Pegiat Lingkungan Hidup Harap Pemerintah Tetapkan Moratoriun Eksploitasi Hutan Kawasan Danau Toba

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 Desember 2023 02:08 WIB
Pegiat lingkungan hidup dan pariwisata Kawasan Danau Toba (KDT) Mangaliat Simarmata (Foto: Dok MI)
Pegiat lingkungan hidup dan pariwisata Kawasan Danau Toba (KDT) Mangaliat Simarmata (Foto: Dok MI)
Jakarta, MI - Pegiat lingkungan hidup dan pariwisata Kawasan Danau Toba (KDT) Mangaliat Simarmata, berharap agar pemerintah menetapkan kebijakan moratorium eksploitasi hutan di kawasan Danau Toba.

Pasalnya, beberapa tahun terakhir publik mengetahui penyebab banjir dan longsor kerap terjadi di KDT, yaitu di Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbahas, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba, Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Tanah Karo. Bencana ini menimbulkan banyak korban meninggal, lahan pertanian petani pun hancur dan bahkan tidak bisa digunakan lagi.

"Berapa banyak rumah penduduk dan bangunan fasilitas publik hancur dan lain-lain? padahal mayoritas penduduk KDT adalah petani. Mala petaka ini jelas diakibatkan sudah hancurnya hutan penyangga KDT-nya," ujar Mangaliat kepada Monitorindonesia.com, Rabu (6/12).

Mangaliat dari Jendela Toba ini, memperkirakan hutan KDT tinggal sekitar 20 persen lagi, sehingga banjir dan longsor ini hanya masalah waktu saja, akan terus terjadi jika pemerintah tidak menerapkan kebijakan moratorium penebangan hutan itu.

Dulu, lanjut Mangaliat, sangat dikenal begitu luasnya hutan KDT yang kayu-kayunya sangat baik dan mahal, karena tanahnya subur sebagai bekas letusan Gunung Toba tersebut. "Lantas apakah keadaan ini akan dibiarkan akan terus terjadi dan masyarakat tinggal di KDT terus dibayangi ketakutan?" tanya Mangaliat.

"Apakah tidak berdampak akan kekhawatiran rasa aman para wisatawan yang berkunjung ke KDT sebagai KSPN dan geopark internasional tersebut?" tanyanya lagi.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan para menterinya, lanjut dia, sudah beberapa kali dalam kunjungan kerjanya ke KDT yang tentunya mereka sudah mengetahui bahwa kondisinya sudah gersang dan kerusakan hutannya sudah sangat parah.

Sehingga Joko Widodo menyatakan akan meninjau ulang izin-izin perusahan-perusahan perusak hutan di KDT, termasuk TPL, karena erat kaitannya dengan KDT sebagai KSPN. 

"Akan tetapi, hingga saat ini belum jelas ada kebijakan pemerintah untuk itu. Sudah sangat jelas bahwa presiden menyatakan akan menghijaukan, mengkonservasi KDT," tegas Mangaliat.

Bahkan, pada beberapa tahun yang lalu, presiden didampingi beberapa menteri, pejabat pemerintah provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) dan Kabupaten sudah dua kali secara seremonial melalukan penghijauan untuk KDT. "Yaitu di Kabupaten Toba dan Kabupaten Humbahas, akan tetapi hingga saat ini tindak lanjutnya belum ada," kata Mangaliat.

Selain itu, menurut Mangaliat, pemerintah dan publik sangat tahu bahwa inalum adalah proyek strategis nasional di KDT yang mana pada beberapa tahun terakhir ini sudah terkendala dalam beroperasi karena debit air Danau Toba tidak cukup lagi menggerakkan turbin inalumnya. Oleh karenanya, beberapa kali pula inalum membuat hujan buatan dengan anggaran besar agar bisa beroperasi dengan baik.

Dengan demikian, Mangaliat kembali berharap agar pemerintah segera menetapkan satu kebijakan moratorium eksplotasi hutan di Kawasan Danau Toba untuk mencegah terjadinya banjir dan longsor lagi, yang sangat menggelisahkan, menakutkan terutama masyarakat yang tinggal di KDT-nya 

Sekaligus, tambah dia, guna memberi rasa aman untuk para wisatawan yang berkunjung ke KDT. Dan juga untuk merespons "kartu kuning " UNESCO akan kelestarian alam geopark kaldera Toba di KDT.

"Saya harap agar benar-benar direalisasikan, dilaksanakan janji-janji akan ditinjau ulang izin-izin perusahaan-perusahan perusak hutan KD-nya dan tindak lanjut menghijaukan, mengkonservasi KDT-nya," harap Mangaliat. (LA)