Otto Hasibuan Minta Kemenkumham Terbitkan SK Kepengurusan Peradi

Aan Sutisna
Aan Sutisna
Diperbarui 21 Mei 2022 18:03 WIB
Jakarta, MI - Kementerian Hukum dan HAM diminta menerbitkan surat keputusan (SK) kepengurusan Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) di bawah kepemimpinan Otto Hasibuan sebagai ketua umum. Dalam keterangan tertulis Peradi yang diterima di Jakarta, Sabtu (21/5), Otto menjelaskan permintaan tersebut diajukan setelah pihaknya memenangi gugatan di Mahkamah Agung atas Peradi dengan kepemimpinan Luhut Pangaribuan. "Dengan demikian, Peradi kami yang sah. Akan tetapi, anehnya ketika kami mau mendaftarkan di Kementerian Hukum dan HAM justru yang masuk adalah pendaftaran Peradi dari Luhut Pangaribuan yang notabene dia pihak yang kalah," kata Otto. Menurut Otto, semestinya pihaknyalah yang dapat mendaftarkan kepengurusan yang sah karena telah memiliki landasan hukum yang kuat. Untuk itu Otto mengatakan telah mengajukan nota keberatan kepada Kemenkumham agar dapat memperbaiki basis data kepengurusan Peradi. "Dirjen AHU sudah men-takedown pendaftarannya Luhut sehingga tidak ada lagi. Kami sudah mengajukan keberatan kepada Kemenkumham agar segera dapat diperbaiki," jelasnya. Sebelumnya Luhut Pangaribuan mengaku menjadi Ketua Umum Peradi yang telah disahkan dan diumumkan oleh Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham. SK tersebut berisi perubahan SK pengesahan pendirian Peradi. “Mengesahkan Peradi dengan Ketua Umum Luhut Pangaribuan dan Sekjen Sugeng Teguh Santoso melalui SK AHU – 00859.AH.01.08 tahun 2022 pada hari ini, Rabu (26/4/2022),” tulis SK tersebut. Diketahui terjadi polemik kepengurusan Peradi yang diketuai Otto Hasibuan yang mendapat kecaman keras dari pengacara Hotman Paris Hutapea. Karena adanya polemik tersebut, Hotman Paris memutuskan hengkang dari Peradi pimpinan Otto Hasibuan. Hotman beralasan keluarnya dirinya lantaran tidak setuju Otto Hasibuan menjadi Ketua Umum Peradi untuk ketiga kalinya. Selain itu Hotman juga mengkritik perubahan AD ART yang seharusnya diputuskan melalui musyawarah nasional (munas), tetapi malah diubah melalui rapat pleno. [iwah]