Putusan MA Turunkan Batas Usia Cakada dalam Tiga Hari, Mengapa Secepat Kilat?

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 2 Juni 2024 12:40 WIB
Sekelompok masyarakat adat berdemo di depan gedung Mahkamah Agung (MA) (Foto: MI/Ant)
Sekelompok masyarakat adat berdemo di depan gedung Mahkamah Agung (MA) (Foto: MI/Ant)

Jakarta, MI - Hanya dalam waktu tiga hari, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Partai Garuda untuk mengubah cara penghitungan usia calon kepada daerah dan wakil kepala daerah yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. 

Semula usia minimal dihitung sejak penetapan pasangan calon, tetapi kini dihitung sejak pelantikan calon terpilih. Dengan putusan itu, seseorang yang belum berusia 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati/wakil bupati dan calon wali kota/wakil wali kota saat penetapan calon bisa maju dalam pemilihan. 

Dengan catatan, yang bersangkutan sudah berusia 30 tahun atau 25 tahun saat dilantik.

Putusan kontroversial MA yang menurunkan batas usia calon kepala daerah (Cakada) itu pun menjadi polemik. Kritikan tajam muncul dari berbagai pihak. Bahkan, putusan itu diduga kuat untuk memuluskan putra bungsu Jokowi maju Pilkada.

Saat ini, Kaesang masih berusia 29 tahun. Ia akan genap berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024, empat bulan setelah masa pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dibuka. 

Jika mengacu pada PKPU No 9/ 2020, Kaesang tidak dapat diusung menjadi calon wakil gubernur DKI Jakarta karena pada Agustus usianya belum genap 30 tahun. 

Sementara jika merujuk pada putusan MA, Kaesang dapat diusung menjadi calon wakil gubernur karena pada saat pelantikan 1 Januari 2025, ia sudah berusia 30 tahun.

Peneliti politik dari BRIN Aisah Putri Budiarti menyebut terdapat beberapa kecurigaan yang menguatkan dugaan kepentingan politik kelompok-kelompok tertentu dalam putusan MA tentang syarat usia calon kepala daerah.

Pertama, putusan MA ini membuka pintu bagi Kaesang untuk maju pilkada. Situasi ini serupa dengan fenomena yang terjadi saat Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat batas usai capres dan cawapres yang memuluskan langkah Gibran mencalonkan diri.

“Otomatis ketika ada kasus yang serupa, terkait dengan dinasti politiknya Jokowi, dan syarat usia berbasis aturan hukum untuk pemilu maka jadi sangat wajar ketika kemudian terbangun asumsi adanya kepentingan politik ini [membuka pintu Kaesang],” kata Aisah, Minggu (2/5/2024).

Faktor selanjutnya adalah revisi aturan terjadi saat proses pilkada tengah berlangsung. Saat ini, penyelenggaran pilkada 2024 telah memasuki tahapan pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan hingga Agustus mendatang.

“Apakah memang mendesak untuk dilakukan perubahan saat proses pilkada tengah berlangsung? Ini kan jadi terlihat tanpa dasar, tanpa riset mendalam kenapa harus berubah sekarang. Akhirnya memunculkan kembali dugaan kepentingan politik di dalamnya,” katanya.

“Lalu, kenapa perubahannya harus lewat jalur-jalur potong kompas, di MK misalnya untuk konteks pilpres dan MA untuk pilkada sekarang? Kenapa tidak lewat proses pembuatan undang-undang yang dipikirkan secara serius dan matang oleh pembuat kebijakan?” tambah Aisah.

Menurutnya, langkah yang tepat adalah dengan melakukan evaluasi secara menyeluruh dan komperhensif melalui jalur legislatif terkait aturan teknis pelaksanaan pemilu, yang tidak hanya kriteria tentang usia namun juga syarat pengalaman politik yang memadai.

Mengapa secepat kilat?
Perkara di MA yang diperiksa dan diadili oleh Hakim Agung Yulius, Cerah Bangun dan Yodi Martono Wayunadi ini masuk pada 23 April 2024.

Kemudian, perkara itu didistribusikan 27 Mei 2024, dan diputuskan pada 29 Mei 2024.

Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini mempertanyakan pengujian yang begitu cepat dan tidak adanya proses persidangan yang terbuka di MA. 

"Itu lah mengapa sangat mendesak agar judicial review di Mahkamah Agung dilakukan terbuka, transparan, dan akuntabel seperti pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi," kata Titi, Kamis (31/5/2024).

Pakar hukum tata negara dari UGM, Zainal Arifin Mochtar pun menganggap pengujian syarat usia itu seperti mendapatkan perlakukan ekstra oleh MA.

“Kayak ada perlakuan ekstra, coba tanya MA pengujian reviewnya temen-temen NGO itu berapa lama, emang ada empat hari? Enggak ada,” kata Zainal.

Sementara Juru bicara MA Suharto mengatakan cepatnya MA memproses uji materi terkait batas usia calon kepala daerah ini sebagaimana asas ideal sebuah lembaga peradilan.

“Sesuai asas yang ideal itu yang cepat karena asasnya pengadilan dilaksanakan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan Jadi cepat itu yang ideal,” kata Suharto, Kamis (30/5/2024).

Diketahui, MA mengabulkan hak uji materi (HUM) yang dimohonkan oleh Ketum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana terhadap atas Pasal 4 ayat 1 huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Awalnya, isi dari pasal tersebut berbunyi: “berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak penetapan pasangan calon.“

Setelah putusan MA No 23P/HUM/2024 maka isinya menjadi: “berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih”.

Dalam pertimbanganya, MA berpandangan pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.


Dalam jadwal pilkada 2024, penetapan pasangan calon dilakukan pada 22 September 2024, dan pelantikan diperkirakan berlangsung pada awal tahun 2025.


Implikasi dari putusan ini maka setiap orang boleh mengajukan diri menjadi calon kepala daerah ketika usia mereka lebih dari 30 tahun (untuk provinsi) dan 25 tahun (kabupaten/kota) saat pelantikan dilakukan, dan bukan saat penetapan pasangan calon.

Putusan MA ini pun membuka pintu bagi Kaesang untuk maju menjadi calon kepala daerah tingkat provinsi karena dia akan berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024.

Namun, Partai Garuda membantah bahwa gugatannya untuk membuka langkah Kaesang berpartisipasi dalam pilkada tingkat provinsi.

"Untuk semua bukan hanya Mas Kaesang, ini sama terjadi ketika kami melakukan gugatan ke MK terkait umur capres cawapres, yang juga akhirnya diarahkan seolah-olah hanya untuk Mas Gibran," ujar Waketum Partai Garuda Teddy Gusnaidi, Kamis (30/5/2024).

"Lagian Pilkada ini bukan hanya di satu tempat saja tapi seluruh Indonesia," tambahnya.

Teddy menjelaskan partainya menggugat pasal itu karena ingin regenerasi kepemimpinan. Regenerasi kepemimpinan. Ini untuk Indonesia ke depan, diisi oleh para generasi muda," katanya.

Dalam dokumen yang diterima Monitorindonesia.com, MA berpandangan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Menurut MA, Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 justru tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih."

Atas putusan tersebut, MA memerintahkan KPU untuk mencabut Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. 

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: PARTAI GARDA REPUBLIK INDONESIA (PARTAI GARUDA)," demikian bunyi putusan tersebut.

Putusan ini diperiksa dan diadili oleh majelis hakim yang dipimpin Hakim Agung Yulius serta Hakim Agung Cerah Bangun dan Hakim Agung Yodi.

 

Topik:

ma pilkada kaesang