DPR Khawatir Sahkan RUU Perampasan Aset? Pakar Hukum: Bisa Jadi Senjata Makan Tuan

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 21 Agustus 2023 10:33 WIB
Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi terkait memalsukan dokumen yang dijadikan alat bukti dalam persidangan sengketa lahan antara PT Sendawar Jaya dan sejumlah pihak, termasuk Kejagung yang menjerat Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Ismail Thomas membuka mata publik, bahwa uang haram yang masih beredar akan mengantarkan seseorang kepada kekuasaan. Konsekuensinya, yang bersangkutan berpotensi melakukan kejahatan, seperti korupsi demi bisa terus menjaga status quo. Atas dasar itu sepertinya penghuni Senayan tidak mau buru-buru mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai belum dibahas dan disahkannya RUU Perampasan Aset juga karena adanya faktor kekhawatiran dari DPR hingga pemerintah. Kehadiran beleid itu diyakini bakal jadi senjata makan tuan. "Undang-Undang Perampasan Aset bisa menjadi senjata makan tuan. Sejatinya perampasan aset hanya dilakukan terhadap aset-aset hasil kejahatan. Jadi setiap aset objek perampasan pasti ada riwayat yuridisnya, meskipun pada saat diketahui secara formal sudah menjadi aset yang legal," ujar Abdul Fickar saat dihubungi Monitorindonesia.com, Senin (21/8). RUU Perampasan Aset diketahui sudah lewat enam kali sidang paripurna sejak surat perintah presiden (surpres) diserahkan pemerintah. Ini tak ayal ikut mengundang pertanyaan akan keseriusan DPR tentang urgensi pemberantasan korupsi. Padahal, RUU tersebut juga sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023. Aneh, RUU itu hingga saat ini tak kunjung disahkan. "Itu tandanya kekuasaan riil itu ada dikekuatan partai politik, karena itu eksekutif sekelas Presiden saja tidak efektif," tambah Abdul Fickar. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan sudah berulang kali mendorong agar DPR segera menyelesaikan RUU Perampasan Aset, dalam upaya memudahkan proses penanganan tindak pidana korupsi. "RUU perampasan aset, saya itu sudah mendorong tidak sekali dua kali, sekarang posisinya itu ada di DPR," kata Jokowi. Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan Surat Presiden (Surpres) RUU Perampasan Aset belum juga dibacakan dalam rapat paripurna karena pihkanya tengah fokus menggodok RUU yang lain. "Terkait dengan perampasan aset, hari ini Komisi III sedang fokus membahas tiga permasalahan atau RUU yang masih dibahas," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7). (Wan) #RUU Perampasan Aset