KPK Didesak Periksa Oknum Auditor BPK RI Victor dan Haerul Saleh soal Dugaan Duit 'Pelicin' WTP Kementan Rp 12 Miliar

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 10 Mei 2024 11:43 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK agar memeriksa oknum auditor Badan Pemberiksa Keuangan (BPK), Victor dan Haerul Saleh.

Hal itu merujuk kepada fakta persidangan yang telah diungkapkan oleh saksi dalam sidang korupsi mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Bahwa Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto menyebut, ada oknum BPK yang meminta kepada SYL sejumlah jika ingin diterbitkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kementan.

Salah satu temuan BPK adalah program lumbung pangan nasional atau food estate yang disebut mengganjal WTP Kementan itu. Oknum auditor di BPK itu pun diduga meminta uang 'pelicin' Rp 12 miliar.

Hal ini juga menjadi kecurigaan Uchok, bahwa lembaga bisa dengan gampang mendapatkan predikat WTP. Dia pun menilai WTP ternyata tidaklah gratis. "KPK harus terus mengembangkan kasus ini. Dalam hal ini membuka penyidikan baru," kata Uchok kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (10/5/2024).

Apalagi, tambah dia, proyek food estate ini kurang kelengkapan dokumennya. Uchok berpandangan, ketidaklengkapan dokumen dan administrasi ini menjadi awal terjadinya korupsi.

Uchok Sky
Uchok Sky Khadafi

"Dugaan pemerasan dan gratifikasi dalam proyek food estate ini juga harus diuangkap," tegasnya.

"Oknum auditor BPK, Victor dan Haerul Saleh yang disebutkan saksi di persidangan harus diperiksa, untuk membuat terang kasus ini. Saya curiga WTP instasi lainnga juga seperti ini polanya," tandasnya.

Fakta Persidangan

Berdasarkan fakta persidangan kasus ini, bahwa nama auditor BPK yang terseret tersebut sebagaiman kesaksian Hermanto adalah Victor dan Haerul Saleh.

Hal itu terungkap saat Jaksa KPK menanyakan apakah nama auditor BPK yang melakukan pemeriksaan itu ialah Victor dan Haerul Saleh. 

Hermanto mengaku kenal dengan auditor bernama Victor dan Haerul Saleh.

"Sebelum kejadian WTP itu, saksi ada kenal Haerul Saleh, ada Victor ya. Siapa orang-orang itu, siapa itu?" tanya jaksa.

"Kenal. Kalau Pak Victor itu auditor yang memeriksa kita (Kementan)," jawab Hermanto.

"Itu semua Kementan atau hanya Ditjen PSP?" tanya jaksa.

"Semua Kementan," jawab Hermanto.

"Kalau Haerul Saleh ini?" tanya jaksa.

"Ketua AKN IV (Auditorat Utama Keuangan Negara IV)," jawab Hermanto.

"Anggota BPK AKN IV, berarti atasannya si Victor?" tanya jaksa.

"Iya, pimpinan," jawab Hermanto.

Jaksa terus mendalami soal pemeriksaan oleh BPK itu. Hermanto mengatakan ada temuan dalam pemeriksaan BPK tersebut.

"Kemudian ada kronologi apa terkait dengan Pak Haerul, kemudian Pak Victor yang mana saksi alami sendiri pada saat itu, bagaimana bisa dijelaskan kronologinya?" tanya jaksa.

"Yang ada temuan dari BPK terkait dengan food estate yang pelaksanaan," jawab Hermanto.

Rp 12 miliar pelicin WTP

Jaksa lalu mendalami apakah ada permintaan dari BPK terkait temuan di Kementan tersebut. Hermanto mengatakan auditor BPK meminta agar dirinya menyampaikan permintaan Rp 12 miliar kepada SYL.

"Terkait hal tersebut bagaimana? Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar itu menjadi WTP?" tanya jaksa.

Ada," jawab Hermanto.

"Apa yang disampaikan?" tanya jaksa.

"Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan, untuk nilainya kalau nggak salah saya, diminta Rp 12 miliar untuk Kementan," jawab Hermanto.

"Diminta Rp 12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?" tanya jaksa.

"Iya, Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi," jawab Hermanto.

Hermanto mengaku tak punya akses langsung untuk menyampaikan permintaan Rp 12 miliar itu ke SYL. 

Hermanto meminta auditor BPK itu untuk berkomunikasi ke mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Hatta, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.

"Saya tidak terima arahan dari Pak Menteri maupun dari Pak Sekjen terkait itu. Cuma ini minta disampaikan oleh Pak Victor. Disampaikan ke Pak Menteri," jawab Hermanto.

"Nah, akhirnya gimana, disampaikan?" tanya jaksa.

"Saya nggak ada punya akses langsung ke Pak Menteri," jawab Hermanto.

"Setahu saksi, ada yang menyampaikan, siapa?" tanya jaksa.

"Saya perkenalkan dengan melalui Pak Hatta. Silakan dengan Pak Hatta saja," jawab Hermanto.

Hermanto mengatakan permintaan Rp 12 miliar oleh auditor BPK itu tak semuanya dipenuhi. Dia mengaku mendengar dari Hatta jika permintaan itu hanya dipenuhi Rp 5 miliar.

"Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp 12 miliar itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?" tanya jaksa.

"Nggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin nggak salah sekitar Rp 5 miliar atau berapa. Yang saya dengar-dengar," jawab Hermanto.

"Saksi dengarnya dari siapa?" tanya jaksa.

"Pak Hatta," jawab Hermanto.

Hermanto mengaku tak tahu mekanisme penyerahan uang tersebut. Dia mengatakan uang itu diperoleh Hatta dengan meminjam ke vendor di Kementan.

"Hanya dipenuhi Rp 5 miliar dari permintaan Rp 12 miliar. Saksi mendengarnya setelah diserahkan atau bagaimana pada saat cerita Pak Hatta kepada saksi?" tanya jaksa.

"Sudah selesai. Saya nggak tahu proses penyerahannya kapan, dari mana uangnya," jawab Hermanto.

"Itu kan saksi tahunya Pak Hatta yang urus Rp 5 miliar itu? Pak Hatta dapat uangnya dari mana?" tanya jaksa.

"Vendor," jawab Hermanto.

Soal fakta persidangan tersebut, menurut Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, akan menjadi catatan Tim Jaksa KPK.

"Banyak fakta-fakta menarik dalam persidangan terdakwa Pak Syahrul Yasin Limpo, tentu semua faktnya sudah dicatat dengan baik oleh tim jaksa," kata Ali dikutip, Jumat (10/5/2024).

"Nanti pengembangan lebih jauhnya adalah ketika proses-proses persidangan selesai secara utuh, sehingga konfirmasi dari saksi-saksi lain menjadi sebuah fakta hukum," tambahnya.

Ali tidak menutup kemungkinan memanggil pihak yang disebutkan dalam fakta sidang tersebut. 

"Jadi sangat mungkin tim penyidik juga memanggil nama-nama orang yang kemudian muncul dalam proses persidangan menelusuri lebih jauh terkait aliran uang," tukasnya.

Monitorindonesia.com, telah meminta tanggapan kepada Kepala BPK RI Isma Yatun soal fakta persidangan ini. Namun belum memberikan keterangan.

Sementara Haerul Saleh belum bisa dihubungi. Pasalnya berdasarkan sumber Monitorindonesia.com, dia telah mengganti nomor WhatsAap dan memakai nomor telepon luar negeri atau bukan +62.