Netizen ke Pejabat BPK RI: Bagi Dong Hasil "Rampokan" untuk Beli Beras, Sedikit Saja!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 15 Mei 2024 10:19 WIB
Karikatur - Ilustrasi oknum Auditor BPK RI minta duit Rp 12 miliar kepada Kementerian Pertanian (Kementan) (Foto/Karikatur: Dok MI/Gatot Eko Cahyono)
Karikatur - Ilustrasi oknum Auditor BPK RI minta duit Rp 12 miliar kepada Kementerian Pertanian (Kementan) (Foto/Karikatur: Dok MI/Gatot Eko Cahyono)

Jakarta, MI - Warganet atau netizen +62 meminta ke pejabat Badan Pemeriksa Keungan (BPK) RI agar membagi-bagi hasil 'rampokannya' untuk membeli beras, biar sedikit saja. Soalnya BPK RI 'menang banyak' dengan temuannya pada proyek strategis nasional (PSN) sebagai bahan untuk 'memalak' kementerian.

Pakar TPPU Yenti Garnasih menilai hal ini 'fenomena gunung es' tidak menutup kemungkinan terjadi juga di instansi lainnya. "Jangan-jangan ini fenomena gunung es," kata Yenti kepada Monitorindonesia.com, kemarin.

Pasalnya, baru saja terungkap di persidangan bahwa oknum auditor BPK RI meminta Rp 12 miliar ke Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menutupi kejanggalan/temuan pada proyek food estate agar meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP), kini terkuak lagi adanya permintaan Rp 10,5 miliar ke Waskita Karya (WSKT) yang merupakan perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait dengan temuan pada proyek Tol Japek II.

Jika hasil 'rampokan' itu dibagikan kepada warga +62, mungkin saja tak banyak yang kelaparan saat ini. "Enak bener ya ke sana minta Rp 10,5 miliar, ke sini minta Rp 12 miliar. Bagi dong om, dikit aja buat beli beras," demikian keterangan video akun TikTok @Jass, dikutip Monitorindonesia.com, Rabu (15/5/2024).

"Kok begini ya, gak pajak, bea cukai, BPK dan lain-lain, hadeh," komentar @wahonosies.

"Mayan mark up 20% kan," komentar @Ryouchi Sanada.

"Perjalanan hidup itu sesuai karma baik/buruk dikehidupan sebelumnya. Tuhan maha adil, selom," @Djames Sudikarma turut mengomentari.

"Kalau tim audit jujur di Indonesia, korupsi itu bisa dicegah," kata @ Hi Tee.

Adapula warganet mendoakan agar keluarga anggota BPK baik-baik saja. "BPK... semoga keturunanmu baik-baik saja," harap Adrian.

Tak hanya itu saja, menurut akun @ARF, duit Indonesia kebanyakan parkir di konglomerat. Sementara akun @ghost memberik singkata BPK "Badan Pemeras Kementerian".

Pun akun @masbond870 menyahut "rusak semua".

Tak sampai disitu, rupanya fakta persidangan tersebut membuat warganet makin geram. Pasalnya hukum di Indonesia ini dapat dibeli. "Semua instasi dari mulai desa, pendidikan dari bawah sudah diajarkan korupsi. Karena hukumnya dapat dibeli. Susah negara, kita kelakuan seperti itu sudah jadi tradisi," ujar @iwandampa.

"Wah ini belum yang ono, yang itu makin mencuat kelakuan aslinya," sindirnya.

Akun @Nyoman Suyadnya pun menambahkan "Yang mereka tangannya kotor bagaimana mungkin yang diperiksa bersih".

Sebagaimana terungkap fakta dipersidangan, BPK meminta sejumlah duit ihwal temuan pada proyek food estate Kementerian Pertanian (Kementan) dan proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol MBZ tahun 2016-2017.

Pada proyek food estate, oknum auditor BPK RI Victor dan Haerul Saleh disebut meminta Rp 12 miliar. Namun hanya Rp5 miliar yang diberikan. 

Uang Rp 5 miliar itu diberikan kepada auditor BPK usai Kementan mendapat uang dari vendor, hingga kemudian Kementan diberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK yang sebelumnya terganjal temuan pada proyek food estate itu. Namun hal ini telah dibantah mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) selaku terdakwa kasus dugaan korupsi.

Sementara pada proyek Tol Japek II itu, Direktur Operasional Waskita Beton Precast Sugiharto mengakui, dirinya pernah menyiapkan uang sebesar Rp 10,5 miliar miliar untuk memenuhi permintaan dari BPK RI, juga terungkap di persidangan.

