Profil Abdon Nababan, Calon Anggota DPD RI dari Sumut

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 25 Januari 2024 16:46 WIB
Profil Abdon Nababan, Calon Anggota DPD RI dari Sumut [Foto: Facebook/Abdon Nababan]
Profil Abdon Nababan, Calon Anggota DPD RI dari Sumut [Foto: Facebook/Abdon Nababan]

Jakarta, MI - Sosok Abdon Nababan dikenal sebagai aktivis yang bergerak di bidang sosial. Pria Kelahiran Huta Pealangge, Siborongborong, Humbang Hasundutan 2 April 1964 ini, menempuh pendidikan di SDN Paniaran, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Humbang Hasundutan. 

Lalu melanjutkan ke SMP RK St. Yosef di Lintong ni Huta, Kabupaten Tapanuli Utara. Selanjutnya, ia mengecap pendidikan di SMA RK Budi Mulia di Pematang Siantar dan SMAN II Jakarta. 

S1-nya dari Institut Pertanian Bogor (IPB) lulus tahun 1987. Setelah kuliah, aktif di gerakan sosial dan memasuki usia yang sudah matang (35), Abdon menikah dengan pujaan hatinya, Devi Anggraini, seorang pegiat hak-hak perempuan yang juga pegiat masyarakat adat dari Riau.

Pasangan Abdon Nababan dan Devi Anggraini, hidup bahagia dengan kesederhanaan. Mereka dikaruniai tuga orang putri. 

Putri pertama bernama, Meilonia Marintan Nababan, putri kedua bernama Mena Azzelia Nababan, dan putri bungsunya bernama, Mayang Cerana Nababan. 

Pascakuliah, ia terpilih menjadi Koordinator Program Pendidikan Lingkungan Hidup "Lintas Alam Ciapus" kerjasama Yayasan Indonesia Hijau (YIH) dan Lawalata IPB 1984-1986.

Ia juga sebagai anggota Perhimpunan Mahasiswa Katolik RepubIik Indonesia (PMKRI) Bogor sejak 1982, dan Anggota Perkumpulan Mahasiswa Pencinta Alam (LAWALATA) IPB Bogor sejak 1982, dan pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas Ketua 1985 hingga 1986.

Darah aktivisnya pun terus lestari, itu terbukti ia dipilih sebagai Penyelenggara Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN), Wakil Ketua Pelaksana di KMAN I 1999, Ketua Panitia Pelaksana di KMAN II 2003, Ketua Panitia Pengarah di KMAN III, Penanggung-jawab di KMAN IV 2007 dan KMAN V 2017. 

Selain sebagai Staff Pengelola di Yayasan Mojopahit Mojokerto 1988-1989, ia juga sebagai Koordinator Kelompok Kerja Riset dan Advokasi Kebijakan Kehutanan di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), merangkap Pimpinan Proyek Peningkatan Kapasitas ORNOP Indonesia  di bidang Investigasi dan Kampanye Hutan, kerjasama program Greenpeace International-WALHI tahun 1990 hingga 1993.

Pada tahun 1993 hingga 1996, ia menjadi Pendiri dan Direktur Program Riset dan Dukungan Komunitas di Yayasan SEJATI, lalu terpilih sebagai Direktur Eksekutif di Yayasan Telapak Indonesia (TELAPAK) tahun 1996 hingga 1998.

Ia sebagai pendiri dan Direktur di Forest Watch Indonesia (FWI) 1998–2000, yang kemudian menjadi Sekretaris Pelaksana/Chief Operation Officer di AMAN 1999-2003.

Ketua Umum di Perkumpulan Telapak 2004–2006. Pendiri dan Direktur Utama di PT. Poros Nusantara Utama (PNU) 2006-2007 

Pria sebagai penasehat di Samdhana Instirute 2018 hingga sekarang ini, ternyata pernah menjadi Sekretaris Jenderal/Chief Executive Officer di Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) 2007–2012 dan 2012-2017. 

Di Tano Batak, Abdon terlibat dalam beragam advokasi hak-hak masyarakat adat sejak kehadiran PT. Inti Indorayon Utama (IIU) sejak awal 1990-an, yang kemudian berganti wajah sebagai PT. Toba Pulp Lestari (TPL), sampai saat ini. 

Di Sumatera Timur, Abdon juga aktif mendukung perjuangan Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), organisasi perjuangan hak adat tertua di Indonesia. 

Kesetiaannya berjuang dengan Rakyat Penunggu selama 20 tahun terakhir, telah menempatkan Abdon Nababan sebagai bagian tidak terpisahkan dari BPRPI.

Bagi BPRPI, di samping sebagai Penasehat, Abdon juga dipercaya menyandang kedudukan sebagai Pemangku Setia Rakyat Penunggu.

Abdon tidak membedakan agama dan suku dalam perjuangan melawan ketidakadilan sosial. Abdon Nababan, juga berhasil meraih Ramon Magsaysay Award 2017, yang merupakan penghargaan bergengsi tingkat Asia, untuk kategori Community Leadership dari seluruh Asia. 

Ramon Magsaysay Foundation merupakan penghargaan untuk kepemimpinan yang menginspirasi dan membawa perubahan. Beberapa nama yang pernah mendapat penghargaan ini adalah Dalai Lama ke-14 pada 1959, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 1993, dan Syafi’i Ma’arif (PP Muhammadiyah) pada 2008. 

Menurut pihak Ramon Magsaysay Award, Abdon merupakan seorang pemimpin yang membawa perubahan. Keberanian dan advokasinya menjadi suara dan wajah, bagi masyarakat adat di Indonesia.