLTU berujung pada semakin menjauhnya area nelayan untuk menangkap ikan," tambahnya.

Operasi PLTU di kawasan industri di Morowali dan Halmahera Tengah pun disebut telah membuat udara tercemar dan memicu lonjakan kasus infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA.

Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), warga Desa Fatufia di Morowali paling terdampak dari operasi PLTU di kawasan industri. Debu batubara disebut kerap masuk ke rumah bila warga tidak menutup rapat pintu dan jendela. "ISPA jadi soal utama warga," tulis Walhi dalam "Catatan Akhir Tahun 2021".

Sementara itu, hasil wawancara AEER dengan petugas Puskesmas Lelilef di Halmahera Tengah menunjukkan adanya peningkatan kasus ISPA dari rata-rata 300 per tahun sebelum masuknya PT IWIP hingga 800-1.000 per tahun per Juni 2023.

Di sisi lain, operasi tambang nikel di Indonesia telah mengakibatkan deforestasi hingga 78.948 hektare sejak 2014, menurut analisis LSM Satya Bumi bersama Walhi.

Akhirnya, tata kelola penambangan dan pengolahan nikel yang buruk justru berkontribusi terhadap perubahan iklim, meningkatnya polusi udara, dan hilangnya keanekaragaman hayati, tulis Satya Bumi dan Walhi dalam laporan "Neo-Ekstraktivisme di Episentrum Nikel Indonesia" yang dirilis Oktober 2023.

Padahal, tujuan besar pemerintah mengembangkan industri hilir nikel adalah mendorong penggunaan kendaraan listrik untuk memerangi perubahan iklim.

Di luar itu semua, masalah perlindungan tenaga kerja pun banyak disorot, terutama setelah salah satu tungku smelter di Kawasan Industri Morowali meledak pada 24 Desember 2023. Kejadian itu menewaskan setidaknya 21 orang dan membuat 38 lainnya cedera.

"Segala masalah yang muncul harusnya sudah cukup untuk mendorong pemerintah menerapkan moratorium pembangunan smelter nikel baru," kata Melky.

Pada Oktober 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memang mengatakan sedang mempertimbangkan rencana moratorium smelter nikel. Namun, ini hanya untuk smelter dengan teknologi pirometalurgi yang mengolah bijih nikel saprolit berkadar tinggi, yang hasilnya kerap digunakan untuk produksi baja nirkarat.

Alasannya pun untuk menjaga pasokan bijih nikel di masa depan, bukan mencegah kerusakan lingkungan lebih jauh dan menata ulang industri hilir nikel.

"Mestinya kan moratoriumnya berangkat dari laju perluasan kerusakan yang demikian gila-gilaan. Kerusakan itu mesti dihentikan. Salah satu caranya adalah dengan moratorium, kemudian melakukan audit atas seluruh kerusakan serta melakukan penegakan hukum dan pemulihan," beber Melky.

Bila kondisinya tidak berubah, kata Melky, rakyat Indonesia terpaksa harus menanggung akibatnya di masa depan. "Jadi, saya kira 2045 itu bukan 'Indonesia Emas', tapi 'Indonesia Cemas'." katanya.

Ekonom Bhima Yudhistira mengatakan, bahwa ketika ekonomi China bermasalah, aliran investasi ke Indonesia dan volume perdagangan dua negara itu dapat menurun sehingga neraca dagang, cadangan devisa, dan nilai tukar rupiah bisa tertekan.

Proyek-proyek China di Indonesia pun bisa kena imbasnya, termasuk berbagai smelter nikel. "Kapasitas produksi smelternya bisa diturunkan perlahan," kata Bhima. "Lalu misalnya sudah sepakat mau ekspansi, mau bangun ini-itu, tiba-tiba enggak jadi," cetusnya.

Banyak proyek China di Indonesia merupakan bagian dari program BRI yang pertama diluncurkan pada 2013, termasuk Kawasan Industri Morowali, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Sumsel 1, dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Selama 10 tahun berjalannya BRI, China mengklaim telah berinvestasi di sekitar 3.000 proyek dengan nilai lebih dari US$1 triliun di 150 negara.

