MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Wakil Ketua MPR: Ini Koreksi Keras

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 November 2021 21:07 WIB
Monitorindonesia.com - Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan mengapresiasi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 bertentangan dengan UUD 1945 sehingga dinyatakan inkonstitusional bersyarat. MK memerintahkan kepada pembentuk UU merevisinya dalam batas 2 tahun semenjak putusan dibacakan. Jika tidak ada revisi, maka dinyatakan inkonstitusional permanen dan batal demi hukum. “Sejak awal Partai Demokrat protes keras dan menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil dan materil. Secara prosedural, pembentukannya tidak sesuai dengan mekanisme. Putuskan MK ini menjadi bukti bahwa pemerintah dan DPR memang tidak proper menyusun legislasi,” ungkap Syarif dalam keterangan yang diterima redaksi, Sabtu (27/11/2021). Dikatakan, seharusnya pemerintah dan DPR tidak mengagendakan legislasi yang tidak punya pijakan konstitusional. UU Cipta Kerja yang menggunakan metode omnibus law bukan tradisi dan sistem hukum RI. “Jika membaca Amar Putusan MK yang memerintahkan penangguhan segala bentuk kebijakan strategis dan berdampak luas, serta penerbitan peraturan pelaksana yang baru, tindakan ngotot pemerintah dan DPR RI yang mengesahkan UU Cipta Kerja jelas menimbulkan kebingungan hukum,” ujar Syarief. Dia menilai, harus segera ada revisi. “Ini soal kepastian hukum. Jika pemerintah mengklaim UU Cipta Kerja sebagai terobosan mengurai kendala perizinan berusaha,  maka segeralah memastikan adanya kepastian hukum. Jika pemerintah lambat merespons, yang ada hanyalah kekacauan hukum dan dunia berusaha,” katanya.