Jokowi Diminta Pending Undur Diri Firli: Tunggu Putusan Inkracht-PTDH-Tak Dapat Pensiun

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 27 Desember 2023 02:09 WIB
Firli Bahuri, tersangka pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (Foto: MI/An)
Firli Bahuri, tersangka pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (Foto: MI/An)

Jakarta, MI - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri kembali mengirimkan surat pengunduran diri ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Sabtu (23/12). Hal itu dilakukan setelah Istana tidak memproses permohonannya lantaran dalam suratnya tidak menyatakan mengundurkan diri melainkan berhenti dari pimpinan KPK.

Menanggapi hal ini, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman meminta Jokowi untuk menunda pengunduran diri Firli sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht). Pasalnya, kata dia, pemberhentian Firli sebagai komisioner KPK yang tersandung masalah hukum harus mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang (UU) tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Berdasarkan peraturan Badan Kepegawaian Negara nomor 3 tahun 2020 tentang petunjuk teknis pemberhentian PNS dikatakan di situ dan dalam kasus Rafael Alun itu tidak serta merta orang yang tersangkut pidana dan telah diberhentikan sementara kemudian langsung disetujui permintaan pengunduran dirinya,” kata Boyamin, Selasa (26/12).

Pada peraturan terbaru, yakni UU ASN nomor 20 tahun 2023 disebutkan juga bahwa pengunduran diri tidak serta merta harus dikabulkan. Menurut Boyamin, Jokowi bisa mengambil langkah pemberhentian tidak hormat terhadap Firli usai putusan pengadilan dengan mengacu pada peraturan tersebut.

“Yang sudah berlaku sampai sekarang pengunduran diri itu hampir semua ASN sejak kejadian UU nomor 20 tahun 2023 tidak dikabulkan, jadi ya dipending sampai keputusan ini inkracht, tetap dan dia diberhentian setelah putusan itu kemudian diberhentikan dengan tidak hormat,” ungkapnya.

Boyamin meminta Jokowi adil dalam menentukan sikap terhadap semua ASN yang terbelit masalah hukum, termasuk Firli. Menurutnya, Jokowu harus menunda pengunduran diri tersebut sampai adanya putusan pengadilan agar Firli tidak mendapatkan haknya sebagai pensiunan. “Nanti setelah itu menunggu putusan inkracth dan kemudian diberhentikan dengan tidak hormat maka tidak berhak mendapatkan pensiun,” imbuhnya.

Boyamin menambahkan langkah Jokowi hanya cukup memberhentikan sementara Firli sampai proses hukumnya selesai. Selanjutnya, Jokowi bisa memberhentikan Firli secara tidak hormat apabila terbukti di pengadilan secara sah dan meyakinkan melakukan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo.

“Presiden hanya cukup menyetujui nonaktifnya, artinya ketika presiden telah menyetujui pemberhentian sementara atau nonaktif maka presiden hanya sampai titik itu, sambil menunggu putusannya inkracth,” tandasnya.