Penyuap Mantan Wamenkumham Eddy Dilepas, KPK Salah Gunakan Wewenang?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Februari 2024 20:12 WIB
Helmut Hermawan mengenakan rompi tahanan KPK (Foto: Istimewa)
Helmut Hermawan mengenakan rompi tahanan KPK (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Penetapan Direktur PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan sebagai tersangka suap mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiarie oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah. Maka dari itu, Helmut dilepaskan dari rumah tahanan (Rutan) lembaga antirasuah itu.

Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Tumpanuli Marbun menyatakan bahwa tindakan KPK menetapkan Helmut sebagai tersangka saat baru mengeluarkan surat perintah Penyidikan (Sprindik) nomor Sprin.Dik/146/DIK.00/01/11/2023 Tanggal 24 November 2023 bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang KPK itu sendiri. 

“Karena penetapan tersangka adalah produk atau hasil dari proses penyidikan sedangkan terbitnya sprindik sebagai awal lahirnya wewang penyidik untuk melakukan penyidikan,” kata Hakim Tumpanuli Marbun dalam sidang gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/2). 

“Jadi terbitnya sprindik sekaligus penetapan tersangka tersebut di samping tidak sah karena bertentangan dengan hukum acara pidana perbuatan tersebut berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang," timpal Hakim Tumpanuli. 

Adapun gugatan dengan nomor perkara 19/Pid. Prap/2024/PN.JKT.SEL dilayangkan lantaran Helmut tidak terima ditetapkan sebagai tersangka suap terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. 

Hakim berpandangan, KPK belum memiliki setidaknya dua alat bukti yang salah dalam menetapkan Helmut Hermawan sebagai tersangka. Terlebih Komisi Antirasuah ini menjadikan Helmut sebagai tersangka yang kemudian baru dilanjutkan dengan pencarian alat bukti. 

“Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai hukum mengikat,” kata Hakim. 

Dalam gugatannya, petinggi perusahaan tambang itu menilai, KPK selaku termohon telah melanggar prosedur KUHAP dalam proses penyidikan. Kubu Helmut menyatakan, setidaknya ada tiga alasan permohonan praperadilan ini diajukan ke PN Jakarta Selatan. 

Pertama, KPK disebut menetapkan Hemut Hermawan sebagai tersangka tidak melalui proses penyidikan. Lihat Foto Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Tumpanuli Marbun dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/2/2024).

“Kenyataannya, pemohon telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka baru kemudian termohon mencari bukti-bukti dan melakukan penyitaan yang berhubungan dengan pemohon,” kata kuasa hukum Hermawan Resmen Kadapi dalam gugatannya. 

Kedua, Helmut disebut tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebagaimana ketentuan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014. 

KPK juga disebut tidak memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Direktur PT CLM itu sebagai tersangka. Menurut Resmen, jika KPK memiliki bukti, seharusnya penyidik dapat menunjukan adanya suap dari Helmut kepada Eddy Hiariej sebagai Wamenkumham saat itu.

Baik itu bukti pemberian uang dari untuk kepentingan Helmut di Kemenkumham yang menjadi tugas dan kewenangan seorang Wakil Menteri maupun bukti meeting of main atau kesepakatan penyerahan uang untuk kepentingan hukum di Kemenkumham yang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangan Eddy Hiariej. 

“Kami meyakini secara hukum dua bukti yang cukup sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP yang membuktikan pemohon melakukan suap kepada Prof.Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., sebagai wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak pernah ada,” kata Resmen. 

Dilepas Sementara

Untuk sementara, Helmut dilepas, kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Namun Alex menyatakan pihaknya akan mempelajari putusan praperadilan dengan saksama untuk mengambil langkah selanjutnya.

"Kalau alasannya karena penetapan tersangka dilakukan pada tahap penyelidikan naik ke penyidikan, ya tinggal ditetapkan lagi sebagai tersangka ketika sudah dilakukan penyidikan," kata Alex, Selasa (27/2).

Sementara itu Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan penyidikan terhadap Helmut sesuai prosedur hukum. "Kami hargai, sekalipun kami sangat yakin dengan apa yang KPK tangani pada penyidikan perkara tersebut dilakukan dengan sangat patuh pada ketentuan hukum acara pidana yang berlaku khusus bagi KPK," jelas Ali.

Ali juga memastikan penanganan perkara masih tetap berjalan dengan melengkapi bukti-bukti. "Substansi materi perkara tentu tidak gugur sehingga nanti kami analisis lebih lanjut untuk mengambil langkah hukum berikutnya," kata Ali.

Sebelumnya, Helmut dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.