Pendapatan Parkir Berlangganan Fantastis! Jadi "Bancakan" Pejabat Pemprov DKI (3)

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 7 Agustus 2023 08:00 WIB
Jakarta, MI - Parkir berlangganan di Unit Pengelola (UP) Parkir Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta menjadi bancakan para oknum pejabat, eks pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, oknum legislatif, dan lainnya. Ribuan lokasi parkir yang dikelola UP Parkir dan pihak ketiga seharusnya bisa menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga ratusan miliar rupiah setiap tahunnya. Tata kelola perparkiran juga sepertinya sengaja dibuat tidak jelas. Pembagian hasilnya dengan pihak ketiga tidak transparan, sehingga disitulah terjadi salah satu kerugian dari UP Parkir. Bentuk kerja sama dengan pihak ketiga, atau swasta itu sebanyak 30 persen sampai 32 persen untuk disetor ke UP Parkir. Misalnya, pendapatan PT A mengelola tiga titik lokasi parkir Rp 1 miliar, maka bagi hasilnya Rp 300 Juta sampai Rp 320 juta untuk UP Parkir, sisanya di pihak ketiga untuk gaji karyawan dan keuntungan perusahaan. Rekanan UP Parkir banyak didukung oleh oknum pejabat dan mantan pejabat UP Parkir Dishub DKI Jakarta. Mereka tentu sudah tahu persis titik-titik mana lokasi parkir yang sangat menguntungkan di Jakarta. Selanjutnya melakukan lobi-lobi dan kongkalikong dengan UP Parkir seperti mengatur target pendapatan sedemikian rupa agar pundi-pundi pribadi cepat menggelembung. Matono misalnya, jabatannya dulu di UP Parkir adalah Manajer Operasional (Menops) wilayah. Sekarang mengelola parkir di pihak rekanan UP Parkir yang kini menduduki posisi sebagai penasihat. "Mereka (pejabat dan mantan pejabat Pemprov DKI) tinggal dapat duit. Contoh lainnya, Sopoyono mantan Asisten Manajer UP Parkir sekarang dia dipihak rekanan yang menjabat sebagai koordinator lapangan perusahaan parkir swasta yang berada Blok M, Jakarta Selatan. Jadi mantan bos-bos UP Parkir dan Dishub ini kini bekerjasama dengan pihak swasta untuk mengeloa parkir di UP Parkir," ujar salah seorang mantan juru parkir UP Perparkiran Nasaruddin kepada Monitorindonesia.com akhir pekan lalu. Para mantan bos UP Parkir itu mengetahui semua titik-titik mana yang bisa "dimainkan" kemudian ditawarkan ke pihak swasta. Kemudian mereka melakukan nego ke orang dalam UP Parkir yang notabene pernah jadi mantan anak buahnya. Alhasil, dalam penentuan sebagai rekanan, sebagian pdilakukan dengan penunjukan langsung bukan lewat tender perusahaan. Kalaupun tender digelar, hanya formalitas. "Karena dia-lah mantan orang dialam UP Parkir itu. Jadi dia pensiun masih bekerja disitu jadinya, dia dibudidaya swasta sebagai apa gitu, sebagai Manajer atau Tenaga Ahli atau apa, gajinya bisa puluhan juta dalam sebulan," ungkap Nasaruddin. Dan setoran tersebut, itulah yang dimainkan sama mereka, kongkalikong dengan oknum UP Parkir. Total pihak ketiga yang mengelola parkir di Jakarta sekitar 70 perusahaan. Belum lagi yang dikelola langsung UP Parkir sendiri. Jumlahnya ratusan hingga ribuan lokasi seantero ibukota. Modus lainnya adalah, banyak oknum pejabat Pemprov DKI yang menitipkan perusahaan ke UP Parkir untuk mengelola parkir yang menjadi aset DKI. Belum lagi masalah izin parkir bagi perkantoran, pertokoan dan gedung gedung yang dimiliki oleh pihak swasta. Bila pihak swasta tidak mendapatkan izin dari Pemprov melalui PTSP maka selanjutnya mereka akan mengurusnya ke unit pengelola parkir. Karena mengurus lewat jalur PTSP sengaja dipersulit oleh oknum. "Secara otomatis mereka di bawah binaan UP Perparkiran. Dan mereka akan setor dan bagi hasil dengan UP Parkir. Belum lagi yang setor ke oknum Dishub, UP Perparkiran, Legislatif dan lainnya," tambah Nasaruddin. Modus lainnya adalah oknum pejabat Pemprov DKI juga diduga menitipkan perusahaan-perusahaan pengelola parkir. Dengan kekuasaan yang dimiliki pejabat tersebut, UP Parkir tak bisa menolak tekanan agar perusahaan yang diajukan dapat jatah pengeloaan parkir. Pendapatan Asli Daerah Minim Dari hasil investigasi Monitorindonesia.com dalam beberapa bulan terakhir, bila rata-rata pendapatan parkir pihak ketiga sebesar Rp 3 miliar per tahun, pendapatan UP Parkir sudah mencapai 70 miliar. Itu masih hitungan minimum. Sementara pendapatan asli daerah (PAD) dari UP Parkir hanya Rp 54 miliar di 2022. Itu yang masih pendapatan dikelola oleh swasta belum lagi dikelola oleh UP parkir sendiri. Hal yang mengejutkan lagi adalah pendapatan dari parkir belangganan (member). Itu yang pendapatannnya luar biasa besar. Untuk satu unit kendaraan roda empat, pelanggan harus rogoh kocek Rp 500 ribu per bulan dan motor 70 ribu per bulan. Parkir member bisa mendapatkan Rp 30 juta sampai 40 juta per bulan setiap lokasi. Duit masuk sebesar itu diduga tidak dilaporkan sebagai pendapatan karena dibayar bulanan dan manual. Yang terpantau itu hanya parkir harian. Sebagai contoh kecil, di kawasan IPB Pasar Baru yang dikelola UP Parkir itu dari parkir berlangganan bisa mendapatkan 40 juta per bulan. Setahun bisa mencapai Rp 500 juta. Itu masih satu lokasi. Lokasi parkir di Menteng sama juga sama. Pendapatan parkir berlangganan bisa mencapai Rp 35 juta per bulan karena banyak mobil nginap. Jadi ambil simpul itu aja. Jadi hampir seluruh area parkir yang punya gedung itu banyak parkir berlangganan ya, itu apa orang orang kantor yang rumahnya jauh jadi mobil dititip disitu. Jadi bukan hanya pendapatan harian saja, yang besar itu adalah pendapatan parkir berlangganan. Dengan hanya PAD dari Parkir Rp 54 miliar setahun, sementara lokasi yang dikelola UP Parkir mencapai ratusan, maka kuat dugaan hanya sebagian kecil pendapatan yang terlaporkan. Jadi yang masuk ke sistem itu parkir harian dan itulah yang masuk ke PAD. Pendapatan parkir berlangagnan itu diduga kuat banyak yang digelapkan. Parkir berlangganan yang dikelola oleh pihak ketiga juga demikian. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam LHP tahun 2021 pernah mengendus PAD dari parkir berlangganan tersebut. Namun, hingga kini seolah masalah itu menguap begitu saja. "PAD dari parkir ini tidak akan pernah tercapai selama sistem ini tidak dibenahi gitu. Waktu itu pernah diperiksa BPK, sampai UPT Parkir bilang jangan cerita parkir member dong, jadi jangan sampai BPK itu tahu bahwa ada parkir berlangganan di UP Parkir," ungkap Nasarudin yang pernah bekerja di UP Parkir selama 5 tahun terakhir.[Tim Investigasi]