Komisi III DPR ke Puan Maharani: Mengapa RUU Perampasan Aset Belum Dibahas?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 22 April 2024 11:58 WIB
Puan Maharani (Foto: MI/Dhanis)
Puan Maharani (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, mempertanyakan Puan Maharani selaku Ketua DPR RI yang hingga saat ini belum juga melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan, menjelaskan, langkah yang jelas terhadap RUU Perampasan Aset bakal terjadi jika Presiden menerbitkan Perppu. 

Meskipun diakuinya, segala bentuk Undang-undang harus berdasarkan kesepakatan pembuatnya, yakni pemerintah dan DPR

“Memang membentuk Undang-undang kan harus kesepakatan. Nah, kalau Presiden berani keluarkan Perppu-nya, nah berarti DPR tinggal jawab. Kalau enggak kau (DPR) jawab, (Perppu) itu berlaku. Nah jadi kalau saya menyarankan daripada terjadi deadlock antara pemerintah dengan DPR, saya minta saja kepada presiden,” kata Hinca kepada wartawan, Minggu (21/4/2024).

Hinca pun mendorong Presiden Jokowi untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana. 

Menurutnya, hal ini sebagai solusi jika pembahasan RUU Perampasan Aset kembali mengalami jalan buntu di DPR. "Nggak usah (tunggu DPR), Perppu saja,” kata Hinca.

Diketahui, Presiden Jokowi ingin agar pengembalian kerugian negara dilakukan secara maksimal. Upaya penyelamatan dan pengembalian uang negara dilakukan perlu dimaksimalkan sehingga pengaturan tentang perampasan aset menjadi penting untuk dikawal bersama. 

"Kita tahu, kita telah mendorong, mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset ke DPR dan juga RUU Pembatasan Uang Kartal ke DPR," ucap Jokowi di Istana Negara, Rabu (17/4/2024). 

Jokowi menegaskan negara harus mengembalikan apa yang menjadi milik negara dan hak rakyat. "Pihak yang melakukan pelanggaran, semuanya harus bertanggungjawab atas kerugian negara yang diakibatkan," kata Jokowi.

Adapun Presiden Jokowi berkomitmen untuk menguatkan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pasca bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh ke-40 Financial Action Task and Force (FATF) sejak Oktober 2023 yang lalu. 

"Sehingga kredibilitas ekonomi kita menjadi meningkat, kemudian juga persepsi mengenai sistem keuangan kita juga semakin baik, semakin positif. Penting sekali," tandasnya.