Gubernur Lampung Arinal Djunaidi Dilaporkan ke Kejagung, Pemprov Lampung Buka Suara

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Juni 2024 15:52 WIB
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi (Foto: Dok MI)
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi (Foto: Dok MI)

Lampung, MI - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung buka suara soal dilaporkannya Gubernur Lampung Arinal Djunaidi ke Kejaksaan Agung (Kejagung) karena dituduh terlibat korupsi atas penerbitan peraturan gubernur tentang izin pemanenan tebu dengan cara membakar. 

Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Provinsi Lampung Achmad Saefullah menyatakan bahwa Gubernur Lampung telah mencabut Pergub yang dimaksud sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung (MA).

Kendati, pihaknya belum mengetahui secara lengkap aduan ke Kejagung tersebut. "Pada dasarnya kami Pemerintah Provinsi Lampung belum mengetahui adanya aduan itu ke Kejagung. Pemerintah Provinsi Lampung tentunya akan mempelajari isi aduan untuk menanggapinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) oleh seorang warga bernama Muhnur Satyahaprabu atas dugaan korupsi berkaitan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu, Jumat (7/6/2024).

Sebelumnya, Mahkamah Agung telah membatalkan Pergub Lampung yang menjadi dasar pembakaran pemanenan tebu melalui Putusan Nomor 1P/HUM/2024 tanggal 19 Maret 2024. Putusan tersebut mempertegas bahwa peraturan gubernur tersebut bertentangan dengan hukum di atasnya

Arinal diadukan atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Lampung sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 3.

Pengaduan ini disampaikan atas dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur Lampung yang menerbitkan Pergub yang memfasilitasi dan mengizinkan pemanenan tebu dengan cara membakar.

Muhnur menilai aturan tersebut sarat kepentingan dan menguntungkan pihak-pihak tertentu, khususnya perusahaan tebu di Provinsi Lampung.

Muhnur mengatakan, dengan aturan ini, perusahaan tebu menjadi diuntungkan karena biaya panen atau biaya operasional kebun tebu menjadi lebih hemat dan murah.

Di sisi lain, kebijakan yang memperbolehkan pembakaran ini mengakibatkan kebakaran di Provinsi Lampung menjadi semakin sulit dikendalikan. “Kami menduga terbitnya Pergub tersebut dilatarbelakangi itikad untuk memperkaya gubernur dan korporasi karena sesungguhnya gubernur mengetahui bahwa pemerintah tidak menoleransi adanya pembakaran (zero burning)," kata Muhnur.

Muhnur berharap penyidik Kejagung mampu mengungkap motif korupsi yang melatarbelakangi Pergub tersebut. Menurut dia, panen tebu dengan cara membakar mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan melalui pelepasan emisi gas selama kebakaran.

Pembakaran tebu turut menyumbang tingginya emisi gas rumah kaca yang menghambat target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2030. Muhnur melanjutkan, menurut penghitungan ahli lingkungan, kerugian lingkungan yang diakibatkan oleh pembakaran tebu tersebut mencapai sekitar Rp17 triliun.

"Yaitu berupa kerugian ekologis, ekonomis, dan pemulihan apabila perhitungan dilakukan sejak kurun waktu 2020 hingga 2023," tandas Muhnur.