Per 2021, ada 71 proyek infrastruktur BRI di Indonesia dengan nilai total AS$20,3 miliar, menurut kajian lembaga riset AidData asal Amerika Serikat.

Namun, 31 proyek di antaranya disebut "bermasalah", entah karena memicu kontroversi, merusak lingkungan, adanya dugaan korupsi, atau kinerjanya tak sesuai harapan.

Sejumlah pengamat dan pakar internasional pun khawatir soal jeratan utang proyek dari BRI, terutama melihat apa yang terjadi di Sri Lanka. Konstruksi Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka dimulai pada 2008 dengan bantuan utang US$1,3 miliar berbunga tinggi dari China. Karena kesulitan membayar utang, akhirnya Sri Lanka sepakat menyerahkan 70% saham pelabuhan itu kepada BUMN China dengan masa sewa 99 tahun sejak 2017.

Hasil riset AidData yang dirilis pada 2021 menunjukkan, Indonesia memiliki "utang tersembunyi" kepada China sebesar US$17,28 miliar. Istilah ini merujuk pada utang yang datang dari transaksi bisnis antara perusahaan atau bank milik negara maupun perusahaan patungan dan swasta. Karena itu, ia tidak dicatat atau dikelola sebagai utang pemerintah.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo pun sempat menjelaskan melalui akun X-nya, "utang tersembunyi" itu memang tidak dikelola pemerintah, tapi jika wanprestasi tetap berisiko "nyerempet pemerintah".

Karena itu, Indonesia harus cermat mengantisipasi segala risiko sejak awal serta menghindari investasi berkualitas rendah dari China, termasuk yang berpotensi membawa masalah sosial dan lingkungan.

Dua masalah itu, kata Bhima, kerap hadir dalam proyek-proyek yang melibatkan investasi China. Namun, tambahnya, pemerintah seakan tutup mata, meski banyak proyek yang ada tidak efektif menghasilkan efek berganda di perekonomian domestik.

"Karakteristik investasi China itu, karena ingin cepat, dia mengimpor banyak sekali bahan baku besi dan baja dari luar negeri. Makanya, apa korelasinya antara konstruksi smelter yang masif itu dengan BUMN atau perusahaan lokal di sektor besi dan baja? Nggak ada," katanya.

"Belum lagi, investasi di sektor pengolahan bersifat padat modal, sehingga cenderung membutuhkan banyak tenaga kerja hanya di awal saat masa konstruksi, tapi tidak saat telah beroperasi," tambah Bhima.

Risiko Ketergantungan Investasi China

Ekonom Mohammad Faisal menyatakan bahwa saat ekonomi China terguncang, Indonesia bisa dengan cepat terkena dampaknya. Menurut Faisal, tanda-tandanya mulai terlihat dari realisasi investasi China dan Hong Kong pada 2023, yang turun 21,4% dibanding tahun sebelumnya.

Ini terjadi setelah pertumbuhan ekonomi China melambat ke 3% pada 2022 dari 8,4% pada 2021. Meski angkanya sempat menyentuh 5,2% tahun lalu, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan China bakal berkisar hanya di 4% dalam dua tahun ke depan.

"Saat ada ketergantungan besar, kalau terjadi sesuatu yang mengganggu perekonomian negara asal investasi tersebut, ini akan mengganggu kita juga dengan lebih kuat, lebih cepat," kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) itu pada Kamis (25/1).

Apalagi, China sedang sibuk menghadapi krisis properti. Karena itu, aktivitas penanaman modal ke luar negeri jadi terhambat.

Bagaimana Derita Nikel?

Saling serang antara co-captain Timnas Anies-Muhaimin, Thomas Lembong, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dan Menteri Investasi/ BKPM, Bahlil Lahadalia soal hilirisasi nikel yang berimbas oversupply dan membikin harga nikel.

Sayangnya saling serang ini tak menyebut derita rakyat karena hilirisasi. Kata Tom spaannya pembangunan smelter secara masif di dalam negeri berpotensi menyebabkan kelebihan suplai nikel, sehingga harga hasil tambang mineral itu akan jatuh. 

