Menguak Peran Ayah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di Kasus Gazalba Saleh

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 6 Mei 2024 17:03 WIB
Terdakwa Hakim Agung Gazalba Saleh berjalan usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/5/2024)
Terdakwa Hakim Agung Gazalba Saleh berjalan usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/5/2024)

Jakarta, MI - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar peran Agoes Ali Masyhuri, ayah Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor.

Peran ayah tersangka KPK itu dibongkar saat Jaksa membacakan dakwaan penerimaan gratifikasi oleh hakim agung nonaktif, Gazalba Saleh dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin (6/5/2024). 

Awalnya Jaksa KPK menyebut bahwa Jawahirlul Fuad merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang tengah diproses hukum terkait kasus pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) tanpa izin. 

Pengadilan Negeri Jombang pada 7 April 2021 menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara  terhadap Fuad. Selanjutnya, Pengadilan Tinggi Surabaya memperkuat putusan tersebut.

Kasus tersebut kemudian berlanjut ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Pada Juli 2021, Fuad menghubungi Kepala Desa Kedunglosari, Mohammad Hani untuk mencari jalur pengurusan perkara di MA. Hani lantas menyanggupi.

“Pada 14 Juli 2021, bertempat di Pondok Pesantren Sholawat, Jalan Kyai Dasuki Nomor 1 Lebo, Kecamatan Sidaorjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawahirul Fuad dan Mohammad Hani bertemu dengan Agoes Ali Masyhuri. Dalam pertemuan tersebut Fuad menyampaikan sedang mengalami permasalahan hukum,” beber jaksa KPK.

Kemudian Agoes Ali Masyhuri menghubungi Ahmad Riyad dengan menyampaikan permasalahan Jawahirul Fuad. "Ahmad Riyad meminta Jawahirul Fuad dan Mohammad Hani untuk datang ke kantornya,” kata jaksa.

Fuad dan Hani bertemu dengan Riyad di kantor.  Diketahui majelis hakim agung yang akan mengurus kasus Fuad di tingkat kasasi, yakni Desnayeti, Yohanes Priyatna, serta Gazalba Saleh. Riyad pun setuju menghubungkan Fuad dengan terdakwa. 

Fuad diminta menyiapkan Rp 500 juta untuk diberikan ke Gazalba. Pada 30 Juli 2022, Ahmad Riyad bertemu dengan Gazalba. Ahmad menyampaikan permintaan dari Fuad agar diputus bebas dalam kasasinya.

“Pada 6 September 2022, bertempat di kantor MA, Jakarta Pusat, dilaksanakan musyawarah pengucapan putusan perkara dengan amar putusan mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon Jawahirul Fuad yang pada pokoknya Jawahirul Fuad dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti,” jelas jaksa KPK.

Setelah putusan, masih pada September 2022, Ahmad Riyad menyerahkan uang ke Gazalba senilai 18.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 200 juta. Ahmad lalu meminta tambahan dari Fuad senilai Rp 150 juta. 

Ahmad disebut menerima Rp 450 juta, sedangkan Gazalba Rp 200 juta. “Terdakwa bersama Ahmad Riyad menerima uang dari Jawahirul Fuad keseluruhan sejumlah Rp 650 juta,” ujar jaksa KPK.

Penerimaan gratifikasi itu, sebut jaksa, tidak dilaporkan Gazalba ke KPK dalam waktu 30 hari kerja. Padahal penerimaan uang tersebut tidak sah menurut hukum.

Total gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh
Adapun total gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh sebesar Rp 62.898.859.745 atau Rp 62,8 miliar.

Jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto mengungkapkan, dari Rp 62,8 miliar itu, Rp 37 miliar di antaranya diterima setelah menangani perkara Peninjauan Kembali (PK) Jaffar Abdul Gaffar.  “Menerima uang yang keseluruhannya Rp 37.000.000.000 dari Jaffar Abdul Gaffar,” kata Wahyu.

Uang itu diterima bersama-sama pengacara bernama Neshawaty Arsjad yang diketahui masih anggota keluarga Gazalba. Neshawaty merupakan pengacara yang mendampingi Jaffar dalam menempuh proses hukum di Mahkamah Agung (MA). 

Menurut Jaksa KPK, selama 2020 hingga 2022 Gazalba menerima jatah gratifikasi sebesar 18.000 dollar Singapura atau Rp 200 juta. Uang itu berasal dari pengusaha Jawa Timur yang mengurus kasasi pidana di MA, Jawahirul Fuad.

Selain itu, KPK juga menemukan Gazalba menerima 1.128.000 dollar Singapura atau Rp 13.367.612.160 (Rp 13,3 miliar); 181.100 dollar Amerika Serikat (AS) atau Rp 2.901.647.585, dan Rp 9.429.600.000. 

Dengan demikian, total uang yang diterima Gazalba mencapai Rp 62,8 miliar. Menurut Jaksa Wahyu, Gazalba diduga menyamarkan dan menyembunyikan asal usul uang itu dengan cara membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang asing.

Gazalba diduga membeli Mobil Toyota Alphard, emas Antam, properti bernilai miliaran rupiah menggunakan uang panas tersebut.  Jaksa KPK pun  mendakwa Gazalba melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.