Apa Itu Praperadilan yang Ajukan Firli Tersangka Pemerasan SYL?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 17 Desember 2023 12:43 WIB
Sidang gugatan Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Foto: MI/Aswan)
Sidang gugatan Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Foto: MI/Aswan)
Jakarta, MI -  Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK nonaktif, Firli Bahuri membuat gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) terkait statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan ) Syahrul Yasin Limpo (SYL). 

Sidang praperadilan yang diajukan oleh Firli telah berjalan sejak Senin (11/12) kemarin. Persidangan telah memasuki tahap pemeriksaan saksi dari Firli sebagai pemohon dan Polda Metro Jaya sebagai termohon. PN Jaksel bakal memutuskan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri ini pada Selasa (19/12) mendatang.

Sebelum membahas lebih jauh fakta-fakat praperdilan mantan jenderal polisi bintan tiga itu, Monitorindonesia.com, Minggu (17/12) mengulas definisi daripada praperdilan itu.

Dikutip dari berbagai sumber, bahwa praperadilan merupakan suatu kewenang pihak Pengadilan Negeri dalam hal memeriksa dan memutus menurut sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan. Pengadilan Negeri juga memeriksa dan memutus menurut sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Hal ini demi tegaknya hukum dan keadilan.

Tentang praperadilan, umumnya diatur dalam pasal 77 sampai pasal 83 Undang-undang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP. 

Sebenarnya upaya pra-peradilan tidak hanya sebatas itu, karena secara hukum ketentuan yang mengatur tentang pra-pradilan menyangkut juga tentang tuntutan ganti kerugian termasuk ganti kerugian akibat adanya tindakan lain yang di dalam penjelasan pasal 95 ayat (1) KUHAP ditegaskan kerugian yang timbul akibat tindakan lain yaitu, kerugian yang timbul akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.

Sehingga dalam konteks ini praperadilan lengkapnya diatur dalam pasal 1 butir 10 KUHAP Jo. Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 dan pasal 95 sampai dengan Pasal  97 KUHAP, pasal 1 butir 16 Jo. Pasal 38 sampai dengan Pasal 46, pasal 47 sampai dengan Pasal 49 dan pasal 128 sampai dengan Pasal 132 KUHAP.

Dalam konteks ini pra peradilan tidak hanya menyangkut sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, atau tentang sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan, atau tentang permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi, akan tetapi upaya praperadilan dapat juga dilakukan terhadap adanya kesalahan penyitaan yang tidak termasuk alat pembuktian, atau seseorang yang dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. 

(Vide : Keputusan Menkeh RI No.:M.01.PW.07.03 tahun 1982 ), atau akibat adanya tindakan lain yang menimbulkan kerugian sebagai akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum.

Perlu diketahui pula, bahwa praperadilan sering dilakukan oleh tersangka atau keluarga tersangka melalui kuasa hukumnya dengan cara melakukan gugatan atau permohonan praperadilan terhadap pihak kepolisian atau terhadap pihak Kejaksaan ke Pengadilan Negeri setempat, yang substansi gugatannya mempersoalkan tentang sah tidaknya penangkapan atau sah tidaknya penahanan atau tentang sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan.

Namun sesungguhnya praperadilan secara hukum dapat juga dilakukan pihak Kepolisian terhadap pihak Kejaksaan, begitu juga sebaliknya. Perlu untuk diketahui juga bahwa pasal 77 sampai dengan pasal 83 KUHAP yang mengatur tentang Praperadilan tidak hanya memberikan hak kepada tersangka atau keluarganya untuk mempraperadilankan Kepolisian dan Kejaksaan, namun pasal tersebut juga memberi hak kepada Kepolisian untuk mempraperadilankan Kejaksaan dan memberi hak kepada Kejaksaan untuk mempraperadilankan Kepolisian.

Adapun putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding (Pasal 83 ayat (1), kecuali terhadap putusan yang menyatakan “tidak sahnya” penghentian penyidikan dan penuntutan (Pasal 83 ayat (2) KUHAP).

Dalam hal ada permohonan banding terhadap putusan pra peradilan sebagaimana dimaksud Pasal 83 ayat (1) KUHAP, maka permohonan tersebut harus dinyatakan tidak diterima.

Pengadilan Tinggi juga akan memutus permintaan banding tentang tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan dalam tingkat akhir.
Selain itu, terhadap Putusan praperadilan tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi.

Berkaitan dengan batas waktu gugurnya praperadilan, hal ini diatur di dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang berbunyi “dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur”. Pasal tersebut menjelaskan bahwa praperadilan gugur apabila suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri.

