Amarah Keluarga Korban Kasus Gagal Ginjal Akut: Kami Harap Mereka Membusuk di Penjara!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Desember 2023 19:48 WIB
Ilustrasi tangan diinfus (Foto: MI/iStock)
Ilustrasi tangan diinfus (Foto: MI/iStock)

Jakarta, MI - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus gagal ginjal akut. Ini menandakan bahwa akan ada tersangka baru. 

Sebelumnya, ada empat orang dan lima korporasi ditersangkakan. Empat orang itu adalah Endis (E) alias Pidit (PD) selaku Direktur Utama CV Samudera Chemical dan Andri Rukmana (AR) selaku Direktur CV Samudera Chemical, Direktur Utama CV Anugrah Perdana Gemilang (APG), Alvio Ignasio Gustan (AIG) dan Direktur CV APG, Aris Sanjaya (AS). 

Sementara lima korporasi tersangka adalah PT Afi Farma, CV Samudera Chemical, PT Tirta Buana Kemindo, CV Anugrah Perdana Gemilang, serta PT Fari Jaya Pratama. Kelima korporasi itu dinilai telah memproduksi obat sirup yang mengandung cemaran berbahaya, hingga menyebabkan ratusan anak di Indonesia menderita gagal ginjal akut.

Kini, pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun diduga terlibat dalam kasus ini. BPOM saat itu dipimpin oleh Penny K Lukito, namun dia tak pernah diperiksa, hanya pejabat-pejabat lainnya. BPOM diketahui selaku regulator dalam peredaran obat yang menyebabkan kasus gagal ginjal akut, yang menewaskan ratusan anak di Indonesia. 

Kasus gagal ginjal akut pada anak ini mengalami lonjakan pada Agustus hingga Oktober 2022 lalu. Diduga berkaitan dengan tingginya cemaran dari pelarut obat sirup yang menyebabkan pembentukan kristal tajam di dalam ginjal.

Dalam perkembangannya, setidaknya per 5 Februari 2023, sudah terdapat 326 kasus gagal ginjal anak dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Dari kasus tersebut, saat itu dilaporkan total 204 anak meninggal dunia. Sisanya sembuh, tetapi dilaporkan masih terdapat sejumlah pasien yang masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta pada awal 2023.

Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah bukan suara atas penyidikan kasus ini. Kepada Monitorindonesia.com, Kamis (21/12) Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago, mengatakan bahwa pihaknya sebagai komisi yang membawahi BPOM akan terus mengawal kasus tersebut. 

"Yang pertama itu ranah Bareskrim Polri, kami tentu tidak bisa juga intervensi selain mengawal kasusnya," kata politkus partai Nasional Demokrat (NasDem) itu.

Irma sapaannya pun mempertanyakan, alasa Bareskrim Polri hingga saat ini tak kunjung memeriksa Penny K Lukito. "Kenapa yang bersangkutan tidak diperiksa," ujar Irma.

Selain Irma, eks Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menegaskan bahwa kasus ini harus dituntaskan tanpa ada intervensi pihak-pihak lainnya.

"Kasus ini harus dibuktikan siapa saja yang terlibat, apalagi gagal ginjal akut ini sudah memakan banyak korban khususnya kepada anak-anak. Misalnya kasus ini diduga kesalahan dari BPOM, tentunya hukum harus ditegakan ya," kata Retno usai mengikuti acara sosilaisasi Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2023, saat ditemui Monitorindonesia.com, Jakarta Timur, Kamis (21/12).

"Ditelisik dulu ya semuanya, siapa pihak yang bertanggung jawab semuanya itu. Namun perlu ditegaskan adalah melindungi anak-anak tugas kita semua sebenarnya ya, mereka mempunyai hak atas kesehatan," tambahnya.

Intinya, tegas dia, Polri harus dapat memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini termasuk para pejabat BPOM itu. "Soal Penny agar diperiksa saya ngggak bisa komentar. Yang jelas saya hanya menyoroti kasus ini telah menimbulkan anak-anak meinggal dunia, ya semoga kasus ini diusut transparan oleh polri," demikian Retno.

Tak sampai disitu, khususnya keluarga korban dalam kasus ini, mendesak Bareskrim Polri segera menyeret pihak yang bertanggung jawab atas peredaran obat batuk sirop beracun ke pengadilan.

Sebab selain produsen atau perusahaan farmasi, BPOM patut dianggap lalai mengawasi bahan baku obat sirop hingga diterbitkannya nomor izin edar.

Pihak diduga terlibat, disebut tidak menghargai nyawa yang melayang. Bahkan pantas membusuk di penjara.

"Mereka tidak menghargai nyawa anak kami, jadi kami harap mereka membusuk di penjara. Hukum secara maksimal sebagai efek jera agar ke depan pembuat kebijakan sadar berharganya nyawa manusia," ujar Safitri Puspa Rani, ibu dari bocah delapan tahun yang meninggal karena mengonsumsi obat batuk sirop beracun dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/12).

Rawan Intervensi

Ketua Public Interest for Police Trust sekaligus mantan Komisioner Kompolnas M Nasser mengkhawatirkan telah terjadi intervensi baik dari pihak internal kepolisian maupun eksternal selama pengusutan kasus gagal ginjal akut anak. Nasser menegaskan tidak boleh ada intervensi dalam penegakan hukum. 

"Intervensi bisa dari mana-mana, intervensi internal, bisa intervensi eksternal. Kita berharap intervensi internal jangan ada," kata Nasser dikutip pada Kamis (21/12).

Nasser lantas memastikan bahwa internal kepolisian tidak melakukan intervensi di kasus gagal ginjal akut ini. Nunung memastikan Bareskrim tidak melakukan intervensi sedikit pun. 

"Kita jamin tidak ada. Bapak bisa buktikan. Kalau tidak ada intervensi internal, bisa saja intervensi eksternal. Itu harus dilawan, Pak," tandas Nasser. (Wan)