Bersihkan Langit Jakarta: Budaya Zero Emisi Karbon dengan Bertransformasi ke Trasportasi Hijau dan Energi Hijau

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 November 2023 17:27 WIB
Langit Kota Jakarta (Foto: MI/La Aswan)
Langit Kota Jakarta (Foto: MI/La Aswan)

Jakarta, MI - Mengangkat tema "Kualitas Udara Bersih di Jakarta", Kantor Berita Radio (KBR) bersama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menggelar dialog nasional secara daring, selama dua hari berturut-turut yakni, pada pada tanggal 15 dan 16 November 2023.

Dialog secara daring melalui aplikasi meeting Zoom tersebut, menghadirkan banyak narasumber yang berkompeten di bidangnya masing-masing, diantaranya, Ketua Pengurus Harian YLKI Abadi Tulus, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Sigit Reliantoro, Ketua Komite  Pengahpusan Bahan Bakar Berlimbah (KPBB). Dialog ini juga menggandeng PT PLN, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Dinas ESDM, dan Wali Kota se-Jabodetabek.

Selanjutnya, DTJK, Organda, Gojek, Grab, Gojek, Blue Bird, Transjakarta, Damri, Gaikindo, Perwakilan Konsumen yang terdiri dari Kowani, Koalisi Perempuan Indonesia, Al Isrsyad, Asyiyah, Mama Cemara, PKK Kranji

Selain para nara sumber tersebut, dialog yang dipandu oleh host dari KBR, juga diikuti oleh para jurnalis media baik cetak, online dan radio. Ada pula Pers Mahasiswa (Persma) dan para blogger.

Dalam acara ini juga diperlombakan penulisan bertajuk berita atau artikel yang diapload melalui website yang telah disediakan dengan hadiah jutaan rupiah. KBR mempersembahkan nara sumber untuk memaparkan narasinya dalam dialog tersebut.

Abadi Tulus yang menjadi narasumber dalam dialog ini menyatakan bahwa, polusi udara adalah suatu isu nasional yang penanganannya perlu bersinergi antar kementerian, antar lembaga, antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

"Akhir-kahir ini isu polusi udara memang meresahkan yang mungkin kita menganggap remeh, namun perlu disikapi dengan serius. Polusi udara itu sebenarnya buka semata-mata dalam efek dan penyakit yang ditimbulkan, misalnya batu pilek tapi juga kepada seluruh penyakit-penyakit  tidak menular," kata Tulus. 

Menurut Tulus, hal itu juga dipicu oleh adanya lingkungan yang tidak sehat yang melingkupi air dan udara, bahkan suara yang juga mempengaruhi kesehatan.

"Polusi udara ini dipicu oleh kualitas udara buruk dengan indeks polusi yang tinggi. Itu memang secara kasat mata hanya menimbulkan ispa, tapi secara jangka panjang itu menimbulkan sebagai penyakit tidak menular yang sangat serius. Seperti jantung koroner, darah tinggi hingga gagal ginjal," ungkap Tulus.

Dengan udara tidak sehat juga akan mengganggu kesehatan pernapasan. Ketika udara kotor itu masuk ke dalam darah, nanti akan mengganggu kinerja organ-organ tubuh manusia pula. 

Maka dari itu harus ada sinergitas dari sektor transportasi, energi dan lainnya untuk mewujudkan kualitas udara yang baik yang saat ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk menurunkan emisi atau menuju zero emision.

"Karena ini sudah dikomitmenkan pemerintah yang transisinya mulai dari tahun 2030 sampai 2040, nanti ujung zero emision-nya adalah di tahun 2060, akan tetapi harus ada transisi".

"Mewujudkan zero emision itu bukan pekerjaan yang gampang, itu susah. Makanya perlu transisi-transisi. Nah ini perlu kita lakukan bersamaan dengan seluruh unsur masyarakat. Tentu kita tidak ingin kiamat itu lebih cepat karena ulah kita sendiri," imbuhnya. 

Untuk diketahui, bahwa pada beberapa bulan terakhir, kualitas udara kota Jakarta mendapatkan sorotan tajam, bukan saja di level nasional tetapi juga internasional. Pasalnya kualitas udara di kota Jakarta dinyatakan buruk, dan tidak memenuhi standar kesehatan. 

Data Air Quality Indeks (AQI) menyebut kualitas udara di kota Jakarta menjadi yang terburuk di dunia. Klaim ini secara empiris memang bukan pepesan kosong, data Dinkes DKI menyebutkan, jumlah penderita penyakit ISPA di Jakarta meningkat hingga 100 ribu orang. 

Secara dominan faktor transportasi menjadi pemicu buruknya kualitas udara di Jakarta, mengingat masih tingginya mobilitas yang masih menggunakan kendaraan pribadi.

Oleh karena itu, upaya untuk mentransformasi kualitas udara di Kota Jakarta harus sinergis dan kolaboratif multi stake holders, dan harus ada intervensi oleh pemerintah pusat. 

Dengan demikian dapat dipertegas, bahwa kota Jakarta dan kota besar di Indonesia harus menerapkan budaya zero emisi karbon dengan cara bertransformasi ke trasportasi hijau dan energi hijau.

Sinergitas yang tepat untuk mewujudkan kualitas udara bersih di kota Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia harus dilakukan dengan cara membangun kesadaran masyarakatnya terlebih dahulu secara berkala dengan menerapkan budaya zero emisi karbon dalam kehidupan sehari-hari serta aktif menurunkan emisi CO2 (Gas Rumah Kaca-GRK). 

Polusi udara diwilayah kota besar di Indonesia terutama kota Jakarta karena disebabkan meningkatnya kegiatan masyarakat seperti kegiatan perekonomian dan ditambah lagi dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan produksi diberbagai sektor kehidupan semakin meningkat. 

Faktor umum juga yang disebabkan polusi udara karena pergerakan kegiatan sosial dimasyarakat semakin meningkat sehingga pemanfaatan transportasi dan energi juga bertambah seperti perilaku masyarakat memakai trasportasi berbahan bakar fosil semakin meningkat di kota Jakarta untuk menggerakan barang dan jasa. 

Bisa dilihat diatas langit Jakarta saat pagi hari, bila kendaraan berbahan bakar fosil semakin banyak dioperasikan di jalan raya sehingga pemandangan langit kota Jakarta berkabut maka terjadilah polusi udara yang tidak bisa lagi teratasi. 

Kota Jakarta bersih udaranya ketika saat itu pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pertama saat ada virus Covid 19 di Indonesia.

Sehingga kendaraan berbahan bakar fosil di jalan raya saat itu berkurang, maka dugaan kuat penyebab polusi udara adalah karena adanya peningkatan pergerakan masyarakat dengan menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil dan pengoperasian Pembakit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang tidak ramah terhadap lingkungan.

Seperti belum layaknya uji emisi rendah karbon pada bagian pembuang gas emisi pembangkit listrik berbahan fosil tersebut. 

Solusi

Pergerakan trasportasi berbahan bakar fosil semakin meningkat, mengatasinya adalah dengan cara masyarakat harus bertransformasi secara berkala dengan menggunakan transportasi yang ramah lingkungan seperti menggunakan kendaraan bertenaga listrik dan kendaraan masal yang sudah disediakan oleh pemerintah setempat. 

Agar pemakaian kendaraan listrik dilakukan secara efektif dimasyarakat maka pemerintah setempat harus membuat peraturan-peraturan yang strategis untuk ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat seperti pemerintah memberikan solusi terhadap masyarakat yang sudah terlanjur menggunakan trasportasi berbahan bakar fosil agar bisa ditukar tambah dengan kendaraan listrik di dealer asal kendaraan berbahan bakar fosil tersebut. 

Pemerintah harus mendorong dealer penyedia kendaraan yang beroperasi dijalan raya agar menjual kendaraan yang ramah terhadap lingkungan seperti kendaraan bertenaga listrik.

Bahan bakar fosil seperti jenis bensin, solar agar ditransformasi untuk digunakan sebagai penghasil tenaga listrik agar supaya berguna untuk menggerakan kendaraan bertenaga listrik. 

Pengguna kendaraan pribadi di kota Jakarta agar bertransformasi menggunakan kendaraan masal seperti MRT,LRT,KRL dan BUS yang ramah terhadap lingkungan agar mengurangi kemacetan dijalan serta mengurangi pencemaran udara akibat kendaraan pribadi yang banyak beroperasi dijalan raya. 

Selanjutnya, gas buang sektor industri besar dan gas buang pembangkit listrik yang memakai bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi semakin meningkat, solusi mengatasinya adalah agar sektor Industri besar yang beroperasi dilingkungan wilayah kota yang padat penduduknya agar digeser dipinggiran kota.

Serta pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang sudah telanjur beroperasi di lingkungan wilayah kota harus ditransformasi kebudaya zero emisi karbon dalam hal harus lulus dari uji emisi karbon yang ramah terhadap lingkungan sekitarnya. Agar pembangkit listrik berbahan bakar fosil memiliki kontribusi menghentikan polusi udara.

Selain itu, pemerintah secara berkala mendorong masyarakat agar menggunakan listrik bertenaga surya sebagai kebutuhan sehari-harinya.     

Kemudian, soal sampah-sampah yang dibakar yang berasal dari aktivitas kegiatan masyarakat semakin meningkat. Solusi mengatasinya adalah pemerintah menyediakan alat daur ulang sampah yang ramah terhadap lingkungan serta sampah yang didaur ulang bisa bermanfaat buat masyarakat agar sampah-sampah tersebut tidak terbakar dan tidak dapat menimbulkan asap. 

Solusi sinergitas sektor transportasi dan sektor energi juga harus dibangun bersama dengan cara dilaksanakannya perubahan berkala pada pola perilaku masyarakatnya terlebih dahulu di wilayah kota Jakarta dan Kota-kota besar di Indonesia. 

Pola perilaku masyarakat yang lama dirubah kepola perilaku masyarakat yang peduli terhadap lingkungan yang asri dan bersih, maka solusi yang tepatnya agar masyarakat bertransformasi ke sektor pemanfaatan transportasi hijau. Dan harus bertransformasi ke sektor pemanfaatan energi hijau agar kualitas udara dikota-kota tersebut bersih tanpa ada polusi udara. (La Aswan)