Indonesia Belum Tepat Menerapkan Pemilihan Presiden Secara Langsung

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 18 Oktober 2021 21:13 WIB
Monitorindonesia.com - Ketua Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Letjen (Purn) Kiki Syahnakri menilai bahwa Indonesia belum tepat melakukan pemilihan presiden secara langsung. Alasanya karena rakyat Indonesia berjumlah 270 juta lebih dan kebhinnekaan yang sangat luas secara demografis, seperti ras etnik, agama, dan bahasa. "Untuk memimpin Indonesia dibutuhkan seorang yang berkarakter unggul, mulia, pancasilis, berkompetensi tinggi, dan dia harus teladan," kata Kiki Syahnakri dalam Focus Group Discussion bertema "MPR sebagai Lembaga Perwakilan Inklusif", di Media Center Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/10/2021). Mantan Wakasad itu menegaskan, presiden harus dipilih dengan prinsip meritocracy. Karena itu pula proses pemilihan presiden tidak diserahkan kepada mekanisme pasar alat demokrasi liberal, tetapi harus diserahkan kepada orang yang mengerti tentang meritocracy dan mengerti tentang syarat-syarat seorang presiden. Dia mengilustrasi pemelihan presiden China. Negara tersebut menjaring calon pemimpinnya dari usia dini. Xi Jinping dicalonkan sejak usia 12 tahun, dididik dan seterusnya terpilih dari sekian kader menjadi pemimpin yang tangguh. "Di Amerika pun begitu. Hanya ada dua partai politik, tapi fungsi partai politik untuk melakukan kaderisasi dijalankan dengan baik. Dia mencontohkan Kenedy yang letnan satu keluar dari militer dan terjun ke politik. Kenedy dikaderkan, tidak ujug-ujug, tidak mayor mau jadi presiden. Dia dikantorkan dulu sampai menjadi senator. Jadi saya kira kaderisasi ini sangat bagus, kecuali Donald Trump. Saya kira itu filosofinya, mengapa presiden dipilih MPR. Saya menerjemahkan saja apa yang dipikirkan oleh founding father dahulu," terangnya. Dengan alasan itulah, Kiki menginginkan pemilihan presiden kembali dilakukan oleh MPR dengan menetapkan kembali MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang ketika dilakukan perubahan (amendemen) UUD 1945 sudah menjadi Lembaga Tinggi Negara.  MPR juga harus di isi dengan keterwakilannya lengkap, yaitu DPR RI, Utusan Daerah yang mewakili daerah-daerah etnik di seluruh Indonesia dan Utusan Golongan yang mewakili kelompok-kelompok seperti profesi dan asosiasi, mulai dari ikatan dokter, pedagang, atau termasuk TNI. "Semua Anggota MPR yang berasal dari DPR dipilih lewat pemilu yang demokratis, fair dan terbuka dan semua anggota yang berasal dari Utusan Golongan dan Utusan Daerah ditunjuk berdasarkan meritocracy oleh kelompok institusinya masing-masing," ujarnya. Kemudian, semua Anggota MPR berorientasi pada kepentingan nasional, bukan pada kepentingan pribadi atau golongan, serta yang terakhir semua Anggota MPR harus amanah dengan tugasnya. Dengan kata lain, diharapkan anggota-anggota MPR berkualitas tinggi. "Dari sisi komposisi keanggotaan yang ada saat ini MPR apakah memadai sebagai perwakilan serta pelembagaan permusyawaratan yang inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia? Jawab saya tidak cukup memadai karena dari keanggotaannya tidak lengkap. Tidak mencerminkan representasi dari seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke," katanya. Menurut Kiki, golongan dan daerah tidak terwakili di dalam susunan MPR sekarang ini. Alasannya, semua anggota DPR adalah politisi. Begitu juga dengan DPD RI, hampir semuanya anggota juga politisi. "Makanya, sebagai seorang politisi tentu akan berorientasi pada kepentingan politik masing-masing atau kelompoknya, bukan kepada kepentingan bangsa negara seperti yang disyaratkan bagi seorang anggota MPR. Dengan kondisi seperti itu maka tidak mungkin MPR dapat menjadi lembaga permusyawaratan yang inklusif," pungkasnya. (Ery)

Topik:

MPR pemimpin berkarakter mekanisme pilpres