Ribut-ribut Hak Angket DPR, Formappi: Heboh Dibicarakan, Ujungnya Hilang Nggak Tahu Rimbanya

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 22 Februari 2024 19:51 WIB
Pengunjuk rasa memprotes dugaan kecurangan pemilu pada pilpres Senin, 19 Februari 2024 (Foto: MI/Repro AFP)
Pengunjuk rasa memprotes dugaan kecurangan pemilu pada pilpres Senin, 19 Februari 2024 (Foto: MI/Repro AFP)

Jakarta, MI - Dinamika politik akibat kontestasi pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 semakin panas. Hal ini dipicu dugaan maraknya kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres 2024. Bahkan, calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengusulkan agar partai pengusungnya menggulirkan hak angket atas dugaan kecurangan Pilpres 2024 di DPR. 

Menurut Ganjar, hak angket merupakan hak penyelidikan DPR dan menjadi salah satu upaya untuk meminta pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawaas Pemilu (Bawaslu) terkait penyelenggaraan Pilpres 2024. Ia menduga kecurangan terjadi dengan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Namun perlu digarisbawahi, bahwa dalam sejarah dinamika ketatanegaraan Indonesia, sebenarnya hak angket telah beberapa kali diajukan oleh DPR kepada pihak eksekutif atau pemerintah, khususnya pada periode 1999-2004. Yaitu, Hak Angket atas Penjualan Tanker Pertamina; Hak Angket Penyelenggaraan Ibadah Haji; Hak Angket Kenaikan Harga BBM; dan Hak Angket terkait Kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Pemilu Legislatif 2009.

Dampaknya, pemecatan anggota pemerintahan yang bersalah atau sanksi hukum sesuai pelanggaran yang dilakukannya. Lantas apakah ini akan berdampak pada pimpinan dua lembaga penyelenggara pemilu itu jika hak angket itu bergulir?

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyatakan "semua itu tergantung bagaimana hasil penyelidikannya".

"Kalau terbukti ada kecurangan tetapi sifatnya tidak TSM, ya mungkin saja ngga akan berdampak pada pemecatan anggota KPU dan Bawaslu," kata Peneliti Formappi Lucius Karus saat dihubungi Monitorindonesia.com, Kamis (22/2).

Menurut Lucius, ide penggunaan hak angket untuk menyelidiki kecurangan Pemilu itu baik-baik saja. Akan tetapi melihat beberapa wacana angket yang sempat diusulkan DPR 2019-2024, dia agak pesimis usulan hak angket ini akan bisa terwujud. 

Pasalnya, kata dia, beberapa usulan angket sebelumnya juga heboh dibicarakan tetapi ujungnya "hilang tidak diketahui dimana rimbanya". Apalagi perwujudan penggunaan hak angket oleh DPR ini tak selalu ditentukan oleh seserius apa persoalannya yang terjadi. 

https://rmol.id/images/berita/normal/2021/09/571152_01124927092021_lucius_karus.jpg
Peneliti Formappi Lucius Karus

"Tetapi seberapa masalah yang diangketkan itu menguntungkan atau merugikan secara politik bagi parpol atau fraksi-fraksi di parlemen," jelasnya.

Soal apakah usulan hak angket DPR itu hanyalah sebuah gertakan dan pepesan saja, Lucius menyatakan hal itu sulit untuk menerkanya.

"Kan sekarang baru wacana. Wacana dilempar lalu melihat respons fraksi-fraksi dulu. apalagi DPR masih reses, jadi sulit untuk secepatnya mengetahui apakah ini gertakan atau memang serius," tegas Lucius.

Semuanya, tambah Lucius, baru bisa terlihat nanti di saat DPR mulai kembali bersidang. "Apakah gerakan mendorong hak angket ini sungguh diperjuangkan atau tidak," tutup Lucius.

Landasan Hukum Hak Angket

Hak angket DPR RI memiliki sejumlah landasan hukum, antara lain, Pasal 20A ayat (2) UUD 1945,. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

“Dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat atau anggota DPR dapat menggunakan hak mengajukan pertanyaan,” tulis pasal 73.

Sementara pengusulan Hak Angket termuat dalam Pasal 199 UU Nomor 17 Tahun 2014. 

Hak Angket juga masuk di dalam Pasal 177 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur bahwa untuk mengajukan hak angket, diperlukan minimal 25 anggota parlemen dan lebih dari satu fraksi.

Permohonan harus disertai dengan dokumen yang berisi informasi paling tidak tentang materi kebijakan pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki serta alasan pelaksanaan penyelidikan tersebut. Untuk memutuskan menerima atau menolak Hak Angket, DPR akan melakukan sidang paripurna.

Jika usulan Hak Angket diterima, maka DPR akan segera membentuk panitia angket yang terdiri dari semua unsur fraksi DPR. Namun, jika ditolak, usul Hak Angket tidak bisa diajukan kembali. (wan)