Proyek Normalisasi Kali Ciliwung Diduga Sarat Mafia

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 7 Februari 2023 00:10 WIB
Jakarta, MI – Proyek normalisasi Kali Ciliwung oleh Pempov DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta untuk menyikapi masalah banjir yang mulai dikerjakan dari tahun 2017 hingga sekarang masih ruwet. Tahapan untuk pembebasan lahan untuk menjadi jalan inspeksi adalah awal dari pekerjaan normalisasi. Diatur dalam Undang undang No 2 tahun 2012 Tentang Pengadaan tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pemberkasan surat tanah serta kelengkapannya pun disosialisasikan di setiap kelurahan yang terkena proyek normalisasi Kali Ciliwung. Kecamatan Kramat Jati mempunyai beberapa kelurahan yang berdampak banjir dari Kali Ciliwung, Cawang, Cililitan, Balekambang. Meski demikian, warga belum memahami proses pemberkasan karena pembebasan tanah diatur dalam satu paket yaitu peta bidang yang terkena proyek normalisasi Kali Ciliwung. Banyak peta bidang yang tidak memiliki nama yang artinya harus dicari pemiliknya. Seperti di Kelurahan Cililitan, warga diminta untuk komunikasi dengan RW nya untuk mengajukan invent agar menjadi peta bidang. "Di awal tahun 2017 kami mendapat informasi bahwa lahan tanah keluarga kami dari warisan nenek kami akan kena proyek normalisasi Kali Ciliwung, karena kami tidak mengerti kepengurusannya, maka ada dari pihak pengurus RT dan RW membantu kepengurusannya, namun dibalik itu mereka menawarkan jasa melalui pihak ke tiga," ungkap ahli waris inisial AV kepada wartawan, Senin (6/2). AV menjelaskan, bahwa pada tahun 2017 surat asli tanahnya diberikan kepada pengurus dengan dalih harus seperti itu agar cepat direaisasi. "Kami pun diberikan dana uang muka sebesar Rp 200 juta, menunggu hingga akhir 2017 tidak ada realisasi, bahkan surat asli tanah kami dikatakan hilang," ungkapnya. Hingga tahun 2018 hingga 2020, kata dia, pun belum ada kejelasan realisasi lahan tanah waris kami mau dibebaskan, sementara surat asli tanahnya sudah hilang. “ Kemudia, di tahun 2020 kami mempertanyakan realisasi dan surat tanah waris kami ke Dinas SDA DKI Jakarta. Akhirnya pejabat Dinas SDA yang berinisial RJT menyatakan akan dibantu melalui Ibu RU agar terrealisasi. Kami terkejut dengan permintaan Ibu RU bahwa kepengurusan dikenakan 30%, akhirnya kami menurut saja yang penting terrealisasikan," jelasnya. (Albert)