Kejagung Usut Pertanggungjawaban Kemenhub di Kasus Korupsi Jalur KA Besitang-Langsa, Bakal Seret Siapa?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 15 Februari 2024 21:03 WIB
Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi (Foto: MI/Aswan)
Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI -  Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah beberapa kali memeriksa pihak Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023

Hanya saja, Kejagung tidak merinci jabatan dari saksi Kemenhub yang diperiksa tersebut. “Iya (pertanggungjawabannya di Kemenhub). Masih kami dalami. Sudah kami mintai keterangan kok. Beberapa orang dari Direktorat Jenderalnya sudah kami panggil,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi, Kamis (15/2).

Kuntadi memastikan, berdasarkan penelusuran penyidik ditemukan hasil dari pengerjaan jalur kereta api Besitang-Langsa itu tidak layak operasional. Bila dipaksakan untuk beroperasi, bisa menimbulkan korban jiwa. “Sekarang kita lihat sama-sama. Apakah jalur kereta itu difungsikan atau tidak,” Kuntadi menandaskan. 

Sejauh ini, sudah ada tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Adalah teranyar FG selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya. Lalu, sebelumnya ada 6 orang yang jebloskan ke rumah tahanan (Rutan). Yakni 5 orang dari pihak Balai Teknik Perkeretaapian Medan Kementerian Perhubungan dan 1 lainnya dari swasta.

Keenam tersangka dimaksud, yakni inisial NSS, dan AGP masing-masing Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan. Kemudian, tersangka ASS dan HH selaku Pejabat Pembuat Komitmen, RMY selaku Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Konstruksi tahun 2017, dan AG selaku Direktur PT DGY yang juga konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan.

Tersangka FG diduga kuat memiliki peranan untuk mengondisikan paket-paket pekerjaan, sehingga pelaksanaan lelang paket pekerjaan sesuai dengan kehendaknya. Secara teknis, proyek tersebut tidak layak dan tidak memenuhi ketentuan karena sama sekali tidak dilakukan Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan, serta tanpa adanya penetapan trase jalur Kereta Api oleh Menteri Perhubungan.

Akibat perbuatan tersangka FG bersama tersangka lainnya, besar kemungkinan proyek tersebut tidak dapat digunakan. 

Terkait besaran kerugian negara, kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, saat ini tim penyidik masih melakukan penghitungan dengan berkoordinasi secara intensif kepada pihak-pihak terkait. "Namun tidak menutup kemungkinan proyek ini dikategorikan sebagai total loss karena tidak dapat digunakan sama sekali."

Sementara itu Kuntadi menjelaskan, dugaan korupsi tersebut terjadi dalam rentang waktu 2017-2019 Balai Teknik KA Medan untuk pembangunan jalur KA Besitang - Langsa. Dalam pengerjaannya, pemegang kuasa memecah beberapa pengerjaan proyek. "Sehingga pengadaan penyelenggadaan lelang dan penentuan pemenang tender dapat diarahkan dan dikendalikan," kata Kuntadi.

Pelaksanaan proyek tersebut juga tidak berdasarkan ketentuan feasibility study dan jalur trace oleh Kementerian Perhubungan dalam pelaksanaannya.

Kepala Balai Perkeretaapian, kata Kuntadi turut berperan dengan memindahkaan jalur yang sudah ditetapkan ke jalur eksisting sehingga jalur yang sudah dibangun mengalami kerusakan parah di beberapa titik dan bahkan tidak bisa dipakai.

"Adapun proyek ini nilainya menggunakan APBN 1,3 triliun penghitungan kerugian negara masih dihitung melihat jalurnya kemungkinan besar kerugian adalah total loss," tambah Kutadi.

Para tersangka pun terjerat dengan pasal Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (wan)