Tentang Askrida yang Kini Tersandung Dugaan Korupsi Triliunan Rupiah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 Agustus 2024 3 jam yang lalu
PT Asuransi Bangun Askrida (ABA) (Foto: Dok MI)
PT Asuransi Bangun Askrida (ABA) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - PT Asuransi Bangun Askrida atau yang biasa disebut Askrida, didirikan oleh pemerintah sebagai sebuah perusahaan yang menawarkan perlindungan asuransi atas semua risiko dan kehilangan, khususnya bagi gedung-gedung pemerintahan dan juga aset-aset milik pemerintah lainnya.

Perusahaan ini adalah perusahaan asuransi berskala nasional, yang didirikan pada tanggal 2 Desember 1989 dibawah badan hukum Raharti Sudjardjati dan dengan persetujuan dari Departemen Keuangan Republik Indonesia (berdasarkan keputusan pemerintah No. KEP.192/KM.B/1990, dd. 14 March 1990). 

Pertama kali berdiri perusahaan ini dimiliki oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD), lalu pada tahun 1996 sebuah keputusan penting dibuat oleh Menteri Dalam Negeri yang bertujuan untuk memperluas kepemilikan perusahaan asuransi ini, dengan mengikutsertakan 33 instansi pemerintahan daerah (propinsi), yang karenanya telah membuat profil perusahaan menjadi lebih kuat khususnya dalam hal partisipasi Askrida dalam mengembangkan industri asuransi di Indonesia.

Moto yang dimiliki oleh Askrida adalah “Mitra dalam Usaha Pelindung dalam Duka” dengan menawarkan solusi dalam bentuk perlindungan asuransi yang lengkap dan cerdas. 

Seiring dengan berkembangnya jumlah pelanggan yang sudah dilayani maka perusahaan ini juga semakin kuat, dan masyarakat publik pun semakin mengenal lebih jauh mengenai perusahaan ini. 

Dengan pemegang saham utama yang adalah Bank Pembangunan Daerah dan juga Pemerintah Daerah Provinsi.

Kendati, di balik profilenya itu, tak dipungkiri Askrida kini tersandung kasus dugaan korupsi yang kini dalam tahap penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tak tanggung-tanggung, kasus dugaan rasuah yang menyelimutinya disebut-sebut sebesar Rp 4,4 triliun. Hal itu sebagaimana laporan Indonesian Audit Watch (IAW) yang dilayangkan ke KPK.

IAW telah menyampaikan surat pengaduan kepada KPK 17 Maret 2023, namun sempat tertunda karena situasi politik Pilpres. IAW menduga bahwa direksi PT ABA telah memanipulasi laporan keuangan selama 5 tahun, sehingga 2 gubernur sebagai pemilik saham terbesar dapat menerima pembagian uang ratusan miliar secara tunai.

Hal ini dilakukan dengan modus membagikan biaya komisi yang tidak sesuai dengan laba perusahaan. Pun IAW juga telah menyerahkan sejumlah bukti dan data kepada KPK, termasuk copy laporan keuangan audited dan triwulan Askrida 31 Desember 2020, 31 Desember 2021, 1-14 April 2022, II-31 Juli 2022, III-31 Agustus 2022, dan dokumen korespondensi bank Mandiri.

Dengan sederet bukti itu, maka IAW mendesak KPK untuk memanggil dan memeriksa para pemilik saham PT ABA, termasuk gubernur yang menjabat di periode 2018-2022, yaitu Mahyeldi (Sumatera Barat); Anies Baswedan (DKI Jakarta); Ridwan Kamil (Jawa Barat); Ganjar Pranowo (Jawa Tengah); dan  Wahidin Halim (Banten).

Selain dugaan manipulasi laporan keuangan, IAW juga menyoroti persoalan utang PT ABA kepada bank Mandiri dan Bank Mandiri Taspen (ManTap) sebesar Rp 2,3 triliun yang tidak dicatat/dibayar sejak 2018. Pun IAW juga mempertanyakan investasi PT ABA di PT Mahanusa Graha Persada yang diketahui sebagai perusahaan bermasalah.

Sesuai dengan imbauan KPK yang mengajak peran serta netizen/publik dalam pemberantasan korupsi, IAW mendorong KPK untuk memeriksa ulang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para pemimpin daerah yang terlibat dalam kepemilikan saham PT ABA. Maka IAW berharap agar KPK dapat memberikan respons dan menindaklanjuti dugaan korupsi di PT ABA dengan segera.

Terlebih IAW juga sudah mempertemukan seorang whistle blower dari PT ABA dengan memberi dokumen dan keterangan tambahan kepada dua orang petugas Dumas KPK. Sehingga AW meyakini bahwa penyimpangan yang terjadi di PT ABA telah merugikan keuangan negara dan harus diproses hukum.

Artis P terlibat?
Menurut perwakilan IAW Iskandar Sitorus, artis yang menggunakan inisial P terlibat dalam kasus ini melalui promosi produk kecantikan untuk sebuah perusahaan skincare, yang mana produk tersebut dibiayai oleh aliran dana hasil korupsi.

"Inisialnya P, melakukan kegiatan endorse di periode 2018-2019 atas satu unit skincare yang megah di wilayah Jakarta Selatan, kurang lebih seputaran Kasablanka," kata Iskandar Sitorus kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, pada Senin (22/4/ 2024).

Iskandar kemudian membeberkan karakteristik yang melekat pada seorang artis dengan awalan huruf P. Berdasarkan paparan Iskandar, artis tersebut telah memperoleh bayaran endorse yang melambung hingga mencapai angka miliaran rupiah.

"Perempuan, cantik, seksi, berusia muda. (Angkanya) lumayan, di luar kelaziman sebagai profesional endorsement. Miliar, hitungannya miliar. Aliran dananya tetap, karena sumbernya tetap sejak 2018," lanjut Iskandar Sitorus.

Isu yang melibatkan artis P dalam kasus pencucian uang mulai mencuat pada bulan Maret 2023, ketika IAW melaporkan bahwa artis tersebut diduga terlibat dalam promosi bisnis yang diperoleh dari korupsi yang melibatkan sejumlah Gubernur di Indonesia.

Menurut Iskandar, para pelaku korupsi disebutkan telah mengalihkan investasi bisnis mereka ke sektor skincare dan petshop di Indonesia, sebagai upaya penyamaran atas asal-usul modal yang berasal dari tindakan korupsi.

Naik lidik
Pihak KPK menyatakan bahwa kasus ini sudah naik ke tahap penyelidikan. "Sudah diekspose dan disepakati untuk ditingkatkan ke tahap lidik," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.

Sementara itu, Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto menyatakan bahwa semua laporan yang masuk ke lembaganya akan ditindaklanjuti.

"Pada prinsipnya bila dokumen yang diajukan sebagai lampiran laporan lengkap, akan diproses dan ditindaklanjuti. Bila tidak, akan dimintakan untuk dilengkapi terlebih dahulu oleh pelapor," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto kepada Monitorindonesia.com, Kamis (18/7/2024)