Dirut Inalum Danny Praditya Terseret Korupsi PGN, Pakar Hukum Soroti Longgarnya Pengawasan 'Mentang-mentang milik negara, seenaknya saja'

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Juni 2024 20:30 WIB
Dirut PT Inalum, Danny Praditya (Foto: Istimewa)
Dirut PT Inalum, Danny Praditya (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak segera menyeret Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Danny Praditya terkait dengan kasus dugaan korupsi transaksi jual beli gas pada PT Perusahaan Gas Negara atau PGN, dan PT Inti Alasindo Energi atau IAE pada periode 2017-2021.

"Ya harus diperiksa segera, ini harus diusut tuntas jika memang ada korupsinya," tegas pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar saat dihubungi Monitorindonesia.com, Selasa (11/6/2024) malam.

Terkait dengan dugaan keterlibatan Danny dalam kasus yang merugikan negara ratusan milair rupiah ini, Abdul Fickar Hadjar menegaskan semua itu perlu pembuktian di pengadilan nanti. 

Namun demikian, berdasarkan informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, Danny Praditya bersama dengan Iswan Ibrahim selaku Direktur Utama PT Isargas, telah dicegah bepergian ke luar negeri. Bahkan dikabarkan pula mereka telah tersangka.

"Kita tunggu pembuktiannya di pengadilan saja," ungkap Abdul Fickar Hadjar.

Adapun perkara yang diusut ini menindaklanjuti hasil audit dengan tujuan tertentu yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya dan Investasi (PBI) Tahun 2017 hingga semester I 2022 di PGN menunjukkan sejumlah masalah. Di antaranya adalah dugaan nilai akuisisi tiga lapangan kerja minyak dan gas bumi (migas) yang terlalu mahal. 

Kemudian, mangkraknya terminal gas alam cair Teluk Lamong, Surabaya, serta kerugian fasilitas penyimpanan dan regasifikasi terapung atau floating storage regasification (FSRU) Lampung.

Adapun terkait akuisisi tiga wilayah kerja (WK) migas, BPK dalam laporannya menyebut bahwa akusisi yang dilakukan anak perusahaan PGN yang bergerak di bidang hulu migas, yaitu PT Saka Energi Indonesia (SEI), tidak sesuai proses bisnis komersial Saka. Dalam hitungan BPK, nilai akuisisi tersebut lebih tinggi alias kemahalan hingga US$ 56,6 juta atau sekitar Rp 852 miliar.

Tiga WK migas itu meliputi Ketapang dan Pangkah di lepas pantai Jawa Timur serta Fasken di Texas, Amerika Serikat. Bukannya untung, Saka Energi dan PGN justru ditengarai merugi hingga US$ 347 juta atau Rp 5,2 triliun gara-gara pembelian lapangan migas itu.

Temuan BPK ini pun membetok perhatian Abdul Fickar Hadjar. Sangat miris, kata dia, proyek-proyek yang ditangani perusahaan Badan Usaha Milik Negara berpelat merah kecenderungan bermuatan korupsi. Dia menegaskan, jangan mentang-mentang milik negara, mereka seenaknya saja 'merampok' duit negara.

Abdul Fickar Hadjar
Abdul Fickar Hadjar (Foto: Dok MI/Aswan-Dok Pribadi)

"Ya itu konsekuensi dari proyek-proyek yang ditangani dengan muatan korupsinya.  BUMN maupun BUMD itu kecenderungannya seperti itu," bebernya.

Lantas apa sebab dari itu? Abdul Fickar Hadjar menduga gegara pengawasab yang longgar. "Karena ada kesan mengelola yang pemilik asetnya negara dengan pola pengawasan yang longgar. Mentang-mentang milik negara, seenaknya saja," tandasnya.

Adapun lembaga anti rasuah itu terus melanjutkan upaya mengorek informasi pada kasus dugaan korupsi ini. 

Penyidik kembali memanggil serta memeriksa mantan petinggi PT PGN dan PT IAE. Menurut tim juru bicara KPK, Budi Prasetyo, penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga mantan petinggi PT PGN. Mereka adalah Reza Maghraby, Senior Specialist Product Development PT. PGN pada 2016-2017; Adi Munandir Head of Marketing Direktorat Komersial PT. PGN pada 2015-2018; dan Nusantara Suyono, Direktur Keuangan PT PGN pada 2017.

Selain itu, penyidik juga memeriksa tiga saksi lainnya yaitu Sofyan, Direktur Keuangan PT IAE 2006-sekarang; dan Wachid Hasim, Direktur Utama PT. IAE 2006-2017 dan 2020-sekarang. Serta, Manager Legal dan Relations HCML pada 2014-2019, Wahyudin.

KPK sebenarnya sudah menetapkan dua orang tersangka. Akan tetapi, karena proses penyidikan masih berlangsung, KPK masih merahasiakan identitas para tersangka.

Dalam waktu dekat, Danny dan Iswan akan dipanggil dan diperiksa penyidik sebagai tersangka. Di sisi lain, KPK juga telah menggeledah tujuh rumah dan kantor dalam pengusutan kasus ini. 

Penggeledahan dilakukan di sejumlah lokasi, yakni DKI Jakarta, Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi pada tanggal 28-29 Mei 2024. Selain itu, pada 31 Mei 2024, tim penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Atas penggeledahan tersebut, tim penyidik KPK memperoleh sejumlah dokumen transaksi jual beli gas, dokumen kontrak, dan sejumlah mutasi rekening bank terkait transaksi jual beli gas tersebut.

Beberapa pejabat PT PGN lain yang juga telah menjalani pemeriksaan adalah Bagas, Corporate Secretary; Dilo Seno Widagdo, Direktur Infrastruktur & Teknologi pada 2016, dan Direktur Komersial pada 2019; Fadjar Harianto Widodo, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko pada 2021-sekarang; serta Jobi Triananda Hasjim, Direktur Utama pada 2017-2018.

Selain itu, Octavianus Lede Mude Ragawino, Department Head Gas Supply Division pada 2017-2020; dan Sunanto, Division Head Government Community Relations. Sedangkan petinggi PT IAE adalah Komisaris Utama, Arso Sadewo; dan Komisaris pada 2006-sekarang, Iswan Ibrahim.