BPK Mulai Usut Dugaan Pelanggaran Etik Auditor Minta 'Mahar' WTP Kementan, Victor dan Haerul Saleh?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 17 Mei 2024 15:28 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mulai mengusut kasus dugaan pelanggaran kode etik auditornya yang diduga meminta 'mahar' agar Kementerian Pertanian (Kementan) meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Pengusutan itu dimulai dari pemeriksaan terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) di gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jumat (17/5/2024).

"Hari ini, berdasarkan penetapan Majelis Hakim Tipikor, KPK fasilitasi pemeriksaan saksi terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pemeriksa BPK pada Auditorium Utama Keuangan IV dari Tim Inspektorat Utama BPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.

Usai diperiksa, mantan politkus NasDem itu mapun kuasa hukumnya, Jamluddin Koedoeboen tidak memberikan keterangan lebih lanjut saat ditemui wartawan usai pemeriksaan tersebut. "Tanya pemeriksanya ya," katanya.

Jamluddin Koedoeboen, pun mengaku tidak memiliki kapasitas untuk menjelaskan terkait pemeriksaan tersebut. "Kalau ini, beliau hanya memberikan keterangan. Jadi, sebetulnya kami tidak punya kapasitas untuk memberikan keterangan terkait ini," kata Jamaluddin.

Siapa auditor BPK itu?
Diketahui, Auditor BPK disebut meminta uang Rp12 miliar agar Kementan mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). Permintaan uang terjadi atas temuan pemeriksaan sejumlah kegiatan di Kementan, salah satunya terkait program Food Estate. 

Hal ini terungkap saat Sesditjen PSP Kementan, Hermanto bersaksi. Hermanto bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan gratifikasi dan pemerasan dengan terdakwa SYL, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (8/5/2024). 

Awalnya, Jaksa KPK mendalami keterangan Hermanto soal pemeriksaan BPK di Kementan. Hermanto mengakui, mendapatkan WTP dari BPK saat dirinya menjabat sebagai Sesditjen PSP. 

"Sebelum kejadian WTP itu, saksi ada kenal namanya Haerul Saleh? Victor? Siapa orang-orang itu?," tanya jaksa KPK, yang dikutip, Kamis (9/8/2024).

"Kalau Pak Victor itu memang auditor yang memeriksa kita (Kementan)," jawab Hermanto. "Kalau Haerul Saleh?," tanya jaksa.

Lalu Hermanto menjelaskan adanya temuan BPK terkait pengelolaan anggaran Food Estate di Kementan. Diketahui, Program Strategis Nasional (PSN) itu dianggarkan dalam pos anggaran Kementerian Pertanian (Kementan).  

Hermanto mengatakan, temuan soal Food Estate itu tidak banyak namun mencakup nilai anggaran yang besar. Menurut Hermanto, BPK menemukan adanya kekurangan dalam kelengkapan dokumen administrasi. Kementan pun diberi kesempatan untuk melengkapinya.

Hermanto tak membantah adanya permintaan uang dari pihak BPK untuk menyuap sejumlah temuan agar pihaknya mendapat WTP. "Terkait hal tersebut bagaimana, apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar menjadi WTP?," tanya jaksa.

"Ada, waktu itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan. Untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp12 miliar untuk Kementan," ungkap Hermanto.

"Diminta Rp12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?," cecar jaksa. "Iya, Rp12 miliar oleh Pak Victor tadi," jawab Hermanto.

"Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp 12 M itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?," tanya Jaksa.

"Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi (Rp12 miliar). Saya dengar mungkin ngga salah sekitar Rp5 miliar atau berapa. Yang saya dengar-dengar," jawab dia 

Hermanto mengaku mendengar hal itu dari Muhammad Hatta. Itu dengar Hermanto dari Hatta setelah uang Rp5 miliar diserahkan. 

Sekadar tahu, bahwa Syahrul Yasin Limpo dijerat oleh KPK dengan dua kasus yakni dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang.

Saat ini untuk kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian tengah berproses di persidangan dengan tahapan pembuktian. Sementara untuk kasus dugaan TPPU, masih diusut oleh tim penyidik KPK kepada Syahrul Yasin Limpo. Selain itu, ada juga pemanggilan yang dilakukan oleh KPK kepada sejumlah saksi.

Syahrul Yasin Limpo dalam kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian diduga menerima uang hingga Rp44,5 Miliar. Berdasarkan fakta persidangan, uang tersebut diperuntukkan bagi kepentingan pribadi dan keluarganya.

Dalam perkembangan kasus Syahrul Yasin Limpo, KPK juga telah menyita sejumlah barang bukti. Antara lain, satu unit mobol sprinter pada awal pekan ini.