Pakar Hukum Harap PTUN Jakarta Tak Kabulkan Gugatan Anwar Usman untuk jadi Ketua MK Lagi "Rawan Nepotisme Sesama Hakim Karier"

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Februari 2024 00:24 WIB
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar (Foto: MI/Repro Instagram@abdulhadjar)
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar (Foto: MI/Repro Instagram@abdulhadjar)

Jakarta, MI - Sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan agenda jawaban gugatan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terkait dengan keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK, akan digelar dalam waktu dekat ini. 

Gugatan itu teregistrasi dengan Nomor Perkara 604/G/2023/PTUN.JKT itu didaftarkan pada Jumat, 24 November 2023 lalu.

Namun sebelum sidang itu bergulir, kini beredar bahwa Anwar Usman akan kembali menjadi Ketua MK setelah PTUN  Jakarta menerbitkan putusan sela terhadap perkara gugatan nomor 604/G/2023/PTUN.JKT.

Kendati, hal ini dibantah oleh Juru Bicara MK Fajar Laksono. “Tidak benar. Itu informasi data umum di SIPP PTUN Jakarta tentang Gugatan 604 dengan petitum yang diminta penggugat".

Fajar menjelaskan bahwa Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN DKI Jakarta memuat informasi umum perkara. “Artinya, itu bukan informasi bahwa putusan penundaan dikabulkan. Sidang jawaban gugatan saja belum digelar, baru 21 Februari (2024) nanti sidang lagi,” kata Fajar kepada wartawan, Kamis (15/2).

Tak sampai disitu, kabar ini pun beredar di sejumlah kalangan. Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, misalnya.

Menurut Abdul Fickar Hadjar, ini putusan PTUN adalah putusan sela yang belum putusan akhir. Abdul Fickar Hadjar berpandangan bahwa meskipun keputusan mencopot Anwar Usman itu merupakan tindakan administratif pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diperkuat Surat Keputusan (SK) presiden sebagai kepala negara, seharusnya hakim PTUN itu berpikir dua kali.

"Karena yang akan diputuskan adalah putusan administratif lembaga peradilan juga yang seharusnya dihormati. Karena mengangkat jabatan hakim atau memberhentikan atau memutasinya itu urusan internal peradilan, juga Mahkamah Konstitusi atau MK," kata Abdul Fickar kepada Monitorindonesia.com, Kamis (15/2) malam.

Oleh karena itu, tegas dia, seharusnya dipertimbangkan tidak diputuskan atau tidak dikabulkan. Menurutnya, dengan memutus ini tekesan ada dugaan KKN atau nepotisme sesama hakim karier.

"Karena Anwar Usman itu bekas hakim peradilan umum, bukan akademisi atau profesi lain. Selain itu, seharusnya hakim PTUN menghormati urusan internal Mahkamah Konstitusi (MK)," tandas Abdul Fickar Hadjar.

Sebelumnya, PTUN Jakarta mengeluarkan putusan sela dalam gugatan yang diajukan Anwar Usman terhadap Ketua MK. Dilihat dari situs sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PTUN DKI Jakarta, isi putusan sela majelis hakim yakni, “Mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023–2028.” 

Selain itu, memerintahkan atau mewajibkan tergugat dalam hal ini Suhartoyo selaku Ketua MK untuk menunda pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028. 

Bagaimana Gugatan Anwar Usman?

Hakim konstitusi sekaligus mantan ketua MK Anwar Usman diketahui mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta dengan pokok gugatan meminta keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua baru MK dinyatakan tidak sah.

“Dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023, tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028,” demikian bunyi isi gugatan pokok perkara Anwar Usman sebagaimana dikutip dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta di Jakarta, Rabu (31/1).

Selain itu, dalam gugatan pokok perkaranya, Anwar juga meminta keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK itu dicabut. Berikutnya, Anwar meminta Suhartoyo selaku tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan kakak ipar Presiden Joko Widodo itu sebagai ketua MK.

“Mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan penggugat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023-2028, seperti semula sebelum diberhentikan,” demikian pokok gugatan Anwar Usman.

Anwar juga mengajukan gugatan dalam penundaan. Dia meminta pelaksanaan keputusan pengangkatan Suhartoyo ditunda hingga adanya putusan pengadilan inkracht.

“Memerintahkan atau mewajibkan tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023, tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028, selama proses pemeriksaan perkara sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” demikian bunyi gugatan tersebut.

Perkara yang teregistrasi dengan Nomor Perkara 604/G/2023/PTUN.JKT itu didaftarkan pada Jumat, 24 November 2023. Pada Rabu, PTUN Jakarta mengagendakan pembacaan gugatan dan sikap majelis atas permohonan pihak terkait secara elektronik.

Diketahui, Suhartoyo terpilih sebagai ketua MK menggantikan Anwar Usman. Marwah MK sempat tercoreng karena Anwar Usman dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Sapta Karsa Hutama saat mengadili Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
 
Anwar Usman dinyatakan melanggar prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi serta prinsip kepantasan dan kesopanan. (wan)