Jor-joran Gelontorkan Bansos Masa Kampanye Penyebab Harga Beras Naik?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 22 Februari 2024 08:40 WIB
Karikatur - Ilustrasi - harga beras baik, beban hidup makin berat (Foto: Dok MI)
Karikatur - Ilustrasi - harga beras baik, beban hidup makin berat (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengungkapkan harga beras meroket gara-gara adanya perubahan iklim yang membuat sejumlah wilayah harus mengalami gagal panen. Kondisi ini, menurut Jokwoi, hampir terjadi di seluruh negara di dunia. 

"Kenapa naik? Karena ada yang namanya perubahan iklim, ada yang namanya perubahan cuaca sehingga gagal panen, produksi berkurang sehingga harganya naik," kata Jokowi saat memberikan bantuan beras di Gedung Kawasan Pertanian Terpadu, Kota Tangerang Selatan, Banten, kemarin.

Namun demkian, ahli pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, menilai pernyataan tersebut tak sepenuhnya benar. Sebab di negara lain seperti Thailand dan Vietnam tak mengalami kekurangan beras.

Menurutnya salah satu penyebab kenaikan harga beras karena produksi padi turun pada tahun 2023 akibat El Nino. Ia menjelaskan, pada 2023 produksi padi turun sekitar satu juta ton karena luas panen yang turun signifikan sekitar 300.000 hektare.

Penyebab lain, adalah ekonomi beras global. Pada Juli tahun 2023, katanya, India melarang ekspor beras karena pertimbangan politis di mana Perdana Menteri Narendra Modi tengah menghadapi pemilu pada 2024.

Koordinator Koalisi Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah, sependapat demikian. Hanya saja dia menilai ada faktor lain yang turut mengerek kenaikan harga beras yakni kebijakan pemerintah yang jor-joran menggelontorkan bantuan sosial (bansos) saat masa kampanye kemarin.

"Implementasi dari kemarin jor-joran bansos juga berpengaruh. Sebagian ada yang ditarik ke premium untuk dicampur dengan beras medium untuk dijadikan bansos. Situasi ini yang memicu harga naik dan [beras] premium jadi langka di pasaran," jelasnya kepada wartawan dikutip pada Kamis (22/2).

Said menambahkan bahwa cadangan beras pemerintah juga disebut tak cukup banyak di akhir tahun. Jika ketersediaan beras premium tidak diantisipasi dari sekarang maka konsumen yang dari kelas menengah atas ini akan bergeser mengonsumsi beras medium. Imbasnya maka beras medium akan ikut langka. 

"Karena numpuk di situ konsumsinya, berat di medium. Apalagi asumsinya bansos pangan tidak diteruskan karena selesai setelah kegiatan politik. Ini jadi berat di kelompok menengah ke bawah, akan jadi masalah baru."

Hal inilah alasan Ayip Said mengusulkan kepada pemerintah agar segera merelaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET), agar beras premium agar tidak mengganggu segmentasi di kelas menengah bawah. 

Saat ini HET beras medium berkisar Rp10.900-Rp11.800 per kilogram dan beras premium antara Rp13.000-Rp14.000 tergantung zona masing-masing.

Sementara untuk menjaga stabilitas beras medium, Said menyarankan agar cadangan beras milik Bulog dilempar dalam bentuk operasi pasar secepatnya. Terutama di wilayah-wilayah yang kebutuhannya besar serta ke keluarga petani di pedesaan.

Selain itu, sisa kuota impor beras dari komitmen akhir tahun lalu perlu didorong untuk segera masuk ke dalam negeri demi menjaga ketersediaan stok.
Sebab pemerintah harus mengantisipasi stok beras jelang Idulfitri yang rata-rata konsumsinya naik 1 sampai 1,5 kali.

"Kalau situasi ini tidak diberesin, ada pretensi dimainkan kelompok tertentu demi menjaga ketidak-ajegan situasi politik. Karena beras ini jadi instrumen yang bisa dimainkan untuk menciptakan situasi chaos. Ini kan tidak kita inginkan," ungkapnya.

Sementara itu, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengatakan pemerintah akan terus menggelontorkan beras SPHP (Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan) guna menjaga stabilitas harga beras nasional. Dia menjamin, beras murah ini memiliki kualitas bagus dan tidak kalah dengan beras premium.

Beras SPHP sambungnya, dijual kisaran Rp10.900-Rp11.000 perkilogram dan akan dijual di pasar tradisional maupun ritel modern. Zulhas juga berkata, harga beras premium masih akan bergerak naik karena beras lokal premium masa panennya bergeser akibat El Nino.

Masa panen raya itu diperkirakan jatuh pada bulan April-Mei atau mundur dibandingkan tahun lalu yang jatuh pada Januari-Maret. Itu sebabnya, pemerintah akan meningkatkan distribusi beras program SPHP dari sebelumnya 100.000 ton per bulan kini naik menjadi 250.000 ton tiap bulan.

Adapun soal ketersediaan stok beras menjelang puasa dan Lebaran dipastikan aman. "Menjelang Ramadan dan Lebaran, ketersediaan beras tidak masalah, berasnya banyak. Kita punya stok beras Bulog 1,4 juta ton," tutur Zulhas.

Rencananya pada tahun ini, pemerintah pun membuka opsi mengimpor 2 juta ton beras dari Thailand.

Namun demikian, Ayip Said Abdullah mewanti-wanti agar impor beras itu tak merusak panen raya petani yang diperkirakan bulan April-Mei. "Karena dilematis, mending enggak usah kalau datangnya [beras] pas jelang panen. Harapannya ingin pulih, tapi menjatuhkan harga kan besar risikonya," tambah Ayip Said.