Korupsi Timah Rp 271 Triliun: Luhut Soroti Keterlambatan Digitalisasi, Kejagung akan Nambah Tersangka

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 April 2024 04:13 WIB
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan (Foto: Dok MI/Antara)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan (Foto: Dok MI/Antara)

Jakarta, MI - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyinggung adanya keterlambatan digitalisasi pada tata kelola timah untuk dihubungkan dalam Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara).  

Pernyataan itu dilontarkan untuk menanggapi kasus korupsi tata niaga komoditas timah pada wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022. 

“Kasus timah memang pembelajaran buat kita semua. Jujur kita mungkin agak terlambat mendigitalisasi hampir semua dengan Simbara. Semua kementerian kita dorong untuk digitalisasi dan itu kita link-in pada sisi Simbara ini," kata Luhut dalam keterangannya melalui Instagram resmi, dikutip Monitorindonesia.com, Jum'at (5/4/2024).

Simbara adalah sistem yang go live mulai September 2023 dan saat ini mengintegrasikan pengelolaan komoditas batu bara di dalam satu ekosistem.

Kata Luhut, tata kelola batu bara bisa dilacak dengan baik melalui Simbara, mulai dari asal-usul, jumlah, kelas (grade) dan sebagainya. Dengan demikian, pemerintah bisa menarik royalti batu bara dengan benar. Sebab, sistem tersebut bakal memblokir pengusaha yang belum melaksanakan kewajiban dalam melakukan aktivitas ekspor.

“Jadi itu semua dilakukan secara otomatis. Sekarang ini saya sudah mengejar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) supaya sistem di ESDM selesai," jelas Luhut. 

Dalam kaitan itu, Luhut mengatakan, komoditas lain seperti timah, nikel, dan kelapa sawit bakal masuk ke dalam Simbara pada Juni 2024. Hal ini dilakukan agar negara bisa melacak dengan baik asal-usul timah dan apakah penambang sudah membayarkan kewajiban, salah satunya royalti. 

“Seperti batu bara kalau tidak keliru penerimaan negara itu naik hampir 40% karena tidak bisa main-main lagi. Secara otomatis sistem ini juga bisa memblok. Dia tidak bisa ekspor kalau dia belum menyelesaikan kewajibannya,” ujarnya. 

Luhut mengeklaim bahwa kementerian turut meminta masukan dari Direktur Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan untuk mengembangkan sistem tersebut.

Pun Luhut mengatakan bahwa Simbara bisa langsung mendeteksi adanya anomali dalam transaksi. Sehingga pemerintah bisa langsung melakukan pemeriksaan terhadap anomali tersebut.

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklaim masih melakukan penelusuran pada kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah pada wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk (TINS). 

Penyidik pun memberikan sinyal jumlah tersangka pada kasus ini masih akan bertambah. Padahal, pada saat ini, sudah ada 16 orang tersangka yang terdiri dari pejabat TINS, pengusaha tambang swasta, influencer, hingga suami artis.

Akan tetapi, Kejagung enggan mendetailkan profil para tersangka baru apakah berasal dari penyelenggara negara, pengusaha swasta, pejabat BUMN, atau artis. “Nanti kita lihatlah ya kita masih menelusuri,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi, Kamis (4/4/2024).

Adapun 16 tersangka dalam kasus ini terbagi atas tiga bagian tindak pidana korupsi yakni, perintangan penyidikan (Obstruction of Justice) dengan 1 tersangka Toni Tamsil alias Akhi (TT).

Pidana pokok perkara dengan tersangka 13 orang yakni Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung; MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP; Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP; Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP; Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP; Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP; Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS.

Lalu, Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN; Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT; Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT; Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011; Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018 dan Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah.

Sementara tindak pidana pencucian uang (TPPU), Kejagung baru menyeret dua tersangka yakni Helena Lim (HLN) selaku manager PT QSE dan Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT.

Sementara kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 271 triliun yang terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun. 

Topik:

korupsi-timah kejagung menteri-koordinator-bidang-kemaritiman-dan-investasi luhut-binsar-pandjaitan tersangka-korupsi-timah