Menko Polhukam Soal Kasus Kabasarnas: Jangan Sampai Substansi Perkaranya Kabur Tak Berujung ke Pengadilan Militer

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 29 Juli 2023 15:18 WIB
Jakarta, MI - Menko Polhukam Mahfud MD menyesalkan kasus dugaan suap yang menyeret Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi hingga berujung permintaan maaf Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI). “Meskipun harus disesalkan, problem yang sudah terjadi itu tak perlu lagi diperdebatkan berpanjang-panjang,” ujar Mahfud, Sabtu (29/7). Yang penting kata Mahfud adalah kelanjutannya, agar terus dilakukan penegakan hukum atas substansi masalahnya, yakni korupsi. "Mengapa harus meneruskan masalah pokok dan berhenti memperdekatkan prosedurnya? Sebab KPK sudah mengaku khilaf secara prosedural, sedangkan di lain pihak TNI juga sudah menerima substansi masalahnya, yakni sangkaan korupsi untuk ditindaklanjuti berdasar kompetensi peradilan militer,” jelas Mantan Ketua MK ini Menurut Mahfud, yang penting masalah korupsi yang substansinya sudah diinformasikan dan dikordinasikan sebelumnya kepada TNI ini harus dilanjutkan dan dituntaskan melalui Pengadilan Militer. Perdebatan tentang ini di ruang publik, lanjut dia, jangan sampai menyebabkan substansi perkaranya kabur sehingga tak berujung ke Pengadilan Militer. “Meskipun terkadang ada kritik bahwa sulit membawa oknum militer ke pengadilan tetapi biasanya jika suatu kasus sudah bisa masuk ke pengadilan militer sanksinya sangat tegas dengan konstruksi hukum yang jelas,” pungkasnya. Sebelumnya, KPK telah menyatakan permohonan maafnya terhadap TNI karena OTT militer aktif tersebut. KPK disebut menyalahi Undang-undang Militer. Militer aktif disebut hanya bisa diadili polisi militer. “Ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan, dan ke depan kami akan berupaya kerjasama yang baik antara TNI dengan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers, Jumat, (28/7). Marsdya Henri Alfiandi sendiri menyebut, harusnya KPK mengikuti mekanisme militer. “Penetapan saya sebagai tersangka semestinya melalui mekanisme hukum yang berlaku,” kata Henri Alfiandi beberapa waktu lalu. Adapun sebagai pemberi suap dalam kasus ini yakni Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil. Kemudian sebagai tersangka penerima diantaranya Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK mengamankan uang Rp 999, 7 juta di bagasi mobil Afri Budi Cahyanto. Henri Alfiandi ditetapkan tersangka pada 26 Juni lalu. Dan diperiksa Puspom TNI pada 27 Juli. (Wan)