Gugur dan tidaknya status sebagai tersangka ini, sangat dinantikan oleh pihak pengunggat dan tergugat. Contohnya adalah penetapan tersangka terhadap ketua KPK nonaktif Firli Bahuri yang disebutkan diatas. Kubu Firli sebagai pengunggat, sementara Polda Metro Jaya sebagai pihak tergugat.

Dalam sidang praperadilan perdana pada beberapa waktu lalu, kuasa hukum Firli, Ian Iskandar, menyatakan banyak pelanggaran dalam proses penetapan kliennya sebagai tersangka. Firli menuding SYL secara sengaja membuat laporan dugaan korupsi karena takut dijadikan tersangka dalam kasus korupsi di Kementan.

Firli menilai langkah pelaporan yang dilakukan SYL ke Polda Metro Jaya sebagai bentuk perlawanan balik terhadap dirinya yang ketika itu menjabat Ketua KPK. "Syahrul Yasin Limpo melakukan sejumlah tindakan untuk melemahkan dan menghambat proses penetapan tersangka terhadap dirinya. Di antaranya patut diduga telah membuat dan/atau menyuruh seseorang untuk membuat Pengaduan Masyarakat (Dumas) kepada Polda Metro Jaya," kata Ian Iskandar di PN Jakarta Selatan, Senin (11/12).

Dalam permohonannya, Firli juga meminta hakim tunggal Praperadilan PN Jaksel, Imelda Herawati memerintahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Ian menilai penyidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya tidak sah karena Laporan Polisi dan Surat Perintah Penyidikan diterbitkan pada tanggal yang sama yaitu 9 Oktober 2023.

Menurut Ian, hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan proses penyelidikan dan penyidikan yang telah diatur secara tegas dan jelas pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya pada Pasal 1 angka 2 KUHAP Jo Pasal 1 angka 5 KUHAP.

Kendati, Polda Metro Jaya membantah bahwa laporan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Firli Bahuri dilayangkan oleh SYL.

"Yang jelas bahwa SYL bukan pendumas dalam penanganan perkara a quo yang saat ini dilakukan penyidikannya oleh tim penyidik," kata Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak, Senin (11/12).

Namun, Ade tak membeberkan siapa sosok yang membuat laporan atau aduan masyarakat tersebut. Ia berdalih pihaknya mesti merahasiakan sosok tersebut. "Wajib hukumnya kami untuk merahasiakan identitas pendumas serta memberikan perlindungan kepada pendumas, dan itu diatur dalam regulasi yang berlaku," tandas Ade.

Dalam persidangan selanjutnya, Firli disebut telah beberapa kali menerima penyerahan uang yang diduga terkait dengan penanganan kasus korupsi di Kementan selama tahun 2020-2023. Tim Advokasi Bidang Hukum Polda Metro Jaya (Bidkum PMJ) menyebut total uang yang telah diterima mencapai miliaran Rupiah. Uang pertama yang diterima Firli senilai Rp800 juta, pada Februari 2021.

Ketika itu Firli menghubungi Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Brigjen Anom Wibowo untuk menyampaikan pesan kepada Kombes Irwan Anwar agar dapat segera menemui dirinya.

Selanjutnya, Irwan Anwar yang kini menjabat Kapolrestabes Semarang menghubungi Firli. Saat itu, Firli meminta Irwan untuk menemani mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang akan menemui dirinya.

Disebut Tim Advokasi Bidkum PMJ bahwa pertemuan itu terealisasi di safe house yang beralamat di Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan, pada 12 Februari 2021.

"Bahwa pada pertemuan tersebut terjadi transaksi sebesar Rp800 juta dalam bentuk valas," ungkap anggota tim Bidkum PMJ.

Selanjutnya pada 16 Februari-17 April 2021 terjadi enam transaksi penukaran valas oleh Gerardus Edward Pradodi selaku Pengamanan dan Pengawalan (Pamwal) Ketua KPK senilai Rp616,2 juta.

Firli, Irwan dan SYL kembali melakukan pertemuan di rumah Firli di Perum Villa Galaxy Bekasi Blok A2 Nomor 60 pada 23 Mei 2021. Namun, tidak ada penyerahan uang. Selanjutnya pada 30 Mei 2021, ajudan Firli, Kevin Egananta, melakukan penukaran valas Rp272,5 juta.

Penyerahan yang berikutnya terjadi di salah satu rumah yang berada di kawasan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian atau STIK-PTIK, sekitar 6 Juni 2021 atau 13 Juni 2021.

