Indef: Indonesia Banyak Sekali Impor, Garam Saja Impor

Zefry Andalas
Zefry Andalas
Diperbarui 9 Februari 2024 19:19 WIB
Ilustrasi - Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti (posisi tengah) . (Foto: MI/ZA - Tangkap Layar)
Ilustrasi - Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti (posisi tengah) . (Foto: MI/ZA - Tangkap Layar)

 Jakarta, MI - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan, saat ini ketergantungan impor pangan masih menjadi problem besar di Indonesia.

"Problem pangan di Indonesia kita lihat banyak sekali impor, tidak hanya impor beras saja tapi sayur mayur, buah-buahan, sampai garam saja impor. Padahal kita tahu lautan kita sangat luas tapi kenapa garam saja impor," kata Esther di agenda Panen News FGD di Hotel Kaisar Jakarta Selatan, Jumat (9/2).

Menurut Esther, jumlah impor pangan Indonesia dari tahun ke tahun terus naik dan jumlahnya tidak main-main. Padahal dahulu Indonesia pernah swasembada beras, bahkan menjadi raja ekspor komoditas gula.

"Tahun 1984 kita swasembada beras, kita dapat penghargaan FAO, tapi sekarang impor beras. Zaman Belanda kita eksportir gula terbesar dunia nomor 6. Sekarang kita termasuk 10 besar importir gula di dunia. Ini zaman kebalik-balik," ucapnya.

Lebih lanjut, Esther menyinggung sikap pemerintah yang serba impor ketika ketersediaan pangan mulai berkurang.

"Kalau beras produksi kurang maka impor. Kalau gula kurang, impor. Semua impor. Ini kita enggak berpikir jangka panjang bagaimana kita swasembada pangan baik beras maupun yang lain," ujarnya.

Salah satu kebijakan sektor pangan yang dia kritik adalah bansos yang nyatanya tak signifikan tekan angka kemiskinan. Dia mengungkap, data BPS menyebut dari 2011 sampai 2024 angka kemiskinan di Indonesia hanya turun 2 persen, berbanding terbalik dengan besaran anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk bansos.

"Dari tahun 2009 hanya Rp 17 triliun. Sekarang 2024 itu sekitar Rp 496 triliun. Jadi angka kemiskinan 2 persen selama kurang lebih 12 tahun, sementara bansos naik puluhan, malah ratusan triliun," pungkasnya.