Polusi Udara di Jakarta Kian Parah, Jenri Sinaga Dorong Pembangunan Superblok

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 19 Agustus 2023 11:39 WIB
Jakarta, MI - Tingkat polusi udara di DKI Jakarta yang diakibatkan oleh banyaknya kendaraan bermotor kian hari semakin parah. Kabar kualitas udara Jakarta konsisten memburuk beberapa pekan terakhir turut membuat Ketua Umum Sahabat Banteng Indonesia (SBI) Jenri Sinaga miris. Jenri yang juga Ketua Umum Partisipasi Kristen Indonesia (Parkindo) sontak mendorong solusi demi mengatasi polusi udara di Ibu Kota ini. Jenri mendorong sebuah konsep penataan ruang di perkotaan dengan fokus memaksimalkan fungsi lahan yang tersedia. Dalam hal ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta perlu membangun superblok. Diakuinya, Jakarta memang memiliki lahan yang terbilang cukup terbatas. Namun dapat dibuat beberapa fungsi. Salah satunya fungsi permukiman penduduk. "Pemerintah daerah perlu membangun superblok, misalnya 5 hektar di Jakarta Timur atau wilayah Jakarta lainnya. Bangun superblok yang tinggi-tinggi di perumahan itu. Jadi orang akan berbudaya dengan superblok itu. Ada yang murah, ada yang mewah, disitu ada orang kaya yang tinggal, orang miskin juga bisa tinggal disitu," ujar Jenri kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (19/8). Menurut Jenri, tinggal di sebuah superblok, para penghuni dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di satu kawasan kecil, sehingga tingkat mobilisasi ke tempat yang jauh dapat dikurangi secara signifikan. Bagi Jenri, selain untuk mengatasi polusi udara yang kian meningkat, superblok juga dapat mengatasi kemacetan. Pasalnya, kata dia, tata letak lingkungannya yang rapi dan teratur, sudah pasti kawasan superblok akan menjamin lalu lintas yang bebas macet. Apalagi umumnya mobilitas berasal dari penghuni yang beraktivitas setiap harinya maupun pekerja kantoran di gedung setempat. "Jadi nantinya mereka yang kerja di Jakarta, tidak tinggal lagi di Bekasi, tidak tinggal lagi di Tangerang, tidak tinggal lagi di Bogor. Jadi dia sudah di superblok itu. Kalau hari Sabtu dan Minggu misalnya dia keluar, silakan. Sehingga turun ke bawah sudah ada terintegrasi kereta api, mobil listrik dan segala macamnya. Saya yakin kemacetan pun juga akan jauh berkurang," katanya. "Kalau dibangun itu superblok misalnya 500 ribu kamar di Jakarta Timur. Otomatiskan perumahan di sana kan ikut hilang. Misalnya 500 ribu kamar di Jakarta Selatan, di Jakarta Utara juga, 100 ribu kamar misalnya di Jakarta Pusat," beber Jenri. Saat ini, di Jakarta properti yang masuk kategori superblok adalah Rasuna Epicentrum dan Mega Kuningan. Jenri mengatakan bahwa sebuah kawasan superblok, pembangunan berbagai fasilitas publik seperti pusat pendidikan, bisnis, perbankan, dan rumah sakit, sebagai proses utama yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan utama tentu akan menjadi nilai tambah. Sehingga tidak hanya kebutuhan hunian yang terpenuhi, namun juga memberi efek terhadap perekonomian baru yang terhubung dengan fasilitas publik. "Tinggal di sebuah superblok sama artinya para penghuni dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di satu kawasan kecil, sehingga tingkat mobilisasi ke tempat yang jauh dapat dikurangi secara signifikan. Hal ini membuat kualitas hidup lebih baik dan praktis, efisien, dan tentu saja hemat waktu, uang, dan energi," katanya. [Lin]