Pernyataan Kapolri "Estafet Kepemimpinan", Berpihak Kepada Capres Tetentu?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 13 Januari 2024 10:32 WIB
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Foto: MI/An)
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Foto: MI/An)

Jakarta, MI - Pernyataan Jendral Listyo Sigit Prabowo sangat tidak wajar untuk diucapkan oleh seorang Kapolri. Karena kepolisian wajib bersikap netral dalam pemilu, dan karena itu tidak boleh memberi pendapat mengenai kriteria pemimpin nasional yang bisa mengarah, dan dianggap sebagai keberpihakan, kepada calon tertentu.

Kapolri mengatakan, "Yang kita cari adalah pemimpin yang bisa melanjutkan estafet kepemimpinan. Bukan karena perbedaan, akhirnya bukan pemimpin yang kita cari, tapi yang kita pelihara perbedaan terus dan kemudian itu kita bawa dalam konflik."

"Pernyataan “estafet kepemimpinan” tidak bisa lain dimaknai sebagai presiden berikutnya melanjutkan kepemimpinan dan program pemerintahan Jokowi. Karena itu, Kapolri dapat dianggap telah berpihak kepada calon presiden tertentu," kata Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, Sabtu (13/1).

Pernyataan Kapolri tersebut sangat tidak patut dilontarkan kepada masyarakat. Pertama, pemilu adalah hak rakyat untuk menentukan pemimpin nasional (presiden). Rakyat yang akan menilai apakah kepemimpinan presiden Jokowi selama ini sudah baik atau belum. 

"Rakyat yang akan menentukan apakah presiden selanjutnya sebaiknya mempunyai program dan karakter kepemimpinan yang sama atau berbeda sama sekali dengan Jokowi. Ini adalah prinsip “kedaulatan ada di tangan rakyat” seperti dimaksud di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar," lanjut Anthony.

Oleh karena itu, tidak ada satupun pejabat boleh intervensi hak rakyat tersebut, termasuk intervensi melalui pernyataan yang mengarahkan, seperti “estafet kepemimpinan”. 

Anthony Budiawan: Sekarang Mau Korbankan Kepala Desa? Hati-hati, Makin Panik Makin Rapuh

"Karena pejabat, termasuk Kapolri harus bersikap netral. Kalau Kapolri, sebagai rakyat, mempunyai pendapat pribadi, boleh saja diungkapkan ke publik kalau yang bersangkutan tidak menjabat lagi, alias harus mengundurkan diri," ungkapnya.

Kedua, pemilu dan pemilihan presiden pada hakekatnya adalah tentang perbedaan. Ini berlaku di seluruh dunia. Pemilu adalah tentang adu gagasan, mana yang terbaik untuk bangsa dan negara. Adu gagasan adalah perbedaan.

"Kalau dalam pemilu tidak ada adu gagasan, dan tidak ada perbedaan kebijakan dan program, maka negara ini akan terjebak dalam kondisi stagnan, yang bisa berakibat fatal bagi bangsa dan negara. Antara lain, kemiskinan dan korupsi akan terus bertahan dalam kondisi sangat memprihatinkan."

"Oleh karena itu, perbedaan adalah sumber kesejahteraan bagi masyarakat. Perbedaan adalah sumber inovasi yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pembangunan bagi sebuah bangsa menuju kejayaan," demikian Anthony Budiawan.