Dewas KPK Ngotot Gelar Sidang Etik Nurul Ghufron, Rugi Kalau Tidak Hadir!

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 6 Mei 2024 19:01 WIB
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron (Foto: Dok MI/Aswan)
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ngotot tetap gelar sidang etik terhadap Nurul Ghufron selaku Wakil Ketua KPK. 

“Ya kita lanjut saja, nanti kita lihat persidangannya,” kata anggota Dewas KPK Harjono di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Senin (6/5/2024).

Persidangan itu bakal digelar meski Ghufron tidak hadir. Dia menegaskan bahwa Dewas KPK akan mengirimkan pemberitahuan persidangan kedua untuknya. “Iya, nanti diberi tau ada pemberitahuan kalau ada enggak hadir tanggal itu, sidang dilanjut,” tambah Harjono.

Menurut Harjono, Ghufron akan merugi jika tidak menghadiri persidangan etiknya. Hak untuk membela dirinya tidak akan terpakai.

Sementara itu, Nurul Ghufron tidak memberikan kepastian untuk hadir dalam persidangan etiknya pada 14 Mei 2024 mendatang. Dia memilih menunggu putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta sebelum menghadap ke Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Antirasuah.

“Sekali lagi kami masih akan mempertimbangkan dan kami harap sekali lagi prosedur ini adalah sama-sama produk hukum. Dewas adalah produk hukum, gugatan kami adalah ke PTUN adalah prosedur hukum,” kata Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2024).

Pun Nurul Ghufron meyakini Dewas KPK tidak seharusnya menggelar persidangan etik karena perkaranya sedang digugat. Mantan akademisi itu meyakini sikap yang diambilnya tidak salah.

Perselisihan Nurul Ghufron dengan Albertina Ho
Nurul Ghufron telah buka suara perihal dirinya yang saling berselisih dengan anggota Dewas KPK Albertina Ho. Ujung dari perselisihan tersebut berujung dari Ghufron yang bakal disidang etik oleh Dewas karena dianggap penyalahgunaan kekuasaan untuk membantu salah seorang ASN Kementrian Pertahanan (Kementan) dari pusat ke daerah.

Menurut Nurul Ghufron kasus etik yang diadukannya ke Dewas telah kedaluwarsa. Sebab peristiwa dirinya yang membantu ASN itu terjadi pada 15 Maret 2022. Namun baru dilaporkannya pada Desember 2023. Hal itu mengacu pada Pasal 23 Perdewas Nomor 4 tahun 2021.

"Jadi intinya laporan dan atau temuan atas dugaan terjadinya pelanggaran, dinyatakan kadaluarsa dalam waktu satu tahun, sejak terjadinya atau diketahuinya, tentunya tersebut merujuk kepada laporan atau temuan ya," kata Nurul Ghufron.

Kasus itu bermula salah seorang kenalan Nurul Ghufron merupakan ASN di Kementan yang melapor dirinya merasa tidak mendapatkan keadilan karena mengajukan mutasi dirinya dari pusat ke Daerah.

"Saya menerima aduan dari seseorang ibu yang memiliki menantu pegawai di Irjen Kementan. Itu pada awal-awal Maret (2022), intinya laporannya adalah mereka mengajukan diri untuk minta mutasi sejak hamil sampai kemudian melahirkan 1 tahun 7 bulan. Jadi sekitar 2 tahun, itu tapi tidak dikabulkan," ungkap Nurul Ghufron.

Alasan ASN tersebut tidak diizinkan mutasi ke daerah karena bakal mengurangi SDM yang ada di pusat. Namun di satu sisi, ketika ASN itu mengajukan surat pengunduran diri malah diterima.

Hal itu pun dianggap tidak konsisten, karena dengan baik dengan mutasi ataupun resign sama-sama bakal mengurangi SDM di Kementerian itu. "Pada saat begitu, si ibu itu kemudian telepon saya. Memang teman saya ibu mertuanya ini, kemudian telepon saya kok tidak konsisten, bahwa si ASN tersebut mau mutasi tidak diperbolehkan tapi mundur yang sama-sama konsekuensinya mengurangi SDM dikabulkan," ungkap Nurul Ghufron.

Setelahnya, Nurul Ghufron mencoba berdiskusi dengan pimpinan KPK lainnya, Alexander Marwata berdasarkan laporan yang diterimanya. Hasil diskusi itu membuahkan jalan keluar. Pada intinya semestinya ASN itu bisa saja dimutasikan ke daerah, asalkan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.

Diketahui, dalam berbagai syarat dan ketentuan mutasi yang diajukan oleh ASN tersebut, kata Nurul Ghufron, telah memenuhi semuanya lalu kembali melaporkan ke Alex.

Di satu sisi, Alex juga yang menjadi penyambung tangan berkomunikasi dengan Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono dan beberapa Irjen Kementan lain. Lalu dilanjutkan oleh Nurul Ghufron.

Hanya saja dalam hal ini, ditegaskannya, mereka sama sekali tidak kenal dengan Kasdi pada saat itu. "Baru kemudian Pak Alex yang, saya tidak kenal dengan Pak Kasdi maupun pejabat-pejabat di Irjen, malah Pak Alex yang mencarikan nomor kontak dari pejabat di Kementan termasuk nomornya Pak Kasdi. Setelah mendapatkan nomornya, saya sampaikan, dan penyampaian saya kemudian minta dimutasi dikabulkan atau tidak (ASN), menyampaikan komplainnya kok tidak konsisten," beber Ghufron.

Singkat cerita, Kasdi yang telah mengecek permohonan ASN tersebut mengamini untuk segera di mutasi ke daerah. Maka dari itu, Ghufron menegaskan keterkaitan dirinya yang membantu ASN kenalannya tidak terjadi pada saat penyidik Anti rasuah yang menyelidiki kasus korupsi di Kementan. 

Sebab laporan dugaan korupsi itu baru ada di KPK pada November 2022 dan naik ke penyelidikan pada Januari 2023 setelahnya dilanjutkan dengan penetapan tersangka September 2023.

Para tersangka yang dimaksud adalah eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Muhammad Hatta.

Nurul Ghufron juga menekankan, pada saat membantu proses mutasi ASN kenalannya tidak ada satupun feedback yang didapatkan. "Bagi kami yang penting ada pengaduan. Di atas ilmu kami adalah kemanusiaan, di atas kekuasaan dan jabatan kami adalah kemanusiaan. Seandainya kami dipermasalahkan karena membantu kemanusiaan ini, kami terima," tandasnya.