Kini pun produsen mobil Tesla di China, kata dia, telah menggunakan LFP (Lithium Ferro Phosphate), 100 persen dan tidak lagi menggunakan nikel. 

Bahlil dan Luhut lantas kompak menyerang balik Tom soal hilirisasi nikel dan kendaraan listrik. 

Lagi-lagi Jatam menganggap pernyataan Tom dan serangan Luhut bersama Bahlil hanya menggambarkan tabiat elit politik soal kepentingan industri. Mereka justru sama sekali tidak membicarakan dampak yang dirasakan masyarakat sekitar tambang dan smelter nikel. 

"Saling serang soal hilirisasi hanya menggambarkan tabiat elit politik soal kepentingan industri bukan soal dampak yang dirasakan masyarakat sekitar tambang dan smelter nikel."

“Hilirisasi itu telah memicu perluasan pembongkaran nikel yang berdampak pada lenyapnya ruang produksi warga, pencemaran sumber air dan perairan laut, perusakan kawasan hutan yang memicu deforestasi, terganggunya kesehatan warga, hingga kekerasan dan kriminalisasi, serta kecelakaan kerja yang berujung pada kematian,” ucap Juru Kampanye Jatam, Alfarhat Kasman, dalam rilis pers pada Jumat (26/1). 

Situasi itu terjadi di hampir seluruh kawasan industri, baik di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, PT Gunbuster Nickel Industry di Morowali Utara, Virtue Dragon Nickel Industry di Konawe, Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Halmahera Tengah, hingga Kawasan Industri di Pulau Obi yang dikendalikan Harita Group. 

Alfarhat menyebutkan ribut-ribut elit politik ini sekedar menggambarkan perebutan kekuasaan pada Pemilu 2024, bukan mengkritisi membongkar borok proyek hilirisasi andalan Presiden Jokowi yang ugal-ugalan. 

Selain itu, menurutnya kepentingan bisnis Bahlil dan Luhut, sejumlah pengusaha, dan elit politik yang tersebar di tiga pasangan capres-cawapres Pemilu 2024 juga terganggu.

“Bahlil, misalnya, terhubung ke PT Meta Mineral Pradana, perusahaan tambang nikel yang memiliki dua izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Pemegang saham perusahaan ini dimiliki oleh PT Rifa Capital (10%) dan PT Papua Bersama Unggul (90%), milik Bahlil,” kata dia.

Sementara Luhut, menurut penelusuran Jatam, memiliki relasi dengan PT Energi Kreasi Bersama (Electrum), perusahaan patungan antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) dan PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), milik Luhut. 

Electrum berfokus pada pengembangan ekosistem dan industri kendaran listrik secara terintegrasi dari hulu ke hilir, meliputi manufaktur sepeda motor listrik, teknologi pembuatan baterai, infrastruktur penukaran (swap) baterai dan stasiun pengisian daya, hingga pembiayaan.

Melalui GoTo ini pula, kepentingan bisnis Luhut ketemu dengan Garibaldi ‘Boy’ Thohir, yang beberapa hari lalu mengklaim sejumlah taipan mendukung pasangan Prabowo-Gibran. Boy Thohir tercatat sebagai pemegang saham sekaligus menjabat sebagai Komisaris GoTo.

“Tak ayal jika keramaian itu hanya soal kepentingan mereka sendiri dan kroni serta industri itu sendiri. Parahnya lagi, gaduh nikel itu demi meraup keuntungan politik di Pemilu 2024, tidak dalam rangka mengatasi penderitaan dan kerusakan lingkungan akibat proyek hilirisasi,” ucapnya.

Dipakai atau tidak dipakainya nikel Indonesia oleh Tesla, sama sekali tak berdampak pada pengurangan pembongkaran nikel di Kepulauan Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Sebaliknya, pembongkaran terus berlanjut, mengabaikan derita rakyat dan kerusakan lingkungan yang tak pernah terurus.