Firli Bahuri: Sistem Pemberantasan Korupsi Memerlukan Integrator

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 27 Desember 2021 08:45 WIB
Jakarta, Monitorindonesia.com - Dalam pemberantasan korupsi harus mengedepankan fungsi pencegahan, koordinasi, supervisi, monitoring, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan melaksanakan putusan hakim serta pengadilan yang telah memperoleh putusan hukum tetap secara berhasil guna dan berdaya guna. Demikian dikatakan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam keterangan tertulis, Senin (27/12/2021). Menurut Firli, dalam pemberantasan korupsi tidak bisa dilaksanakan sendiri, namun dalam sistemnya harus memerlukan integrator. "Tidak ada pemberantasan korupsi yang bisa dilakoni sendiri. Mungkin mimpi itu pernah ada pada sebagian kalangan tetapi itu utopia. Kita sering menciptakan pahlawan dalam sistem pemberantasan korupsi, padahal sistem itu memerlukan integrator," jelas Firli. Firli menambahkan, KPK akan terus bekerja agar terciptanya sistem pemberantasan korupsi yang ideal dengan sekurang-kurangnya melalui tiga tahapan. "Tahapan pertama adalah regulasi yang jelas. Kedua adalah institusi yang terbuka sehingga tidak ada lagi ruang gelap untuk melakukan korupsi karena sesungguhnya transparansi merupakan 'ruh' demokrasi," jelasnya. Dan yang ketiga, kata Firli, adalah komitmen seluruh pemimpin kementerian/lembaga untuk menyatakan korupsi adalah musuh bersama. "Oleh karena itu, pemimpin harus membangun sistem yang tidak akan pernah ramah dengan korupsi. KPK senantiasa terus mendampingi," ungkapnya. Tak hanya itu, KPK juga, kata Firli tetap konsisten dan fokus dengan penerapan konsep trisula pemberantasan korupsi. Pertama, pendidikan sebagai upaya membangun dan menanamkan nilai, karakter, budaya, dan peradaban manusia Indonesia yang antikorupsi. Kedua adalah mengedepankan upaya pencegahan dan monitoring. Dalam hal ini, KPK akan fokus bekerja pada hulu, melakukan penelaahan dan kajian regulasi, serta memastikan berlakunya sistem yang baik. "Dengan sistem yang baik, tidak ada peluang dan kesempatan untuk melakukan korupsi. Hal ini sesuai dengan amanat UU KPK bahwa lembaga antirasuah masuk ke seluruh instansi demi membentuk regulasi yang antikorupsi," ujar Firli. Ketiga adalah penindakan. Dia menyatakan tidak sekadar pemidanaan badan, tetapi hal yang penting adalah pengembalian kerugian negara hingga perampasan aset hasil korupsi demi pemulihan kerugian negara. Kendati demikian, menurut Firli setelah revisi UU KPK lembaganya tambah kuat karena bekerja dalam sistem pemerintahan yang baik dalam membangun orkestra pemberantasan korupsi di bawah kepemimpinan Presiden. "Orkestrasi tersebut menyentuh semua kamar kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif, dan partai politik," tutupnya. (Wawan)