Laka Maut KM 58 Tol Japek, Momentum Pemerintah Sikat Habis Travel Gelap

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 21 April 2024 14:37 WIB
Kecelakaan Tol Jakarta Cikampek KM 58 (Foto: Istimewa)
Kecelakaan Tol Jakarta Cikampek KM 58 (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Pengamat transportasi dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai bahwa kasus kecelakaan lalu lintas (Laka) maut di KM 58 Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) haruslah menjadi evaluasi dan ketegasan pemerintah dan aparat keamanan dalam memberantas adanya travel gelap di dunia transportasi. 

Teguran tegas dari aparat dan pemerintah diperlukan untuk menyelesaian masalah ini, berangkat dari insiden KM 58 yang menelan banyak korban. Tidak hanya penindakan hukum, tetapi juga penyelesaian akar masalah yang melibatkan berbagai pihak terkait.

"Penyelesaiannya juga harus dilihat dari semua sisi. Di satu sisi, masyarakat di pedesaan membutuhkan angkutan gelap semacam ini. Mereka memberi fasilitas mengantar dan menjemput sampai ke depan rumah penumpang yang tak terjangkau angkutan publik," jelas Djoko dalam keterangan tertulisnya mengenai Catatan Evaluasi Layanan Transportasi di Musim Lebaran, Minggu (21/4/2024). 

Oleh karena itu, Djoko menyarankan agar pemerintah dapat melakukan penyediaan layanan angkutan umum hingga ke pedesaan. Penyediaan angkutan umum di pedesaan menurutnya akan meminimalisir angkutan gelap yang sering kali tidak memiliki izin resmi.

Tak sampai disitu, ia menyebut perlu diadakan kembali integrasi sistem transportasi di Indonesia berupa layanan angkutan perdesaan, angkutan perkotaan, angkutan kota dalam provinsi (AKDP), dan angkutan perintis yang harus diperkuat dan saling terhubung dengan baik.

"Selain itu, negara tidak lagi memproduksi sepeda motor dengan isi silinder lebih dari 100 cc. Harus dilakukan, sehingga dalam 5 tahun ke depan di musim lebaran penggunaan kendaraan pribadi bisa berkurang, minimal tidak bertambah sudah bagus," lanjutnya.

Djoko menambahkan, bahwa kecelakaan yang merenggut hingga 12 orang tersebut, harus disikapi pemerintah dan aparat keamanan sebagai evaluasi momentum mudik agar kedepannya diharapkan tidak terjadi kembali. 

Oleh sebab itu, Djoko menyarakan untuk selalu senantiasa melakukan sosialiasi secara masif kepada pengemudi tentang pentingnya menjaga kondisi fisik dan psikologis saat berkendara.

Pengemudi diharapakan harus dalam keadaan fit, menghindari rasa lelah dan mengantuk yang dapat menjadi penyebab kecelakaan. Selain itu, mereka harus memastikan kendaraan tetap berada di lajur kir (lajur kanan untuk mendahului) dan mematuhi batas kecepatan maksimal 60 km per jam. Jarak aman antar kendaraan dan aturan lalu lintas lainnya juga harus diperhatikan dengan baik.

"Kemudian pembatas jalan untuk mengamankan kendaraan dipasang lebih rapat. Semula 30 meter menjadi setiap 10 meter," kata Djoko. 

Selain itu, ia menekankan bahwa kesiapsiagaan juga harus ditingkatkan dengan mempersiapkan mobil pengaman (safety car), pemadam kebakaran, dan mobil derek untuk mengantisipasi kecelakaan yang berpotensi menimbulkan kebakaran.

Diberitakan sebelumnya, 12 orang tewas akibat kecelakaan di Km 58 Jalan Tol Jakarta-Cikampek, pada Senin (8/4/2024). Seluruhnya merupakan penumpang mobil Gran Max 1635 BKT. 

Peristiwa nahas ini juga melibatkan dua kendaraan lainnya, yakni bus Primajasa B 7655 TGD, dan Daihatsu Terios. Berdasarkan laporan kepolisian, mobil Gran Max dari arah Jakarta, tiba-tiba oleng ke sebelah kanan jalur contraflow dan menabrak bus. 

Lalu, mobil Terios yang berada di belakang bus ikut menabrak di bagian belakangnya. Atas kejadian tersebut, baik mobil Gran Max dan Terios terbakar hangus.