Suap Bupati Kuansing, KPK Periksa Kepala BPN Riau

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 17 November 2021 11:04 WIB
Monitorindonesia.com - Kasus suap Bupati Kuansing terus dikebut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kali ini memeriksa Kepala Badan Pertanahan (BPN) provinsi Riau M Syahrir. Dia diperiksa untuk mendalami dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) sawit di Kuantan Singingi (Kuansing). "Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka AS (Bupati nonaktif Kuansing Andi Putra)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Rabu (17/11/2021). Terkait kasus suap di Kuansing, Ipi belum bisa menjelaskan keterangan yang dibutuhkan penyidik dari Syahrir. Namun, belakangan KPK mendalami dugaan Andi tebar duit di BPN untuk membantu PT Adimulia Aglolestari dalam pengusutan HGU sawit. KPK juga memeriksa memeriksa Direktur Utama PR Tri Tunggal Ind Rudy Noerhayadi, dan Coorporate Affair PT Tri Sakti Purwosari Makmur Carolus Wiro Handoko. Kedua orang itu juga dipanggil sebagai saksi untuk Andi Putra. Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait OTT di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso. Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024. Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar. KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu. Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021. Dalam kasus ini, Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.