Usut TPPU di Kasus BTS Kominfo, Kejagung Periksa Admin Parkir Senayan Avenue PT Harmoni Tri Sekawan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Oktober 2023 17:29 WIB
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana (Foto: Dok MI)
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus korupsi base transceiver station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Pengusutan dilakukan dengan memeriksa satu saksi pada Kamis (26/10). 

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menyatakan bahwa saksi itu adalah AA selaku Admin Parkir Senayan Avenue PT Harmoni Tri Sekawan. Ia terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) BTS Kominfo.

"Diperiksa terkait perkara dengan tersangka atas nama Elvano Hatorangan (EH) dkk. Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan," kata Ketut.

Diketahui, bahwa Kejaksaan Agung telah menetapkan 14 tersangka dalam perkara dugaan korupsi yang merugikan negara Rp 8,032 triliun ini.

“Saat ini tim penyidik pada Jampidsus telah menetapkan sebanyak 14 Orang tersangka/terdakwa dalam perkara dimaksud,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, Senin (16/10).

Dari 14 orang itu dibagi dalam beberapa kategori, yakni enam terdakwa yang tengah menjalani proses persidangan, dua di tahap II atau belum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, dan enam lainnya di tahap penyelidikan khusus.

Untuk terdakwa (sedang menjalani persidangan) yaitu Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Irwan Hermawan dan Johnny G Plate.

Tahap II (belum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri) yaitu Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki.

Sementara tersangka yang masih dalam tahap Penyelidikan Khusus adalah Jemmy Setiawan, Elvano Hatorangan, Muhammad Feriandi Mirza, Walbertus Natalius Wisang, Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi mengatakan, perkara atas nama Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli merupakan perkara yang berbeda dengan perkara induk atau pokok korupsi penyediaan infrastruktur BTS. Sedangkan, perkara atas nama keduanya merupakan berkaitan dengan upaya-upaya lain di luar korupsi BTS.

Tim penyidik pun telah melakukan upaya paksa penangkapan terhadap Sadikin dan penggeledahan di kediamannya. Ketut menyebut, Sadikin merupakan pihak swasta.

Edward Hutahaean disangkakan pasal gratifikasi dan penyuapan, karena status yang bersangkutan merupakan seorang penyelenggara negara yang menjabat sebagai komisaris di salah satu perusahaan BUMN. Ketut menyatakan bahwa tim penyidik terus mendalami aliran dana Rp 15 miliar yang terlibat dengan Edward.

“Karena peristiwa penyerahannya sudah lewat, merupakan sebuah tantangan bagi tim penyidik untuk merekonstruksi ulang proses-proses yang terpisah. Alat bukti saksi saja tidak cukup, kami masih memerlukan bukti lain untuk dilakukan pendalaman,” tambah Kuntadi. (An)