Komisi Kejaksaan Monitor Kajian Hukuman Mati Koruptor dari Jaksa Agung

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 1 November 2021 12:49 WIB
Monitorindonesia.com- Komisi Kejaksaan (Komjak) memonitor kajian hukuman mati koruptor yang disuarakan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Komjak menilai kajian tersebut penting dan segala respons yang muncul sekarang ini bisa diserap agar pemberantasan korupsi selaras dengan aspirasi masyarakat serta ketentuan hukum yang berlaku. “Tentu kami akan melakukan monitoring. Saya kira kami akan mendorong wacana itu karena semangat kita agar Indonesia maju dan pemberantasan korupsi bisa dimaksimalkan, zero tolerance,” kata Ketua Komjak Barita Simanjuntak, Senin (1/11/2021). Dia menilai Jaksa Agung tidak berupaya mencampuri wewenang pengadilan melalui wacana hukuman mati koruptor. Malah sebaliknya, Jaksa Agung ingin memastikan jajarannya siap menerapkan tuntutan mati dalam penanganan korupsi. Penerapan tuntutan maksimal pidana mati tidak mudah. Barita mengungkapkan, jaksa harus memiliki bukti-bukti yang kuat untuk menuntut pidana mati sehingga tuntutan jaksa dikabulkan hakim. “Saya kira Jaksa Agung tidak mencampuri wewenang pengadilan karena beliau bicara soal penuntutan dan jaksa harus benar-benar firm mengenai itu. Lagipula kalau kita lihat UU No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan, jaksa merupakan lembaga pemerintah yang menjalankan fungsi penuntutan. Secara lembaga Kejaksaan masuk dalam sistem peradilan pidana,” kata Barita. Dia menilai, semangat Jaksa Agung meminta jajarannya melakukan kajian hukuman mati koruptor merupakan respons atas dinamika yang ada di masyarakat. Selain itu, secara ketentuan perundang-undangan penerapan hukuman mati memungkinkan kendati diatur secara limitatif dalam UU Tipikor. “Artinya jaksa harus firm, sekali jaksa menuntut mati harus benar-benar tidak ada alasan yang meringankan bagi terdakwa. Sebab Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor membuka ruang untuk itu,” ungkapnya.