BPK minta Rp 12 miliar
Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto mengungkapkan dalam sidang bahwa Oknum Anggota Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) meminta uang Rp 12 Miliar ke Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengkondisikan hasil audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun 2021.  Namun, hanya disanggupi dibayar Kementan Rp 5 miliar.

"Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp 12 miliar itu atau hanya sebagian yang saksi tahu," tanya jaksa KPK pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakpus, Rabu (8/5/2024).

"Saya dengar mungkin, kalau nggak salah, sekitar Rp 5 miliar atau berapa," kata Hermanto.

Jaksa kemudian menanyakan sumber uang yang digunakan. Hermanto tak mengetahuinya secara detail tapi disebut berasal dari vendor.

"Itu kan saksi tahunya Pak Hatta yang urus Rp 5 miliar itu? Pak Hatta dapat uangnya dari mana?" tanya jaksa.

"Vendor," kata Hermanto.

Hermanto menilai, program food estate menjadi hambatan Kementan mendapatkan predikat audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Ia pun mengaku, ada oknum anggota BPK yang melodinya untuk mendapatkan predikat audit tersebut.

"Misal contoh satu, temuan food estate itu kan temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen ya, kelengkapan administrasinya. Istilah di BPK itu BDD, bayar di muka. Jadi, itu yang harus kita lengkapi, dan itu belum menjadi TGR. Artinya ada kesempatan untuk kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan itu," kata Hermanto.

BPK minta Rp 10,5 miliar
Direktur Operasional Waskita Beton Precast Sugiharto mengakui, dirinya pernah menyiapkan uang sebesar Rp 10 miliar untuk memenuhi permintaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. 

Hal itu diungkap Sugiharto saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat. Proyek fiktif ini terungkap saat Jaksa mengkonfirmasi berita acara pemeriksaan (BAP) Sugiharto yang mengungkap adanya permintaan uang miliaran dari BPK. 

"Di BAP saudara ada ditanya terkait proyek fiktif. Ditanya oleh penyidik apakah ada proyek fiktif terkait pelaksanaan Tol Japek ini? Bisa dijelaskan?" kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024). 

Di hadapan Majelis Hakim, Sugiharto menjelaskan, permintaan BPK terjadi setelah menemukan banyak masalah dalam proyek pembangunan Jalan Tol MBZ. 

Untuk memenuhi permintaan itu, ia pun membuat sejumlah proyek fiktif saat menjabat sebagai Super Vice President (SPV) Infrastruktur 2 Waskita. "Apa pekerjaan fiktifnya?" tanya Jaksa mendalami. 

"Pekerjaan fiktifnya itu untuk pekerjaan, karena pekerjaan sudah 100 persen, (pekerjaan fiktifnya) hanya pemeliharaan, hanya patching-patching (menambal) saja, pak. Itu kecil saja," terang Sugiharto. 

"Berapa nilainya?" cecar Jaksa. 

"Rp 10,5 miliar," kata Sugiharto. 

Jaksa pun terus menggali proyek fiktif yang dibuat Sugiharto. Termasuk, siapa pihak yang menginisiasi proyek fiktif tersebut. Sugiharto mengaku pada saat itu ia diperintah oleh atasannya Bambang Rianto yang menjabat Direktur Operasional. 

"Oke. Gimana instruksinya?" tanya Jaksa. 

"Tolong disediain di (proyek tol) Japek ini ada keperluan untuk BPK Rp10,5 M', Rp 10 M-an lah, pak," terang Sugiharto. 

Di muka persidangan, Sugiharto menjelaskan bahwa dirinya dipanggil bersama sejumlah Waskita Beton Precast dipanggil untuk dijelaskan adanya permintaan BPK. 

Dari pertemuan itu, disepakati pembuatan proyek fiktif untuk memenuhi permintaan BPK tersebut. "Akhirnya dibuatkanlah dokumen seolah-olah ada pekerjaan Rp 10,5 miliar itu?" timpal Jaksa. “Iya, betul Pak,” kata Sugiharto.

Jaksa turut mendalami detail temuan-temuan BPK dalam pelaksanaan proyek jalan tol MBZ. Hanya saja, Sugiharto mengaku tidak mengetahui persis. 

"Saya hanya diinstruksikan sama pak BR (Bambang Rianto), Direktur Operasional saya untuk keperluan pemenuhan BPK itu," jawab Sugiharto.