Bau Korupsi! DPR Minta APH Periksa Pejabat Pemberi Izin Tambang di Raja Ampat

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 9 Juni 2025 23:22 WIB
Tambang Nikel di Raja Ampat (Foto: Istimewa)
Tambang Nikel di Raja Ampat (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - DPR meminta aparat penegak hukum agar memeriksa pejabat yang memberikan izin pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Diduga penerbitan izin tambang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

“Wajib diperiksa pejabat yang berwenang dengan indikasi-indikasi lain yang menyebabkan izin itu bisa diproses dan diterbitkan. Pasti ada indikasi KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dalam proses penerbitan izin tambang yang tidak prosedural,” kata anggota DPR, Yan Permenas Mandenas, Senin (9/6/2025).

Perizinan tambang, tegas dia, harus dikaji ulang guna memastikan legalitas dan kesesuaian dengan aturan lingkungan yang berlaku. Sebab, hal ini menyangkut lebih dari satu kementerian yang memberikan izin, di mana ada rekomendasi dari kementerian terkait lainnya. "Apalagi, Raja Ampat masuk sebagai kawasan wisata dan hutan lindung,” jelasnya.

Menurut dia, tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, telah lama beroperasi meski mendapat penolakan dari masyarakat setempat, termasuk pemilik hak ulayat. Dia menilai ada unsur pembiaran dari pemerintah sebelumnya.

“Namun, yang terjadi adalah pembiaran oleh pemerintahan sebelumnya, baik pusat maupun daerah, hingga masalah ini muncul ke permukaan setelah adanya protes dari aktivis lingkungan,” jelas Yan Mandenas.

Legislator Partai Gerindra itu menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas dalam kasus ini. Dia menyebut perlunya keterlibatan aparat hukum dalam memeriksa seluruh pihak terkait.

“Terutama dalam menegakkan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas koruptor dan mengembalikan kekayaan alam sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Jadi, jika ada indikasi suap dalam penerbitan izin, maka harus diperiksa dan diproses hukum,” tegas dia.
 
Dia menduga adanya keterlibatan oknum di kementerian terkait serta pelanggaran prosedur dalam proses administrasi perizinan tambang. “Yang kedua, tentunya ada campur tangan oknum pejabat di kementerian terkait. Juga, ada proses yang tidak prosedural baik administrasi izin usaha pertambangan nikel,” ungkapnya.

Yan Mandenas meminta agar masalah ini dilihat secara menyeluruh, termasuk dengan memanggil pihak perusahaan tambang. Ia juga menyoroti pentingnya kajian AMDAL yang selama ini, menurutnya, diabaikan pemerintah di Papua.

“Mengingat masalah AMDAL di Papua selama ini cukup diabaikan pemerintah, termasuk di Raja Ampat,” tambahnya.

Dia mendesak perusahaan tambang di Raja Ampat tidak hanya diperiksa, tetapi diproses hukum bila terbukti melakukan pelanggaran, khususnya terkait regulasi perizinan. Menurut dia, kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengevaluasi seluruh izin pertambangan di Papua.

“Masalah ini membuka mata kita, banyak sekali tambang di Papua yang menyalahi aturan pemerintah, namun tetap diberikan rekomendasi untuk beroperasi,” tutur dia.

Yan Mandenas mengaku telah menerima berbagai laporan dari masyarakat mengenai tambang-tambang ilegal di Papua. Di antaranya tambang emas di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nabire, Waropen, dan beberapa kabupaten lain di Papua. 

"Saya berharap Kementerian Sumber Daya Mineral segera menertibkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi di Papua, serta berhati-hati dalam mengeluarkan izin,” pungkasnya.

Topik:

DPR Raja Ampat