Legislator Komisi III Minta Tak Ada Lagi Peradilan Sesat pada Kasus Vina

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 30 Mei 2024 19:40 WIB
Anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basari (Foto: MI/Dhanis)
Anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basari (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari, menyoroti sejumlah kejanggalan pada kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky di Cirebon yang terjadi pada tahun 2016 silam. 

Salah satunya kata Tobas sapaan akrabnya, adanya penghapusan dua daftar pencarian orang (DPO) pada kasus itu setelah polisi menangkap Pegi Setiawan alias Perong, yang disebut sebagai otak pembunuhan Vina dan Eky.

“Sebagai contoh, ada dua DPO yang kemudian dihapus dari daftar dengan alasan nama fiktif dan asal sebut. Akhirnya dikoreksi jumlah tersangka pembunuhan yang tadinya 11 menjadi sembilan orang," ujar Tobas kepada wartawan, Kamis (30/5/2024).

Kejanggalan lainnya kata Tobas, yakni polisi baru menangkap Pegi setelah delapan tahun kasus berlalu dan mendapat sorotan publik usai kasusnya diangkat dalam sebuah film layar lebar yang kemudian viral. 

“Ini menjadi janggal juga jika benar pada 2016 lalu ternyata pihak kepolisian sudah pernah ke rumah Pegi. Jika saat itu memang ada bukti kuat kenapa tidak langsung ditangkap, kenapa harus menunggu delapan tahun setelah kasus kembali heboh?" tanya Tobas.

Lebih lanjut kata politikus Nasdem itu, yang perlu dikritisi adalah pengakuan dari orang-orang yang sudah ditangkap dan disiksa.

“Terpidana Saka Tatal yang sudah dibebaskan mengaku terpaksa mengakui terlibat pembunuhan Vina dan Eky karena tidak kuat disiksa polisi. Ucil atau Rivaldi juga mengaku sebenarnya dia adalah pelaku tindak kejahatan lain yang tidak ada hubungannya dengan kasus Vina,” bebernya.

Untuk itu, Tobas mendorong agar Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sebagai instansi yang memiliki kewenangan pengendalian terhadap perkara (Dominus Litis) juga dapat meneliti proses penuntutan yang dahulu dilakukan dalam kasus Vina dan Eky sebagai tanggung jawab penanganan perkara.

“Tentu kita berharap jangan pernah ada lagi peradilan sesat terjadi di negeri ini. Dari peradilan sesat pada kasus Sengkon-Karta di Bekasi, Lingah-Pacah di Ketapang, Risman Lakoro-Rostin di Boalemo Gorontalo, Devit-Kemat di Jombang, Andro-Benges di Cipulir, semestinya jadi pelajaran bagi kita untuk memperbaiki penegakan hukum,” punkasnya.