Kejagung Periksa Tersangka Tom Lembong dan Charles Sitorus soal Perannya di Kasus Korupsi Impor Gula


Jakarta, MI - Tersangka kasus importasi gula, Thomas Trikasih Lembong dan Charles Sitorus kembali diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung), Jum'at (1/11/2024).
Menurut Kejagung, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan 2015-2016 mengizinkan impor gula kristal mentah. Meski rapat koordinasi kementerian saat itu menyimpulkan Indonesia surplus gula, sehingga dinilai tidak perlu impor gula.
Sementara Charles Sitorus diperiksa selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia. Charles lebih dulu selesai menjalani pemeriksaan di Kejagung. Namun, tidak berkomentar apapun saat keluar dari Kejagung, Jakarta.
"Kedua tersangka direncanakan diperiksa oleh penyidikisa lanjutan mengenai agendanya. Kita juga masih konfirmasi kepada penyidik terkait apa, tapi yang pasti tentu terkait peranan dari kedua tersangka dalam perkara ini," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.
Kejagung telah menetapkan mantan Menteri Perdagangan Tahun 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong, sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015-2016 di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qodar, mengatakan bahwa Tom Lembong merupakan salah satu dari dua saksi yang ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (29/10/2024) malam.
“Pertama adalah TTL selaku Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015–2016. Kemudian, tersangka kedua berinisial CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2015–2016,” kata Qodar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Harly Siregar, dalam keterangan pers menjelaskan bahwa keterlibatan Tom Lembong dimulai ketika pada tanggal 12 Mei 2015, rapat koordinasi antarkementerian menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak membutuhkan impor gula.
Akan tetapi, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula. "Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," ucapnya.
Persetujuan impor yang telah dikeluarkan Tom Lembong itu tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri.
Sesuai aturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, pihak yang diizinkan mengimpor gula kristal putih hanyalah perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).
Kemudian pada tanggal 28 Desember 2015 digelar rapat koordinasi di bidang perekonomian. Salah satu pembahasannya adalah Indonesia pada tahun 2016 diprediksi kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton.
Dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional, pada November hingga Desember 2015, CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Delapan perusahaan itu mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, padahal perusahaan itu hanya memiliki izin pengelolaan gula rafinasi.
Seharusnya dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga, gula yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan perusahaan yang dapat melakukan impor hanya BUMN. Akan tetapi, gula yang diimpor adalah gula kristal mentah.
Setelah itu, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, gula itu dijual oleh delapan perusahaan tersebut kepada masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram, yang lebih tinggi di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu, yaitu sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan operasi pasar.
"Bahwa dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram," jelasnya.
Atas perbuatan keduanya, negara dirugikan sekitar Rp400 miliar. Tom Lembong dan CS pun kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Topik:
Kejagung Tom Lembong Impor GulaBerita Sebelumnya
Polisi Geledah Kantor Komdigi, 1 Kontainer Boks Diamankan Diduga Bukti Judi Online
Berita Selanjutnya
Tom Lembong Bakal Diperiksa kembali pada Selasa Mendatang
Berita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
3 jam yang lalu

Wamentan Sudaryono: Kementan Garda Terdepan Wujudkan Swasembada Pangan Nasional
10 jam yang lalu

Nasim Khan: Perpres Tata Niaga Gula Penting Selamatkan Petani dan Konsumen
30 September 2025 12:44 WIB

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB