Catatan Sekilas Pameran Seni Rupa: "Pitutur Hoegeng Bertutur" di Balai Budaya Jakarta

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Juli 2024 23:39 WIB
Salah satu lukisan realis karya Mulyadi yang sarat dengan metafora. (Foto: MI/Gatot Eko Cahyono).
Salah satu lukisan realis karya Mulyadi yang sarat dengan metafora. (Foto: MI/Gatot Eko Cahyono).

Jakarta, MI - Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Pol. Chryshnanda Dwilaksana membuka resmi pameran seni rupa untuk penghormatan Kapolri yang ke-lima Hoegeng dan peluncuran buku "HOEGENG, Moral, Etika dan Jalan hidup".

Dalam konferensi pers, Chryshnanda Dwilaksana mengatakan bahwa Sespimlemdiklat Polri berkolaborasi dengan para seniman (perupa) untuk ikut menggelar karyanya dengan tema : " Pitutur Hoegeng Bertutur" di Balai Budaya, Jl Gereja Theresia 47 , Menteng , Jakarta Pusat, 10-14 Juli 2024. 

Para perupa tersebut diantaranya adalah : Akbar Linggaprana, Mulyadi, Ari Kadarisman, Dunadi, Sudi Purwono (Non-O), Anwar Rosyid, Gatot Eko Cahyono (gatote) dll, juga ikut dipamerkan karya lukisan dan properti dari pak Hoegeng yaitu seperti koleksi sepeda, pakaian. 

Ada juga karya lukisan dari anggota keluarga Hoegeng, Reni Hoegeng dan Meriyati Hoegeng.

"Pitutur" Hoegeng Bertutur " bisa diartikan sebagai petuah/ajaran Hoegeng di masa hidupnya sebagai sosok polisi yang sederhana, bersih, jujur, antikorupsi dan memanusiakan manusia, memegang keutamaan dan beradab. 

Para perupa masing-masing merespon tema tersebut dengan berbagai ide dan imajinasi dan pengalaman estetikanya dalam bentuk visual rupa yang beragam.

Menurut Kasespim Lemdiklat Polri, pengarang buku Art Policing ini (2020), seniman adalah salah satu pilar budaya. 

Tema "Pitutur Hoegeng Bertutur" tak hanya sekedar apa yang diucapkan atau kata-kata pak Hoegeng, tetapi juga pikiran, perilaku pak Hoegeng dalam semasa hidupnya.

Kolaborasi antara Sespimlemdiklat Polri dengan para seniman ini merupakan salah satu "tribute"/penghargaan kepada pak Hoegeng pada keutamaan dalam hidupnya. 

Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, pak Hoegeng wafat meninggalkan nama yang harum untuk negara dan bangsa.

Api Spirit Hoegeng

Para perupa dalam karyanya yang merespon tema spirit Hoegeng tentunya muncul beraneka style sesuai pengalaman estetika dan cara pandang. 

Misalnya lukisan karya Akbar Linggaprana yang berjudul : "Polisi antisuap" yang menampilkan sosok Hoegeng dengan pakaian lengkap dinas polri yang sikap tangannya menolak untuk menerima suap bukan hanya dalam bentuk uang, tetapi juga menolak mobil, wanita cantik dan lainnya yang bersifat duniawi. 

Lukisan ini ada ada unsur kritik sosial, ada kandungan satire, karikatural, dan dalam penyampaian ide menyiratkan bahwa Hoegeng adalah sosok polisi yang sederhana, bersih, jujur, antikorupsi, dan menjunjung tinggi keutamaan dalam sikap hidup. 

Juga karya Mulyadi yang menampilkan sosok Hoegeng dalam pakaian sipil berbaju pantai, santai sedang memainkan gitar kecil (semacam okulele?), disampingnya terlihat sosok bayangan wajah tokoh wayang Puntadewa yang disenter oleh lighting sehingga terlihat wajah yang dominan.

Puntadewa adalah raja Pandawa yang "lembah manah"/ rendah diri, sederhana, tetapi mempunyai wibawa yang tinggi dalam keutamaan hidupnya, juga punya kemampuan dan ilmu yang "sakti", idium sosok Hoegeng digambarkan seperti sosok tokoh pewayangan Puntadewa. 

Kelihaian Mulyadi dalam melukis realis sangat membantu dalam memvisualkan konsepnya. 

Ini bentuk visual metafora di mana Hoegeng semasa menjabat Kapolri yang ke -lima juga aktif berkesenian melukis, juga main musik hawaian, yang di tahun 1970 an ikut mengisi acara hiburan di TVRI saat itu. 

Sementara itu karya Dunadi, salah satu pematung Indonesia yang berbakat dan sangat mumpuni ini juga ikut hadir menampilkan karya sosok figur Hoegeng berpakaian dinas polisi dengan sangat realis dan berkarakter. 

Sementara lukisan karya Ari Kadarisman memvisualkan secara realis apik sosok Hoegeng yang sedang duduk dikelilingi oleh berbagai bunga, tentu hal ini sebagai wujud metafora Hoegeng meninggalkan nama yang sangat harum untuk bangsa dan negara.

Juga lukisan karya Sentot, pelukis dari Yogya, digarap dengan teknik hitam putih, menampilkan sosok wajah Hoegeng sebagai polisi yang disandingkan dengan tokoh wayang Puntadewa, juga ada simbol sosok -sosok burung Jatayu, harimau, ular, gajah, monyet, yang tentu saja ini punya arti yang sangat simbolik.

Api spirit Hoegeng tentu saja menjadikan sebuah "roh panutan" yang tak pernah padam yang pantas untuk ditiru bukan hanya untuk kalangan polri saja, tetapi juga untuk generasi muda zaman sekarang pada umumnya, api spirit Hoegeng yang selalu terang nyala dan tak lekang oleh waktu. 

Nilai utama dalam kehidupan sosok Hegeng sebagai " manusia langka" yang patut diteladani oleh siapapun.

Hal ini sosok Hoegeng sepantasnya sudah kayak untuk diusulkan menjadi sosok pahlawan bangsa. 

Seperti yang dikatakan Irjen pol Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana M.Si bahwa Hoegeng adalah sosok polisi yang memegang keutamaan, polisi yang beradab.

(Gatot Eko Cahyono adalah kartunis, jurnalis dan pemerhati seni)

Berita Terkait