Irwan disebut menyerahkan uang dalam bentuk mata uang asing atau setara Rp1 miliar kepada Firli. Sumber uang tersebut berasal dari Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.

Irwan sebelumnya lebih dulu bertemu Hatta di kediamannya. Saat itu, ia dititipkan uang yang disimpan dalam amplop putih. Pada 19 Juni sampai dengan 19 Desember 2021, terjadi 26 kali penukaran valas oleh Kevin, Gerardus, Hendra Yoshua Daluwu, dengan total Rp3.013.194.000.

Selanjutnya, Firli disebut menerima uang dari SYL. Peristiwa itu berlangsung ketika keduanya bertemu di Gelanggang Olahraga (GOR) Tangki, Jakarta Barat, 2 Maret 2022. Dalam pertemuan itu ada penyerahan uang sejumlah Rp1 miliar.

Pada 6 Maret-8 Maret 2022 terjadi tiga transaksi penukaran valas oleh Gerardus senilai Rp212 juta. Firli disebut kembali menerima uang dari Irwan sebesar Rp1 miliar. Penyerahan uang berlangsung di rumah Firli di Villa Galaxy A2 Nomor 60 Bekasi Kota, Mei 2022.

Firli mengklaim kasus yang menjerat dirinya juga dikarenakan perkara Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Direktorat Jenderal Perkeretapian (DJKA) yang dilakukan oleh KPK tanggal 12 April 2023.

Ia menuding Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto sempat mendatangi dan mengancam para penyidik serta pimpinan KPK agar tidak menetapkan pengusaha Muhammad Suryo sebagai tersangka di kasus itu.

"Bahwa saat itu Kapolda menelepon Direktur Penyidikan KPK dengan marah serta memberikan ancaman apabila Muhammad Suryo dijadikan tersangka, maka akan ada Pimpinan KPK yang menjadi tersangka juga. Para penyidik pun juga diancam antara lain Alfred Tilukay, Anwar Munajah dan Allen Arthur Duma juga mengalami ancaman oleh Kapolda Metro Jaya," ungkap Ian.

Ian menuturkan pada 21 Agustus 2023 KPK melakukan ekpose atau gelar perkara perkembangan penyidikan dan perkara DJKA meluas menjadi lima klaster termasuk di dalamnya ada nama Suryo bersama pihak lain sebagai penerima.

"Lagi-lagi Kapolda Metro Jaya mendatangi Nawawi Pomolango [saat itu menjabat Wakil Ketua KPK] dan menyampaikan kata-kata: '...jangan mentersangkakan Suryo. Kalo Suryo ditersangkakan, maka Pak Ketua akan ditersangkakan'. Hal ini disampaikan oleh Nawawi Pomolango kepada Alex Marwata [Wakil Ketua KPK]," kata Ian.

Sementara itu, Penyidik Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri AKP Denny Siregar mengungkapkan terdapat empat alat bukti yang menjerat Firli di kasus pemerasan. Rangkaian penyidikan yang dilakukan seperti mencari dan mengumpulkan bukti menindaklanjuti Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan pada 9 Oktober 2023. Penyidik juga melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka.

"[Bukti] yang pertama keterangan saksi, kedua surat, sebagaimana formil, dengan surat perintah penyitaan, penggeledahan dan seterusnya. Kemudian, kami juga menemukan alat bukti petunjuk di dalam UU Tipikor yang diakomodasi atau dimuat dalam Pasal 26 a yang mana setelah kami memperoleh tiga alat bukti tersebut, lalu kemudian kami meminta keterangan ahli. Terdapat persesuaian baik alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lainnya sehingga diperoleh empat alat bukti," katanya.

Informasi tambahan, bahwa Polda Metro Jaya telah melimpahkan berkas dugaan pemerasan Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dengan tersangka Ketua Nonaktif KPK, Firli Bahuri ke Kejaksaan.

Usai menyelesaikan berkas perkara, Penyidik melimpahkan berkas dugaan pemerasan Firli Bahuri ke Kejaksaan Tinggi Jakarta pada Hari Jumat (15/12).

Penyerahan berkas ini merupakan tahap pertama untuk kepentingan penelitian berkas perkara.

Jika nanti berkas dinyatakan lengkap oleh Jaksa, penyidik akan lanjut dengan pelimpahan tahap kedua, yakni penyerahan berkas perkara, barang bukti, dan tersangka, sehingga Firli bisa segera diadili. Total ada 104 saksi dan 11 ahli telah diperiksa penyidik terkait dugaan pemerasan oleh tersangka Firli Bahuri. (Wan)